Lukas Enembe Tersangka KPK, Begini Sikap Partai Demokrat

Rabu, 14/09/2022 15:20 WIB
Gubernur Papua Lukas Enembe (Foto: Ist)

Gubernur Papua Lukas Enembe (Foto: Ist)

Jakarta, law-justice.co - Gubernur Papua Lukas Enembe yang juga Ketua DPD partai Demokrat Papua ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan penerimaan gratifikasi sebesar Rp 1 miliar.


KPK pun telah memanggil Lukas untuk menjalani pemeriksaan di Mako Brimob Polda Papua, Senin (12/9/2022), tetapi sang gubernur absen dengan alasan sakit.


Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pun menyatakan telah memblokir rekening Lukas Enembe atas permintaan KPK.

"Benar (PPATK blokir rekening Lukas Enembe atas permintaan KPK)," kata Koordinator Kelompok Humas PPATK, Natsir Kongah, Selasa (13/9/2022).

Menanggapi hal tersebut, Partai Demokrat pun mengambil sikap.

Menurut Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra, hingga kini penetapan status tersangka itu masih belum jelas.

Di sisi lain, Demokrat juga masih belum berhasil menghubungi Enembe.

"Situasinya belum jelas. Kami belum bisa berkomunikasi dengan Lukas Enembe. Kami dengar beliau masih sakit," kata Herzaky dikutip dari laman Kompas.com, Rabu (14/9/2022).

Ia pun menyinggung prestasi Enembe selama memimpin Papua yang berhasil mendapatkan predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebanyak tujuh kali.


"Yang kami tahu, Provinsi Papua selama dua periode dipimpin oleh Lukas Enembe mendapatkan predikat opini WTP dari BPK selama 7 kali berturut-turut. Pemeriksaan oleh BPK tentunya melalui proses yang sangat ketat dan terukur," tuturnya.

Kendati begitu, Herzaky menegaskan, Demokrat menghormati proses hukum yang tengah berlangsung di KPK. Ia meyakini, KPK akan tetap menjunjung asas praduga tak bersalah dalam menangani perkara ini.

"Terkait pencegahan ke luar negeri terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe yang dilakukan Ditjen Imigrasi berdasarkan permintaan KPK, kami menganggap itu hal yang biasa dalam proses penegakan hukum," imbuh Herzaky.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar