Respons Klaim Mahfud soal Pemekaran Papua, KNPB Usul Pemungutan Suara

Kamis, 28/04/2022 10:14 WIB
Pendemo tolak pemekaran wilayah di Papua meninggal usai ditembak polisi (Twitter @bung_hergix)

Pendemo tolak pemekaran wilayah di Papua meninggal usai ditembak polisi (Twitter @bung_hergix)

Jakarta, law-justice.co - Juru Bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Ones Suhuniap menyatakan pernyataan Menteri koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengklaim 82 persen Rakyat Papua mendukung Pemekaran DOB menyakiti dan melukai hati rakyat Papua yang selama ini telah melakukan aksi demo damai penolakan pemakaran Provinsi.

“Mahfud MD telah menipu publik Indonesia maupun masyarakat internasional dengan Pernyataan penuh dengan rekayasa dan manupulasi tidak sesuai dengan realitas obyektif di Papua.” Kata Juru Bicara Komite Nasional Papua Barat KNPB, Ones Suhuniap melalui rilis Rabu (27/4/2022)

Rakyat Papua sebut Ones, selama dua bulan terus melakukan aksi-aksi protes secara masif. Aksi dilakukan di Papua sejak Maret hingga April 2022. Aksi demo penolakan cabut otonomi khusus jilid II dan pemekaran DOB terakhir dilakukan di wilayah sairei di biak dan wilayah kepala burung di sorong 25 April 2022.

“Selama 2 bulan terakhir aksi demo damai rakyat Papua diberhadapkan dengan moncong senjata, koban sipil ditembak oleh kepolisian di Yahukimo dua meninggal dunia 10 terluka, tapi negara tidak bertanggung jawab.” ujarnya

“Bukan hanya penembakan ada penangkapan, penyiksaan pembubaran paksa dengan refresif militer di berbagai kota di Papua.” Sebut Ones

Kata Jubir KNPB Sikap pemerintah Indonesia melalui pernyataan menkopolhukam Mahfud MD ini provokatif, memperkeru situasi di Papua yang berdampak konfilik horizontal.

“Kami curiga pernyataan mahfud md ini bagian dari politik aduh domba Jakarta terhadap orang Papua.” sebutnya

Pola yang dimainkan Jakarta kata Ones ini tidak jauh beda dengan politik aduh domba yang di praktekan oleh Belanda terhadap orang Indonesia, politik iindentitas orang keturunan China dan orang asli Indonesia.

Hal ini juga tidak jauh beda kolonial Belgia terhadap orang Irwanda di Afrika Selatan sehingga konfilik horizontal sesama orang Irwanda orang pesisir pantai dan orang gunung pecah di sana.

“Hal yang sama, Indonesia praktekan di West Papua saat ini, terutama melalui Pemaksaan otonomi khusus jilid II dan pemekaran DOB. 95 persen orang Papua menolak namun Jakarta memaksakan pemakaran DOB dan Otonomi khusus.” tegasnya.

“Segelintir orang Papua yang makan minum di Jakarta Yoris Raweyai, Yan P Mandenas, kemudian Bupati se lapago, Bupati se Meepago dan 4 Bupati wilayah Anim Ha berdasarkan Sk Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan dipakai atas nama rakyat Papua memaksakan pemakaran DOB.”ucapnya

Sesungguhnya Pemaksaan otonomi khusus jilid II dan pemekaran DOB ini meski 95 persen orang Papua menolak sedang 5 persen “Boneka” Jakarta dipakai sebagai tameng.

“Ini artinya pemerintah Indonesia masih melihat orang Papua sebagai manusia bodoh primitif dan terbelakang sehingga semua keputusan harus datang dari Jakarta tanpa melibatkan orang Papua minta pendapatnya.”katanya

Dukungan Pemekaran DOB Mirip Pepera

Menurutnya, secara tidak langsung pemerintah Indonesia memperktekan rasisme secara verbal terhadap orang Papua, ini sama halnya dengan sejarah aneksasi pada tahun 1961.

Perjanjian New York agreement 15 agustus 1962, perjanjian roma 30 september 1962, Aneksasi Bangsa Papua 1 Mei 1963, perjanjian kontrak kerja PT Freeport 7 april 1967 dan PEPERA1969 tanpa melibatkan orang Papua penuh dengan rekayasa dan manupulasi Indonesia dan Amerika Serikat untuk kepentingan eksploitasi sumber daya alam terutama PT Freeport Indonesia.

Hal yang sama sedang dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui Pemaksaan otonomi khusus jilid II dan pemekaran DOB tanpa melibatkan orang Papua sebagai subjek pemilik tanah Papua.

“Pernyataan Mahfud Md soal 82 persen Rakyat Papua menyetujui pemekaran Provinsi adalah rekayasa dan manupulasi, Mahfud Md melakukan pembohongan publik. Hal ini tidak jauh beda degan rekayasa pelaksanaan pepera 1969 dimenagkan oleh militer indonesia dilakukan secara demokratis.” Sebutnya

Pepera 1969 menurutnya dilakukan tidak sesuai degan kesepakatan 15 agustus 1962 satu orang satu suara degan alasan orang papua masih primitif bodoh terbelakang sehingga militer indonesia memilih dan memaksahkan 1025 dipaksa untuk memilih untuk bergabung dengan indonesia dengan todogan moncong senjata.

“Kapan dimana pemerintah Indonesia membuka ruang rakyat Papua menyampaikan dukungan terhadap pemakaran Provinsi? Kapan MRP dan MRPB membuka ruang bagi rakyat papua memberikan pendapatnya untuk menyetujui pemakaran Provinsi atau menolak, justru yang terjadi selama ini rakayat Papua secara terbuka ingin menyampaikan pendapat melalui demontrasi damai ada yang ditembak, ditangkap dan disiksa.” ujarnya.

Sikap dan usul KNPB

Dengan demikian kami Komite Nasional Papua Barat KNPB menyampaikan pernyataan sebagai berikut:

Supaya membuktikan apakah rakayat Papua mendukung pemakaran Provinsi baru atau menolak, MRP, MRPB, DPRP dan DPRPB segera buka ruang atau memfasilitasi Rakyat Papua menyampaikan pendapat secara terbuka.

“Bila perlu Gubernur Papua dan Gubernur Papua Barat bersama DPR segera buka ruang demokrasi bagi rakyat Papua mengadakan referndum pemugutan suara Referendum tentang Otonomi khusus jilid II dan DOB untuk membuktikkan peryataan menkopolhukam Mahfud MD berapa suara rakyat medukung dan berapa yang menolak” usul Ones.

Gugatan MRP Buang-buang Energi

MRP disebut hanya buang-buang energi mengajukan gugatan di Mahkama Konstitusi (MK) karena pengesahan undang undang nomor 2 tahun 2021 undang undang nomor 2 tahun 2001 jelas bahwa pelaksanaan pemerintahan di Provinsi Papua ini kembali ke undang undang nomor 32 tahun 2014.

“Jadi undang undang nomor 2 tahun 2021 hanya kamfulase Jakarta karena kewenangan Pemerintah provinsi dan MRP Sudah tidak ada.”ujarnya

Dia meminta Kepada elit politik “borjuis boneka” Jakarta Yan P Mandenas, Yris Raweyai Bupati se Meepago, Bupati Se Lapago, Bupati Papua Selatan Ha Anim berhenti rekayasa mengatasnamakan rakyat Papua sebagai objek kepentingan kekuasaan

Untuk membuktikkan peryataan menkopolhukam rakyat Papua akan menyampaikan pendapat secara terbuka oleh sebab itu Kapolda Papua Matius Fakhiri dan kapolres se Papua, Kapolda Papua Barat Irjen Pol Tornagogo Sihombing dan kapolres se Papua Barat segera buka ruang untuk rakayat Papua menyamapaikan pendapat di muka umum apakah benar pernyataan menkopolhukam Mahfud Md.

“Saya ajak Rakyat Papua dari Sorong sampai Merauke siapkan diri dan moblisasi umum kita akan mendatangi setiap Kantor DPR untuk menanyakan sekalikus menyamapaikan sikap rakyat Papua secara damai dan bermartabat”tuturnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar