Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD Menteri Koordinator Bidang Polhukam RI

Menteri Jokowi Spesialis Lawan Mafia

Jum'at, 26/05/2023 14:49 WIB
Menkopolhukam Mahfud MD di acara Reuni Alumni Universitas Brawijaya di Bilangan Senayan Jakarta, Minggu (14/5/2023).

Menkopolhukam Mahfud MD di acara Reuni Alumni Universitas Brawijaya di Bilangan Senayan Jakarta, Minggu (14/5/2023).

law-justice.co - Hadir di depan ratusan aktifis pro demokrasi, Menkopolhukam Mohamad Mahfud MD menyampaikan isyu-isyu sensitif seputar tugas dan tanggung jawabnya selaku menteri. Salah satu yang paling menarik tentu saja terkait penanganan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan BTS yang melibatkan Menkominfo (saat ini sudah dinonaktifkan) Johny G Plate. Mahfud mengatakan bahwa sejak awal, proyek ini telah tak sesuai prosedur yakni hanya diatur oleh satu orang saja, tak melibatkan banyak pihak. "Mulai dari perencanaan ini diatur satu orang," ungkapnya Minggu (21/5/2023). 

Proyek itu diketahui mangkrak meski dana sebesar Rp 10 triliun lebih sudah dikucurkan, namun realisasi proyek tidak terlihat hingga satu tahun sejak dana diberikan. Menkominfo disebut membuat laporan 4.200 tower yang sudah dibangun, namun setelah diselidiki menggunakan satelit hanya ada 958 tower.

"Dari 958 itu tidak diketahui apakah itu bisa digunakan atau tidak, karena sesudah diambil 8 sampel dan semuanya itu tidak ada yang berfungsi sesuai spesifikasi," ujar Mahfud. Setelah Plate dinonkatifkan, Presiden Joko Widodo lantas menunjuk Mahfud sebagai Plt. Menkominfo.

Mahfud dikenal sebagai salah satu dari sedikit insan paripurna di Republik ini, semua jabatan dalam cabang kekuasaan pernah dia emban, legislatif, judikatif dan sekarang eksekutif. Sebelum aktif berpolitik, dia lebih dikenal sebagai staf pengajar dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta sejak tahun 1984.

Sebelum menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan sejumlah jabatan telah diemban oleh Mahfud. Tercatat dia pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan RI (2000-2001), Menteri Kehakiman dan HAM (2001), Wakil Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) (2002-2005), Rektor Universitas Islam Kadiri (2003-2006), Anggota DPR-RI, duduk Komisi III (2004-2006), Anggota DPR-RI, duduk Komisi I (2006-2007), Anggota DPR-RI, duduk di Komisi III (2007-2008), Wakil Ketua Badan Legislatif DPR-RI (2007-2008), Anggota Tim Konsultan Ahli Pada Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Depkum-HAM Republik Indonesia. Kemudian tentu saja sebagai Hakim Konstitusi. Mahfud bahkan memimpin Mahkamah Konstitusi dalam masa jabatan 2008-2013.

Sebagai menteri dengan track record terpanjang dan paling sepi dari gosip politik, tak heran jika kemudian Mahfud menjadi salah satu sekondan penting bagi Jokowi. Dia memainkan peran sebagai Menkopolhukam dengan cergas dan lincah. Dan seperti biasa, melampaui kebiasaan yang dinormalisasi.

Dia kemudian dikenal sebagai ujung tombak bagi pemerintah Jokowi dalam menghadapi dan membongkar praktik mafia dan sejumlah kejumudan hukum dan politik. Dia menggebrak di awal kabinet kedua Jokowi dengan membentuk Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI).

Dua tahun bekerja, Satgas ini berhasil mengumpulkan Rp 30 triliun dari kasus BLBI yang selama ini mandeg. "Kan sudah dapat 30 triliun ya, yang lain-lain itu ada yang orangnya lari, yang barangnya dialihkan itu nanti akan menjadi masalah hukum, kita tulis sebagai masalah hukum, mereka yang misalnya dulu sertifikat yang dijaminkan ternyata dialihkan lagi," ujar Mahfud sebagaiman dilansir media pada akhir April 2023.

Satgas BLBI dibentuk pada 2021 melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021. Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI bertugas sejak Keppres ini ditetapkan, yakni 6 April 2021 sampai dengan 31 Desember 2023. 

Mahfud juga berteriak lantang dalam kasus pembunuhan oleh Mantan Kadiv Propram Polri Freddy Sambo. Kawalan dari Mahfud, bukan hanya membongkar kasus pembunuhan terhadap Brigadir J. lebih jauh, menjadi pintu masuk untuk menggebah mafia yang membelit tubuh Polri.

Tak kalah menghebohkan saat Mahfud mengungkap adanya aliran dana haram senilai Rp 300 Triliun di lingkungan Kemnkeu. Meski sempat memancing polemik. Namun, pernyataan Mahfud ini lantas membuka tabir perselingkuhan kuasa di tubuh Kementerian Keuangan.

Dia juga memecah kejumudan politik dalam penuntasan pelanggaran HAM Berat, terutama yang terjadi di masa Orde Baru. Dia menginisiasi pembentukan Tim Penuntasan pelanggaran HAM Berat (TPP HAM). Tim ini kemudian memformulasikan penyelesaian non-yudisial kepada  Presiden terhadap 12 pelanggaran HAM Berat, sebagian besar terjadi di era Orde Baru. Hasil dari tim ini adalah pengakuan presiden dan penuntasan non-yudisial terhadap pelanggaran HAM berat yang dimaksud. Kini juga telah dibentuk Tim untuk memonitor tindak lanjut rekomendasi TPP HAM. Meski masih mengundang konrtoversi, setidaknya ini menjadi titik terang bagi korban pelanggaran HAM Berat selagi menanti proses yudisial.

Mahfud lahir dari rahim Siti Khadidjah di sebuah desa di Kecamatan Omben, Sampang, Madura, 13 Mei 1957, dengan nama Mohammad Mahfud. Dengan nama itu, sang ayah, Mahmodin, berharap anak keempat dari tujuh bersaudara itu menjadi orang yang terjaga. Ia dilahirkan ketika ayahnya bertugas sebagai pegawai di kantor Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang. Ketika Mahfud berusia dua bulan, keluarga Mahmodin pindah ke Pamekasan, daerah asalnya. Di sana, di Kecamatan Waru, Mahfud menghabiskan masa kecilnya. Kala itu, surau dan madrasah diniyyah adalah tempat Mahfud belajar agama Islam.

Dengan latar belakang dan dinamika politik yang fluktuatif, membuat Mahfud menjadi makin matang di dunia politik. Tak heran jika oleh tokoh senior Eros Djarot dia digadang-gadang menjadi presiden masa depan atau setidaknya menjadi cawapres dalam Pemilu 2024.

Menanggapi provokasi dari Eros saat HUT Gerakan Bhinneka Nasionalis (GBN), Mahfud menjawab bijak, dirinya tidak akan memberikan respon saat ini. “Saya juga tidak men-iya-kan, dan juga tidak bilang tidak,” ujar Mahfud.

Dengan kematangan dan jaringan yang dimiliki membuat Mahfud leluasa untuk memberikan kritik terhadap siapa saja yang menurutnya menyimpang dari cita-cita membentuk masyarakat madani yang beradab.

Tanpa tedeng aling-aling dia juga membuka borok sejumlah tokoh sipil yang menurutnya hanya mendompleng reformasi saja. “Di era reformasi ini, kita melihat banyak muncul gerakan sipil. Dulu di awal Orde Baru itu susah. Gerakan sipil itu setelah masuk ke kekuasaan, ikut merusak dari dalam. Ya, sesudah masuk ikut merusak,” kata Mahfud.

Menurut Mahfud, banyak gerakan sipil muncul di era reformasi, tapi kemudian digunakan untuk masuk ke lingkar kekuasaan, lalu merusak. “Jadi anggota DPR, menjadi hedonis, berfoya-foya, sewenang-wenang, membuat aturan yang mencekik masyarakat dan tidak lagi peduli dengan masyarakat,” tegas Mahfud yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Tampaknya, seluruh integritas yang ditunjukkan oleh Mahfud ini tak lepas dari keyakinannya bahwa masyarakat madani harus terwujud di Indonesia. Ia mengatakan, dalam konteks pemerintahan sendiri, bagaimana konsep pemerintahan dikelola berdasarkan konsep madani ke Indonesia, kebersatuan dalam keberagaman, mengelola keberagaman secara demokrasi, mengawal demokrasi melalui penegakan hukum, tanpa diskriminasi.

"Masyarakat madani berarti juga masyarakat berperadaban, yang ditandai sikap toleransi dalam keberagaman, demokrasi dalam menjalankan pemerintahan. Jadi konteks civil society-nya bukan antara masyarakat dan militer,” tandasnya.

 

 

(Bandot DM\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar