Tim Gubernur Kaltim dan Dosen UGM Klaim IKN Rusak Paru-paru Dunia

Selasa, 23/05/2023 21:00 WIB
Titik Nol IKN (pikiran rakyat)

Titik Nol IKN (pikiran rakyat)

Jakarta, law-justice.co - Tim gubernur untuk pengawalan percepatan pembangunan di Kalimantan Timur (Kaltim) hadir mewakili Gubernur Kaltim Isran Noor saat diskusi Fisipol Leadership Forum Live bertajuk Transformasi Kalimantan Timur Sebagai IKN Baru Menuju Masyarakat Hijau di UGM Yogyakarta, Selasa 23 Mei 2023.

Salah satu isu yang diangkat dalam diskusi itu tentang apakah benar IKN di Penajam Paser Utara bakal merusak paru-paru dunia mengingat area itu merupakan kawasan hijau. Lantas apa jawaban tim gubernur yang diwakili Adrian Hakim dan M.T Nurdin itu?

Soal IKN rusak paru-paru dunia, Adrian Hakim menyampaikan saat dirinya masuk ke kawasan itu pada 1977, kondisi hutan di sana sudah gundul. Hutan di sana, kata dia, sudah bukan menjadi hutan alam.

“Tahun 1977, saat saya pertama masuk areal itu, sekitar 21 kilometer dari pantai, kondisi (hutannya) sudah ditebang habis oleh sebuah perusahaan. Jadi, sejak1970-an itu, di kilometer 21 itu, saat saya masih bekerja menanam bibit pinus dan eukaliptus di sana, situasi hutannya sudah menjadi hutan tanaman, bukan lagi hutan alam,” ujar Adrian.

Saat itu, kawasan hutan masih terjaga di kilometer 40 ke atas yang pengelolaannya masih dengan sistem tebang pilih.

Adrian menuturkan kawasan inti IKN luasnya sekitar 56 ribu hektar dari total 250 ribu hektar luasan yang dipatok pemerintah pusat lewat surat keputusan (SK) IKN. Sedangkan, Gubernur Kalimantan Timur, kata dia, menyiapkan lahan total seluas 700 ribu hektar sebagai kawasan penyangga termasuk kawasan inti dan yang di SK-kan pemerintah pusat.

“Artinya dengan luasan yang disiapkan itu, fleksibilitas pengembangan kawasan itu ke depan cukup longgar,” kata dia.

Adrian menuturkan, Gubernur Kaltim Isran Noor saat ini sedang menggenjot potensi perdagangan karbon atau carbon trade dari potensi kawasan hutan alamnya yang masih besar. Dari carbon trade itu, Kaltim, kata Adrian, sudah membuktikan dapat memperoleh insentif dari World Bank sebagai kompensasi atas program penurunan emisi karbon sebesar 22 juta ton CO2 ekuivalen selama lima tahun. Insentif tersebut senilai US$110 juta atau Rp1,6 triliun dengan harga US$5 per ton.

Sementara menurut tim gubernur lainnya M.T Nurdin, 136 ribu hektar dari 256 ribu hektar kawasan yang ditetapkan sebagai IKN oleh pusat merupakan kawasan hutan. Selebihnya, kata Nurdin, sudah menjadi pemukiman.

Aktivis masyarakat hijau yang juga koordinator Gusdurian Peduli Aak Abdullah Al-Kudus pesimistis pembangunan IKN sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan lingkungan seperti yang digaungkan pemerintah.

Aak menilai IKN sejauh ini tak lebih dari megaproyek yang diberi karpet merah melalui Undang-Undang Cipta Kerja. “Pembangunan IKN bagaimana bisa dikawal jika untuk masuk ke area itu saja susah. Masyarakat paling jauh hanya bisa masuk ke area Titik Nol kawasan itu, selain itu harus lewat portal-portal,” kata Aak.

Aak menuturkan sebelum IKN dibangun, paru-paru dunia di Kalimantan sudah rusak. Meskipun saat ini pemerintah Kalimantan Timur menyatakan mengawal perdagangan karbon atau carbon trade di kawasan itu.

“Tapi perlu diingat, keluarnya izin-izin tambang di kawasan itu, sebelum IKN dibangun juga dari gubernur juga,” kata dia.

Ancaman Deforestasi

Terkait perdebatan pemindahan IKN baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur yang dikhawatirkan merusak hutan Kalimantan sebagai paru-paru dunia, Dosen Fakultas Kehutanan UGM, Dwiko Budi Permadi angkat bicara.

Ia menyebutkan memang ada ancaman deforestasi dalam pembangunan IKN itu. Deforestasi secara terencana terjadi pada sektor-sektor yang memanfaatkan lahan hutan, mengkonversi serta mengubah peruntukan lahan hutan.

“Pemerintah mengusung konsep IKN kota maju, pintar, hijau. 75 persen IKN merupakan kawasan hijau. Namun, menjadi pertanyaan kritis karena status 256 ribu hektar itu hutan. Jika 75 persen kawasan hijau berarti melakukan deforestasi sebesar 30 persen untuk pembangunan infrastruktur dan sebagainya,”urainya.

Berangkat dari data Bapenas, Dwiko menuturkan kondisi hutan di kawasan IKN juga tidak berada dalam kondisi baik. Dari 256 ribu hektar kawasan hanya 43 persen saja yang berhutan. Artinya, terjadi deforetasi yang cukup besar sebanyak 57 persen.

“Mampukah mentransformasi hutan eukaliptus yang kualitasnya lebih rendah dari pimer menjadi hutan tropis yang mampu menyuplai oksigen, biodiversitas, mempertahankan kelestarian hutan dan lainnya?” tuturnya.

Sedangkan catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), ujar Dwiko, kemampuan untuk melakukan rehabilitasi hutan 900 hektar pertahun dengan persen keberhasilan yang rendah.

Selain itu membutuhkan waktu sekitar 99 tahun untuk bisa mentransformasi hutan IKN menjadi hutan kembali. "Kami punya teknologi reforestasi close to nature yang sudah dipraktikan mampu meningkatkan cadangan karbon dari 100 menjadi 200 ton per hektar, tapi political will dari pemerintah seperti apa untuk ini? Apakah IKN bisa jadi spirit baru untuk mentransformasi?,” katanya.

 

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar