AS Terancam Kehilangan Kapal Induk Jika China Serbu Taiwan

Selasa, 10/01/2023 14:20 WIB
Joe Biden dan Xi Jinping (Bisnis)

Joe Biden dan Xi Jinping (Bisnis)

Beijing, Tiongkok, law-justice.co - China diperkirakan tak bisa menguasai Taiwan secara paksa pada 2026. Sebuah lembaga riset di AS membuat simulasi perang, dan hasilnya China akan gagal.

Konflik selanjutnya tidak hanya akan merugikan Beijing, tetapi juga militer Taiwan, AS, dan Jepang yang akan mendukung pulau itu.


Laporan Center for Strategic and International Studies (CSIS), berjudul `The First Battle of the Next War`, memperkirakan AS akan kehilangan setidaknya dua kapal induk.

Sebanyak 3.200 tentara Amerika akan tewas dalam tiga minggu pertempuran. Stasiun televisi CNN sudah melihat salinan lanjutan dari analisis CSIS tersebut.

Simulasi yang dijalankan sebanyak 24 kali menemukan Taiwan bertahan sebagai entitas otonom di sebagian besar skenario, tetapi dengan kerugian besar bagi semua pihak.

Amerika Serikat dan Jepang kehilangan lusinan kapal, ratusan pesawat, dan ribuan anggota dinas, prediksi laporan itu.

Angkatan Laut China akan dibiarkan berantakan, dan Beijing bisa kehilangan 10.000 tentara, 155 pesawat tempur, dan 138 kapal utama.


Sementara itu, militer Taiwan akan sangat terdegradasi dan dibiarkan mempertahankan sebuah pulau tanpa listrik dan layanan dasar.

Jepang juga bisa kehilangan sekitar 100 pesawat dan 26 kapal perang karena pangkalan AS di wilayahnya diserang dari China.

CSIS mengatakan perang semacam itu tidak dapat dihindari atau bahkan kemungkinan Beijing dapat memilih strategi isolasi diplomatik dan paksaan ekonomi sebagai gantinya.

Presiden China Xi Jinping mengatakan tujuan Beijing adalah penyatuan kembali secara damai dengan pulau itu, tetapi tidak mengesampingkan kekuatan.

Laporan tersebut mencatat tidak ada perbandingan antara konflik Taiwan dan krisis di Ukraina, karena mustahil mengirim pasukan dan perbekalan ke pulau itu begitu perang dimulai.

Dengan apa pun orang Taiwan akan berperang, mereka harus memilikinya ketika perang dimulai, kata CSIS.

Ini menjadi alasan bagi Washington perlu mempersenjatai Taipei sepenuhnya terlebih dahulu sebelum terjadi perang.

Namun, sementara AS mungkin memenangkan kemenangan yang mengerikan di Taiwan, itu akan berakhir lebih menyusahkan dalam jangka panjang daripada China dikalahkan.

Beijing memandang Taiwan yang berpemerintahan sendiri sebagai bagian integral dari wilayahnya di bawah kebijakan `Satu China` - yang diakui oleh AS.

Beijing menentang segala bentuk bantuan diplomatik dan militer kepada pemerintah di Taipei.

Pejabat China menuduh Washington sengaja mengikis pengaturan lama dengan menjalin kerja sama militer yang erat dengan pulau itu.

Presiden Joe Biden telah dua kali menjanjikan dukungan militer AS jika terjadi invasi China, pertama pada Mei dan sekali lagi pada bulan September.

Namun, pejabat Gedung Putih menarik kembali pernyataan tersebut, dengan menyatakan AS tidak mendorong kemerdekaan Taiwan.

Tentara China pada perkembangannya terus secara rutin menggelar latihan tempur di sekitar Selat Taiwan.

Latihan terakhir digelar akhir pekan lalu sebagai respon atas kunjungan politisi Jerman dan Lithuania ke Taipei.

Latihan berupa simulasi pendaratan amfibi, melibatkan armada timur pasukan China.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar