Kasus Tambang Nikel Ilegal, Kejati Sulawesi Tenggara Sita Uang Rp 79 M

Kamis, 24/08/2023 18:00 WIB
Windu Aji Sutanto pemilik PT Lawu Agung Mining (PT LAM) yang ditahan atas kasus tambang nikel ilegal. foto :Bisnis.com

Windu Aji Sutanto pemilik PT Lawu Agung Mining (PT LAM) yang ditahan atas kasus tambang nikel ilegal. foto :Bisnis.com

Jakarta, law-justice.co - Penyidik Kejati Sulawesi Tenggara mengumumkan, hasil penyitaan berupa uang dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Pertambangan Ore Nikel pada WIUP PT. Antam Tbk di Blok Mandiodo Konawe Utara pada Kamis 24 Agustus 2023.

Asisten Bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara Ade Hermawan mengatakan, uang disita dari rekening tersangka dan beberapa pihak yang terkait dengan perkara tindak pidaa tersebut. Uang yang disita terdiri dari pecahan rupiah sebanyak Rp 59.275.226.828; pecahan dollar Singapura SGD 1.350.000 setara dengan Rp 15.273.900.000; dan pecahan US$ 296.700 setara dengan Rp 4.539.510.000.

“Sehingga total yang telah berhasil disita penyidik sejumlah Rp.79.088.636.828 (tujuh puluh sembilan miliar delapan puluh delapan juta enam ratus tiga puluh enam ribu delapan ratus dua puluh delapan rupiah),” ungkap Ade dalam keterangan tertulisnya, Kamis 24 Agustus 2023.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menetapkan Windu Aji Sutanto (WAS) selaku Pemilik PT Lawu Agung Mining sebagai tersangka terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Sebagai informasi, kasus ini bermula dari adanya Kerja Sama Operasional (KSO) antara PT Antam dengan PT Lawu Agung Mining serta Perusahaan Daerah Sulawesi Tenggara atau Perusahaan Daerah Konawe Utara.

Tersangka WAS selaku pemilik PT Lawu Agung Mining adalah pihak yang mendapat keuntungan dari tindak pidana korupsi pertambangan nikel.

Modus operandi Tersangka WAS yaitu dengan cara menjual hasil tambang nikel di wilayah IUP PT Antam menggunakan dokumen Rencana Kerja Anggaran Biaya dari PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo, seolah-olah nikel tersebut bukan berasal dari PT Antam lalu dijual ke beberapa smelter di Morosi dan Morowali.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar