PM Fiji Bertemu Tokoh Separatis Papua Berbuah Protes dari Indonesia

Kamis, 02/03/2023 18:40 WIB
PM Fiji, Sitiveni Rabuka bertemu dengan Benny Wenda (Net)

PM Fiji, Sitiveni Rabuka bertemu dengan Benny Wenda (Net)

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah, pada Selasa (1/3/2023), melayangkan protes resmi pada Fiji setelah Perdana Menteri (PM) Fiji, Sitiveni Rabuka, bertemu dengan tokoh separatis Papua, Benny Wenda, pekan lalu.

Dikutip dari BenarNews, Pemimpin Fiji yang terpilih pada bulan Desember itu mengatakan akan mendukung keanggotaan Papua dalam organisasi bangsa Melanesia yang diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pemerintah Fiji sebelumnya dan Papua Nugini selama satu dekade telah memblokir tawaran keanggotaan semacam itu untuk menjaga hubungan baik dengan Indonesia.


Pertemuan antara Rabuka dan Benny Wenda, yang datang dari pengasingan di London, terjadi pada pertemuan puncak para pemimpin kepulauan Pasifik di Kota Fiji, Nadi, pekan lalu.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, mengatakan Indonesia telah mengirimkan nota diplomatik ke Fiji. "Indonesia menyampaikan kekecewaan mendalam atas pertemuan PM Fiji dengan seseorang yang secara sepihak mengaku mewakili rakyat Papua di Indonesia," ujarnya.

Indonesia adalah kekuatan Asia Tenggara yang sedang naik daun yang menjangkau ke kawasan Pasifik Selatan dan berada di jalur untuk menjadi ekonomi terbesar keempat di dunia pada tahun 2045. Amerika Serikat (AS) dan Australia mencari hubungan keamanan yang lebih erat dengan Indonesia untuk melawan pengaruh Tiongkok di wilayah tersebut.

Akun media sosial Rabuka mengunggah foto Rabuka sedang tersenyum, mengenakan tas tali tradisional berhiaskan bendera bintang kejora, lambang gerakan kemerdekaan Papua yang dilarang di Indonesia, saat bertemu dengan Wenda.

Akun Twitter Rabuka mengatakan dia akan mendukung United Liberation Movement for West Papua, yang diketuai oleh Wenda. "Karena mereka orang Melanesia," ujarnya.

Wilayah Papua lebih dikenal sebagai Papua Barat di kalangan masyarakat di negara-negara kepulauan Pasifik. Gerakan kemerdekaan damai dan pemberontakan bersenjata telah membara di wilayah tersebut sejak awal 1960-an ketika Indonesia mengambil alih wilayah itu dari Belanda.

Di Fiji, pemerintah baru-baru ini mendanai rekonstruksi dua asrama sekolah senilai 1,9 juta dollar AS setelah bencana badai tropis yang melanda negara itu.

"Fiji adalah penerima bantuan terbesar Indonesia (di Pasifik) bersama dengan Papua Nugini. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa dengan mudah ditinggalkan," kata peneliti di Australian National University, Hipolitus Wangge.

Rabuka, dalam Twitter-nya, mengatakan dia "lebih berharap" kelompok Wenda bisa mendapatkan keanggotaan penuh dari Melanesian Spearhead Group yang terdiri dari Fiji, Papua Nugini, Vanuatu, Kepulauan Solomon dan Front de Libération Nationale Kanak et Socialiste. Indonesia adalah anggota asosiasi.

Pertemuan antara Rabuka dan Wenda sangat penting, kata para analis, karena Fiji, di bawah pemerintahan mantan Perdana Menteri Frank Bainimarama selama 16 tahun, memberikan sedikit perhatian pada gerakan kemerdekaan Papua, salah satu dari banyak hambatan untuk tujuannya mendapatkan pengakuan internasional dan legitimasi.

"Ini benar-benar meningkatkan moral bagi orang Papua Barat karena Fiji dan Papua Nugini telah menjadi penghalang jalan," kata koordinator Proyek Papua Barat di Universitas Wollongong di Australia, Cammi Webb-Gannon.

Wenda tidak segera menanggapi permintaan komentar BeritaBenar. "Berikan kami keanggotaan penuh sehingga kami dapat duduk bersama Indonesia dan para pemimpin Melanesia untuk mencari solusi atas konflik antara Indonesia dan Papua," kata Benny Wenda dalam surat kabar Fiji Sun.

Analis Pasifik di Griffith Asia Institute, Tess Newton Cain, mengatakan Vanuatu pendukung utama kemerdekaan Papua, kemungkinan akan mendorong keras kemajuan keanggotaan Papua ketika para pemimpin Melanesian Spearhead Group bertemu pada bulan Juli di ibu kota Vanuatu, Port Vila.

Indonesia, sementara itu, kemungkinan besar akan melobi Papua Nugini dan Fiji dengan penuh semangat untuk menjauhkan Wenda dan organisasinya.

"Mereka akan berada di bawah banyak tekanan antara sekarang dan saat para pemimpin bertemu, untuk memberikan suara menentang penerimaan keanggotaan itu," kata Newton Cain.

 

(Kiki Agung\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar