Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik

Aneh, Masif Buat Infrastruktur, Kok Kinerja Indeks Logistiknya Jeblok?

Jum'at, 26/05/2023 12:45 WIB
Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat (partai gelora)

Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat (partai gelora)

Jakarta, law-justice.co - Setiap kebijakan publik seharusnya dapat diukur kinerja dan dampaknya. Termasuk pembangunan masif infrastruktur dan IKN yang dilakukan pada kepemimpinan Presiden Jokowi periode 2014-2024.

Apalagi pembangunannya menggunakan utang yang jumlahnya sudah mencapai ribuan triliun rupiah.

Pemerintah Jokowi 2014-2023 tercatat menambah utang tertinggi dibandingkan periode pemerintahan lainnya.

Penambahan utang periode Jokowi 2019-2023 sebesar Rp5,270 triliun yang terdiri kurun periode pertama 2014-2019 sebesar Rp2,176 triliun dan periode 2019-2023* sebesar Rp3,092 triliun.

Data tersebut diperoleh dari SULNI terakhir.

Utang lebih dari lima ribu triliun yang diciptakan pemerintahan Jokowi memang tidak hanya digunakan untuk infrastruktur, melainkan juga untuk mengatasi pandemi COVID19 termasuk memberikan vaksin dan pengobatan COVID19.

Utang COVID19 2020-2021 tercatat bertambah Rp 1.601,95 triliun kurun Peridoe COVID yaitu Januari 2020-Mei 2021.

Jadi utang yang digunakan untuk proyek-proyek inisiatif Presiden Jokowi sekitar Rp3.668,05 triliun.

Salah Arah Pembangunan Infrastruktur Indonesia 2014-2023

Di sisi kebijakan publik, apa untungnya proyek-proyek inisiatif Presiden Jokowi sehingga negara berutang Rp3.668,05 triliun itu?

Jawabnya biaya logistik akan semakin murah. Benar kah demikian?

Pembangunan Infrastruktur Malah Membuat Biaya Logistik Makin Mahal.

Setelah ribuan triliunan rupiah dikeluarkan untuk membangun jalan berbayar tol, performa logistik malah turun alias ongkos logistik makin mahal.

Nilai logistik performance index Indonesia adalah 3,08 di 2014 dan justru turun menjadi 3,0 di 2023 menurut World Bank.

Ini menunjukan biaya logistik Indonesia 2023 lebih mahal dari 2014.

Logistics Performance Index (LPI) Indonesia pada 2023 jeblok. Dari 139 negara, Indonesia menempati peringkat ke-63.

Negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipin dan Vietnam berada di atas Indonesia.

Ini menunjukan ongkos logistik Indonesia lebih mahal dan investor menjadi tidak tertarik. Padahal proyek infrastruktur digelontorkan begitu masifnya.

Dimana salahnya?

Kesalahannya terletak pada prioritas infrastruktur yang dibangun yaitu adalah infrastruktur berbayar (TOL).

Pemerintahan Jokowi aktif membangun jalan TOL yang berbayar.

Jumlah panjang jalan tol diambil dari data BPJT PUPR. per Oktober 2014-Maret 2023 pemerintah membangun jalan tol 1.848,1 km.

Prestasi membangun tol 1,848,1 km diklaim sebagai keberhasilan luar biasa dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya yaitu kurun 2004-2014 pembangunan jalan Tol hanya 212 km.

Pemerintahan Jokowi lebih senang membangun jalan berbayar daripada jalan nasional yang gratis.

Karena itulah ongkos logistiknya jauh lebih mahal. Ironi sekali, utang yang diciptakan bukannya untuk menurunkan ongkos logistik malah sebaliknya.

Jadi dalam sisi kebijakan publik, masif infrastruktur yang tidak disertai penurunan biaya logistik adalah kebijakan yang salah arah. Apa mau dipuja-puji lagi pembangunan Infrastruktur tersebut?

Adapun, kinerja LPI dihitung berdasarkan enam dimensi, yakni customs, infrastructure, international shipments, logistics competence and quality, timelines, dan tracking & tracing.

Jika dibandingkan dengan negara di kawasan Asia Tenggara, yang masuk dalam laporan ini, peringkat pertama ditempati oleh Singapura dengan skor LPI mencapai 4,3, disusul oleh Malaysia yang berada di peringkat 31 secara global, dengan skor LPI 3,6.

Soal indeks kinerja logistik Indonesia tertinggal jauh dari Thailand yang berada di urutan ke-37 secara global, dengan skor LPI 3,5. Sementara itu, Filipina dan Vietnam masing-masing berada di urutan ke-47 dan 50 dengan nilai LPI sama yaitu 3,3.

Rerata biaya pengeluaran pangan adalah 46% di tahun 2014 dan kini naik menjadi 50% di 2022 menurut laporan BPS.

Pemerintah harus cermat menggunakan uang rakyat, APBN harus digunakan sebesar-besarnya untuk dirasakan manfaatnya oleh rakyat. Tidak semua orang bisa menggunakan jalan tol berbayar. Seharusnya pemerintah lebih mengutamakan membangun jalan gratis daripada jalan tol.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar