7,8 Juta Rakyat Miskin RI Pilih Beli Rokok Ketimbang Makanan Bergizi

Selasa, 30/05/2023 14:20 WIB
Menkes Budi Gunadi Sadikin (Antara)

Menkes Budi Gunadi Sadikin (Antara)

Jakarta, law-justice.co - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam pidato ICTOH ke-8 menyatakan keprihatinan akibat tingginya jumlah perokok di Indonesia. Ia menyebutkan jumlah perokok Indonesia berada dalam peringkat tiga dunia, di bawah India dan Cina.

"Dengan jumlah perokok lebih 65 juta orang. Tidak hanya berdampak kepada kesehatan masyarakat. Kebiasaan merokok menyebabkan perubahan ekonomi kesehatan di indonesia. Diperkirakan Rpn17,9- 20 triliun kerugian," ujar Budi dalam sambutannya secara virtual di kegiatan ICTOH ke-8 di Magelang, Selasa (30/5/2023)

Ia mengatakan kondisi makin memprihatinkan karena terdapat 7,8 juta perokok dari mayarakat miskin yang lebih memilih membeli rokok dibandingkan memilih bahan makanan sehat dan bergizi. Data Badan Pusat Statistitk (BPS) menunjukkan rokok merupakan pengeluaran kedua tertinggi setelah beras, yaitu sebesar 11,9 persen di perkotaan, dan 11,2 persen di pedesaan.

"Dibanding pengeluaran untuk telur ada 4,3 persen di perkotaan dan 3,7 persen di pedesaan," ungkapnya.

Untuk menurunkan jumlah perokok di Indonesia, Budi mengakui telah menempuh berbagai kebijakan. Misalnya, untuk pengendalian konsumsi rokok, untuk menurunkan jumlah perokok dan paparan asap rokok, beberapa cara yang telah dilakukan meliputi; edukasi, penguatan layanan berhenti merokok, implementasi kawasan tanpa rokok, pelarangan penjualan rokok batangan, seperti pembatasan iklan, promosi, dan sponsorship rokok.

Untuk itu, Budi yakin bertepatan dengan peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2023 mengusung tema “Kami Butuh Makanan Pokok, Bukan Rokok” merupakan langkah untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya makanan sehat dan bergizi dibanding rokok.

“Saya menghimbau semua stakeholder daerah dan pusat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan seluruh masyarakat untuk berperan aktif mendukung pengendalian konsumsi rokok," tambahnya.

Senada dengan Menkes Budi, Dr. Lubna Bhatti dari WHO Indonesia membenarkan kondisi Indonesia sebagai tiga besar negara dengan konsumsi rokok terbesar di dunia memerlukan kepedulian pemerintah pusat dan daerah untuk mengambil kebijakan intervensi terhadap pengendalian konsumsi rokok.

“Rokok adalah pembunuh terbesar di dunia. Untuk itu, kita membutuhkan solusi yang menyehatkan masyarakat namun tidak merugikan petani tembakau,” terang Lubna.

Untuk itu, ICTOH ke-8 ini menghadirkan sesi diskusi dengan para petani milenial yang meraup omzet Rp50-100 juta per bulan. Kegiatan akhir akan ada kunjungan ke Magelang dan Temanggung khususnya ke dua contoh pertanian alih lahan dari tembakau yang mendapatkan keuntungan lebih besar.

Nasib Pengendalian Tembakau dalam RUU Kesehatan
Dr. Hermawan Saputra, SKM., MARS, Ketua Umum Terpilih PP IAKMI menyatakan pengendalian tembakau dan konsumsi rokok merupakan salah satu isu prioritas yang sejak lama dikawal oleh IAKMI.
Meski demikian, saat ini

IAKMI menilai pentingnya mengintegrasikan pengendalian rokok dalam rumusan RUU Kesehatan Omnibus Law yang saat ini sedang dibahas oleh DPR RI. Menurut Dr. Hermawan, perhatian pada RUU Kesehatan menjadi penting karena dengan metode omnibus law, ada lebih dari 300 pasal yang akan mempengaruhi banyak aturan sebelumnya, termasuk pengendalian tembakau.

“RUU Kesehatan ini memiliki konsekuensi terhadap pengendalian tembakau. Sehingga penting dalam pembahasan UU Kesehatan tentang kedudukan dan peran memperjuangkan pengendalian tembakau sebagai bahan dasar industri rokok. Untuk itu ada rencana disetarakan antara produk zat adiktif ini dengan psikotropika dan narkotika,” terang Hermawan.

Sebagai tuan rumah penyelenggaraan ICTOH ke-8, Rektor Muhammadiyah Universitas Magelang Dr. Lilik Andriyani, SE., M.Si, menyatakan UNIMMA mendukung pengendalian rokok karena pemborosan yang diakibatkan dari rokok mengurangi jumlah makanan bergizi dalam rumah tangga.

Wali Kota Magelang dr. H. Muchamad Nur Aziz, Sp.PD., K-GH., FINASIM, menyatakan pandemi Covid-19 adalah pelajaran yang berharga bagi pemangku kebijakan untuk merumuskan regulasi dan aturan yang berorientasi pada kesehatan. Dengan latar belakang sebagai seorang dokter spesialis ginjal, ia tak menampik banyak penyakit yang disebabkan oleh rokok. Dua penyakit yang paling banyak adalah kanker dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

Ia mengakui, Magelang belum sepenuhnya menjadi kota bebas rokok, apalagi ada sejumlah aturan lain yang sebelumnya belum sanggup menekan konsumsi rokok. Meski begitu, ia berjanji akan meningkatkan standar kesehatan masyarakat Kota Magelang dari ancaman rokok agar bebas dari jerat kemiskinan dan penyakit menahun.

“Masalah rokok itu tidak mudah diselesaikan karena tantangannya ada dalam diri sendiri. Aturan pemerinah yang ada sebelumnya tidak bisa saya cegah, jadi saya menekan penggunan rokok di Magelang berkurang setahap demi setahap,” tuturnya.

Ketua Panitia ICTOH ke-8, dr. Sumarjati Arjoso, SKM, mengingatkan jumlah perokok yang tinggi di Indonesia memang tidak diikuti dengan upaya pengendalian rokok berpeluang menggagalkan target penurunan konsumsi rokok khususnya di kalangan anak-anak. Untuk itu, pada sesi pembukaan ICTOH ke-8 diawali dengan pembacaan hasil perumusan Deklarasi Anak Muda untuk Pengendalian Tembakau dari kegiatan 7th Youth Forum pada hari sebelumnya.

“Tahun depan [2024] pemulihan konsumsi rokok harus sejalan dengan pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship rokok,” tutur dr. Arjati.

Ia juga mengapresiasi Latihan strategi kampanye pengendalian rokok melalui media sosial yang dilakukan oleh para peserta the 7th Youth Forum. Untuk itu, dr. Arjati berharap aksi kreatif ini akan memotivasi pemerintah untuk mengambil kebijakan pengendalian rokok.

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar