Abu Bakar Bamuzaham, Network Associate Global Future Institute (GFI)

Geopolitik Membedah Gerakan LGBT

Selasa, 10/05/2022 20:09 WIB
Ilustrasi LGBT (Foto: geopolitica)

Ilustrasi LGBT (Foto: geopolitica)

Jakarta, law-justice.co - Bila dianalogikan arus liberalisasi ini seperti arus besar yang sengaja di buka dari sebuah dam besar yang mengalir secara deras dan meratakan semua bangunan yang ada. Arus Liberalisasi asal Barat ini membawa “aneka sampah” dari mulai paham demokrasi, sipilis, kapitalisme hingga LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender).

Akibat arus deras ini meruntuhkan identitas asli bangsa ini hingga runtuh. Setelah semuanya runtuh kemudian mereka membangun kapitalisme diatasnya dan mereka akan duduk manis diatas kapitalisme itu untuk mengeruk sumber daya alam negeri ini.

LGBT saat ini sudah menjadi sebuah gerakan global yang terorganisir di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Penyebaran dan kampanye kegiatan komunitas LGBT di Indonesia dikampanyekan oleh LSM plat merah yang disokong dana oleh lembaga-lembaga lembaga donor Asing Internasional seperti USAID.

Pendanaan juga diperoleh dari AusAID, UNAIDS, dan UNFPA. Ada sejumlah negara Eropa yang pernah mendanai program jangka pendek, terutama dalam kaitan dengan HAM LGBT.

Pendanaan paling luas dan sistematis disediakan oleh Hivos, sebuah organisasi Belanda, kadang-kadang bersumber dari pemerintah negeri Belanda. Kemudian Ford Foundation bergabung dengan Hivos dalam menyediakan sumber pendanaan bagi organisasi2 LGBT. Lagi-lagi Belanda turut bermain, hmmm…

UNDP dan USAID meluncurkan prakarsa Being LGBT in Asia” pada tanggal 10 Desember 2012. Diantara negara yang menjadi fokus program ini adalah Cina, Indonesia, Filipina dan Thailand.

Berdasarkan dokumen UNDP, program Being LGBT in Asia” fase 2 dijalankan dari Desember 2014 hingga September 2017 dengan anggaran US$ 8 juta, woouw..

Pertanyaannya, mengapa mereka bersedia keluar dana besar untuk membiayai gerakan ini?

Tak ada makan siang yang gratis bagi kaum Yahudi. Bagi mereka menggelontorkan dana pasti ada agenda besar yang ingin diraihnya.

Di satu sisi mereka mengumpulkan donasi penggalangan dana untuk menanggulangi virus AIDS, tetapi di lain sisi mereka mengkampanyekan gerakan kebebasan trans gender alias kampanye LGBT. Bahkan mereka juga rela keluar dana besar untuk membiayai gerakan semacam LGBT, sebagai bentuk Investasi jangka panjang.

Sebab dengan maraknya LGBT maka secara tidak langsung hal ini akan meruntuhkan nilai-nilai Agama. Lantas apa agenda mereka? Target utamanya adalah Depopulasi penduduk pribumi. Karena LGBT tak akan menghasilkan keturunan, itulah keinginan mereka alias Depolulasi Jumah Penduduk!

Hal ini senafas dengan target mereka untuk mencaplok semua sumber daya alam negeri jajahan. Selanjutnya bila semua sendi-sendi identitas bangsa ini telah runtuh, maka mereka bisa duduk manis diatas negeri yang kaya sumber daya alam ini.

Tak tanggung-tanggung zionis Yahudi dibalik gerakan ini melibatkan organisasi kelas dunia seperti WHO.

Pada Oktober 2015, Sekjen PBB Ban Ki Moon mengaku telah menggencarkan perjuangan persamaan hak-hak LGBT. LBGT menjadi agenda terpenting di Amerika Serikat

WHO telah menghapus LGBT dari daftar penyakit mental (Diagnosis & Statistical Manual of Mental Disorders). Menurut mereka, LGBT adalah perilaku normal bukan kelainan mental.

Bahkan sebagai wujud pengakuan terhadap eksistensi kaum LGBT, kini telah ditetapkan hari Gay Sedunia dan ada 14 negara yang membolehkan pernikahan sejenis, dan hanya 3 negara yang menganggap LGBT sebagai kriminal.

Demikianlah adanya..

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar