Polisi Terduga Terorisme di Lampung , Radikalisme Merebak di Polri (2)

Jum'at, 18/11/2022 15:00 WIB
Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo  (Law-Justice/Robinsar Nainggolan)

Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo (Law-Justice/Robinsar Nainggolan)

law-justice.co - Menurut Ken Setiawan, “Polisi Cinta Sunnah” adalah nama dari komunitas polisi yang mengikuti kajian dari ustad-ustad dengan aliran Salafi Wahabi.

Belakangan, komunitas itu berganti nama dan logonya menjadi “Pembelajar Cinta Sunnah”.

Melalui komunitas itu lah mereka melakukan infiltrasi ajaran Salafi Wahabi ke dalam tubuh Polri, yang oleh Ken disebut sudah “menggejala” dan menjadi “benalu” di tubuh Polri.

“Banyak polisi yang tiba-tiba menyalahkan dan mem-bid’ah-kan masyarakat yang berbeda paham, anti-perbankan karena dianggap riba, bahkan sampai mengkafirkan orang lain yang tidak sepaham, dan akhirnya mengundurkan diri karena menjadi polisi dianggap bertentangan dengan hati nurani,” jelas Ken.

Dia mengaku khawatir apabila fenomena ini dibiarkan, maka kasus seperti di Lampung dapat terjadi lagi di Polda lainnya.

Pengamat terorisme, Al Chaidar, menilai “Polisi Cinta Sunnah” mengikuti aliran wahabi salafi yang menggunakan cara non-kekerasan.

Namun, hal itu dikhawatirkan “hanya sebagai alat dan cover” saja.

“Di baliknya mereka berkolaborasi dengan Wahabi Takfiri yang terlibat dalam terorisme,” tutur Al Chaidar.

Adanya “kekeringan spiritual” yang dirasakan oleh anggota polisi, menurut dia, kemudian “diisi oleh kelompok-kelompok teroris” itu.

Al Chaidar justru menduga pasokan senjata dari kedua anggota Polda Lampung itu mengarah ke kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan ISIS.

“Indikasinya, kalau kelompok cinta sunnah itu, tidak bergerak di bidang kekerasan dan tidak butuh senjata. Yang butuh senjata adalah wahabi takfiri, yang tergila-gila pada akses suplai senjata,” jelas dia.


Kasus di Lampung, kata Ken, membuktikan fakta bahwa polisi menjadi salah satu target utama perekrutan jaringan teroris.

“Itu karena aparat punya jaringan senjata. Bukan hanya polisi sebenarnya, TNI juga menjadi sasaran,” ujar Ken.

Pada 2019, terungkap kasus Brigadir WK dari Tanggamus, Lampung yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Polda Lampung karena diduga terpapar paham radikalisme.

Kemudian ada pula kasus polisi wanita Bripda NOS di Polda Maluku yang berafiliasi dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar