Nilainya Stagnan Sejak 2015, Ini Rapor Merah Negara Hukum Indonesia

Kamis, 26/10/2023 10:57 WIB
Indeks Negara Hukum Indonesia  Tahun 2021 menurun (medcom)

Indeks Negara Hukum Indonesia Tahun 2021 menurun (medcom)

Jakarta, law-justice.co - Direktur Eksekutif Kemitraan, Laode M. Syarif menyatakan bahwa pembangunan hukum di Indonesia sepanjang 2023 mengalami stagnasi.

Mantan Wakil Ketua KPK itu mengutip Indeks Negara Hukum (Rule of Law Index-RoL Index 2023), indeks tahunan yang disusun oleh World Justice Project.

Berdasarkan laporan yang diterbitkan tanggal 25 Oktober 2023, skor RoL Index Indonesia tahun 2023 adalah 0,53 (dengan nilai 1 sebagai nilai tertinggi), atau sama dengan skor tahun 2022.

"Skor ini mengindikasikan stagnasi dalam perkembangan pembangunan hukum di Indonesia, sesuatu yang jelas memprihatinkan," ujar Laode dalam siaran persnya, Kamis (26/10).

"Stagnasi ini sudah terjadi sejak tahun 2015 hingga 2023, di mana skor Indonesia `konsisten` di angka 0,52-0,53. Jika membandingkan dengan penilaian pada dunia pendidikan, rapor negara hukum Indonesia bisa dianggap merah," imbuhnya.

Direktur Program Keadilan, Demokrasi dan Tata Pemerintahan Kemitraan Rifqi S. Assegaf menambahkan penjelasan perubahan skor RoL Index pada isu terkait hak dasar. Terjadi penurunan skor sebesar 0,2 terkait sub-faktor `Hak atas hidup dan keamanan pribadi terjamin secara efektif` yakni dari 0,50 menjadi 0,48.

Sub-faktor tersebut, terang Rifqi, mengukur praktik kekerasan oleh polisi terhadap tersangka serta ancaman (hukum dan non hukum) atau kekerasan bagi jurnalis atau mereka yang memiliki pandangan politik berbeda dari pemerintah.

"Penurunan nilai terkait jaminan atas hak hidup dan keamanan ini kemungkinan besar terjadi karena makin maraknya ancaman dan kriminalisasi bagi aktivis dan pejuang HAM, sebagaimana terlihat antara lain dari proses hukum terhadap Haris dan Fatia serta Rocky Gerung," kata Rifqi.

Hanya saja, lanjut Rifqi, ada hal menarik terhadap skor terkait sub-faktor `Proses hukum dan hak tersangka secara hukum` yang meningkat 0,3 dari tahun sebelumnya.

Sub-faktor/isu itu menilai pemenuhan hak-hak tersangka seperti hak untuk tidak dianggap bersalah sebelum ada putusan pengadilan, hak atas bantuan hukum, atau untuk tidak ditangkap secara melawan hukum, serta hak bagi narapidana.

"Bisa jadi peningkatan ini lebih dipicu oleh peningkatan anggaran bagi bantuan hukum," kata Rifqi.

Meski stagnan, menurut Rifqi, penilaian RoL Index Indonesia 2023 yang dilakukan melalui survei kepada ahli antara Februari-Juni 2023 ini cukup mengejutkan.

Hal itu disebabkan karena sepanjang satu tahun terakhir banyak kondisi yang mengindikasikan kemunduran pada sektor hukum.

Dalam hal ini Rifqi memberi contoh proses hukum terhadap hakim agung, pegawai pengadilan serta petinggi Polri, baik karena dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), penyalahgunaan kewenangan maupun kekerasan.

Kemudian dia menyinggung pelanggaran kode etik pimpinan KPK dan pelemahan Mahkamah Konstitusi (MK) serta praktik legislasi yang ugal-ugalan.

"Kriminalisasi terhadap aktivis dan pejuang HAM pun masih berlanjut," ucap Rifqi.

"Meski demikian, skor terkait pembatasan kekuasaan pemerintahan, absennya korupsi, maupun keterbukaan pemerintah tidak menurun (tetap sama) dari skor tahun 2022," sambungnya.

Kemitraan, terang Rifqi, meyakini apabila mayoritas rekomendasi Tim Percepatan Reformasi Hukum yang dibentuk oleh Menko Polhukam dijalankan, maka akan secara bertahap memperbaiki pembangunan hukum di Indonesia.

Sebagai informasi, rekomendasi tim tersebut mencakup berbagai agenda. Di antaranya penguatan kepemimpinan pada Polri, Kejaksaan, Pengadilan dan Kemenkumham (misalnya melalui proses seleksi yang berintegritas dan ketat); penguatan kualitas, transparansi dan partisipasi penyusunan peraturan perundang-undangan; penguatan profesionalisme Polri melalui pembatasan penempatan personel Polri pada kementerian/lembaga lain.

Selanjutnya percepatan eksekusi putusan pengadilan perdata dan Tata Usaha Negara; penguatan kembali KPK melalui revisi UU KPK seperti sedia kala; penguatan aturan terkait konflik kepentingan; serta penguatan jaminan kebebasan berekspresi dan berpendapat, termasuk untuk mencegah kriminalisasi terhadap aktivis dan jurnalis.

 

 

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar