Bongkar Kejahatan, Kuasa Hukum: Haris Azhar Harusnya Dapat Rp100 Juta!

Selasa, 22/03/2022 07:56 WIB
Haris Azhar dan Luhut Binsar Pandjaitan. (Harian Aceh).

Haris Azhar dan Luhut Binsar Pandjaitan. (Harian Aceh).

Jakarta, law-justice.co - Tim Kuasa Hukum Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM), Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti menilai bahwa kliennya tidak seharusnya diproses hukum hingga menjadi tersangka dalam kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko marvest), Luhut Binsar Pandjaitan.

Mereka menilai seharusnya Haris dan Fatia diganjar hadiah Rp100 juta lantaran telah berusaha membongkar skandal kejahatan ekonomi yang ada di Papua.

"Pak Jokowi punya aturan mengeluarkan Perpres, orang yang mengungkap skandal suatu kejahatan ekonomi berhak untuk mendapatkan Rp100 juta reward, bukan untuk di penjara," kata kuasa hukum Haris dan Fatia, Nurkholis kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Senin (21/3).

Nurkholis mengatakan bahwa kliennya berusaha untuk mengungkap dugaan skandal ekonomi yang diduga berkaitan Luhut. Dalam hal ini, ia merujuk saat Luhut menjabat sebagai Plt Menteri ESDM.

Salah satu aturan yang mengatur pemberian penghargaan terhadap pelapor kasus tindak pidana korupsi yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2018. Dalam Pasal 17, tercantum jumlah uang yang bisa didapat oleh pelapor.

Misalnya, pada Pasal 17 ayat (1) dikatakan bahwa pelapor tindak pidana korupsi bisa mendapat premi dua persen dari jumlah kerugian keuangan negara yang dikembalikan kepada negara. Besaran premi itu paling banyak didapat Rp200 juta.

Kemudian, untuk tindak pidana suap besaran premi yang didapat adalah 2 persen dari nilai uang suap dan/atau uang dari hasil lelang barang rampasan. Premi paling banyak diberikan sebesar Rp10 juta.

Tata cara hingga prosedur teknis pemberian penghargaan itu diatur dalam bagian keempat PP tersebut.

Dalam video yang dibuat, kata dia, Haris dan Fatia telah melakukan riset dan pendalaman, sehingga seharusnya dipertimbangkan oleh kepolisian.

"Kita tahu, ada aturan surat edaran Kabareskrim sampai saat ini tidak pernah dicabut. Jika warga negara melakukan pelaporan suatu skandal ekonomi, korupsi, gratifikasi. maka itu harus didahulukan, diperiksa," jelas dia.

Dia lalu mendorong agar polisi menggunakan otoritasnya sebagai aparat penegak hukum untuk mengevaluasi tindakan penyidiknya terkait kasus itu.

Menurutnya, kasus yang dilaporkan tersebut seharusnya ditindaklanjuti oleh kepolisian.

"Jadi kita lihat, apakah kepolisian cukup berimbang, fair, tidak diskriminatif untuk memeriksa," ujar Nurkholis.

Sebagai informasi, penetapan tersangka Haris Azhar dan Fathia merupakan buntut laporan dari konten video berjudul "Ada Lord Luhut Di balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!". Video ini diunggah oleh Haris dalam akun Youtube.

Dalam percakapan di video itu, disebut bahwa PT Tobacom Del Mandiri, anak usaha Toba Sejahtera Group terlibat dalam bisnis tambang di Intan Jaya, Papua. Luhut merupakan salah satu pemegang saham di Toba Sejahtera Group.

Laporan Luhut atas dugaan pencemaran nama baik tersebut terdaftar dengan nomor STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA, pada 22 September 2021.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar