Ternyata Aturan JHT Cair 56 Tahun Pernah Jadi Polemik di 2005

Minggu, 20/02/2022 17:20 WIB
Ilustrasi kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan (Foto:Padangkita.com)

Ilustrasi kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan (Foto:Padangkita.com)

Jakarta, law-justice.co - Aturan baru Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) soal pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) jadi polemik di tengah masyarakat. Banyak yang tidak setuju dengan aturan baru pencairan JHT 100% baru bisa dilakukan bila peserta berusia 56 tahun, aturan ini dinilai merugikan para pekerja.


Kemenaker menerbitkan aturan tersebut lewat ketetapan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).

Masalah pencairan JHT seperti ini sebenarnya sudah pernah terjadi pada tahun 2015 atas terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua. Kemudian aturan tersebut dicabut karena diprotes. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sampai harus memanggil Menaker Hanif Dhakiri ke Istana karena polemik yang terjadi pada aturan JHT.

Namun, Kementerian Ketenagakerjaan saat ini menegaskan aturan JHT yang baru sudah disetujui Jokowi. Tidak ada aturan atau ketetapan yang dilanggar dalam kebijakan baru ini.

"Kalau Permenaker 2/2022 dianggap bertentangan dan melawan Pak Jokowi, pasti kantor Setkab dan kantor Kemenkumham tidak menyetujui terbitnya ini," ujar Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri di kantor Kemnaker, Rabu (16/2/2022).

Lalu seperti apa polemik soal JHT yang pernah terjadi di 2015? Kala itu PP 46/2015 ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 30 Juni 2015 dan berlaku 1 Juli 2015. Sama seperti Permenaker 2/2022 yang saat ini muncul, PP tersebut juga mensyaratkan pencairan JHT secara penuh baru bisa dilakukan saat peserta berusia 56 tahun.

"Manfaat JHT adalah berupa uang tunai yang dibayarkan apabila peserta berusia 56 tahun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap," bunyi pasal 22 ayat 1 

Dijelaskan pada ayat 4, dalam rangka mempersiapkan diri memasuki masa pensiun, pembayaran manfaat JHT dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu apabila peserta telah memiliki masa kepesertaan paling singkat 10 tahun.
"Pengambilan manfaat JHT sampai batas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling banyak 30% dari jumlah JHT, yang peruntukannya untuk kepemilikan rumah atau paling banyak 10% untuk keperluan lain sesuai persiapan memasuki masa pensiun," bunyi ayat 5.

Pengambilan manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat 5 hanya dapat dilakukan untuk 1 kali selama menjadi peserta.

Tentu saja PP 46/2015 menuai pro dan kontra dari berbagai lapisan masyarakat yang tergabung sebagai anggota BPJS Ketenagakerjaan. Sebab lazimnya, begitu seseorang berhenti kerja bisa mendapatkan haknya.

Gelombang protes muncul, kala itu sempat muncul petisi online di change.org. Gilang Mahardika menggulirkan petisi untuk membatalkan kebijakan tersebut. Petisi tersebut ditujukan kepada Presiden Jokowi dan Menteri Ketenagakerjaan yang saat itu dijabat oleh Hanif Dhakiri.


Ribuan buruh pun ikut turun ke jalan, melakukan demo menolak berlakunya PP tersebut. Sebab, sebelumnya JHT bisa dicairkan penuh setelah masa kepesertaan mencapai 5 tahun dan masa tunggu 1 bulan.

Atas polemik yang terjadi, Presiden Jokowi kala itu memanggil Menaker Hanif Dhakiri dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan ke Istana Negara. Pemanggilan ini terkait aturan baru pencairan JHT.

"Kita sudah lapor ke presiden dan saya sudah mendapat perintah dari presiden. Intinya jaminan hari tua itu presiden memerintahkan kepada kita untuk memastikan bahwa para pekerja yang terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) bisa mengambil JHT-nya itu sebulan setelah kena PHK," ujar Hanif ketika ditemui usai bertemu Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat pada 3 Juli 2015.

Menurutnya, para peserta BPJS Ketenagakerjaan yang sudah terdaftar dan terkena PHK bisa mencairkan JHT dengan jangka waktu satu bulan. Pencairan JHT-nya tidak perlu harus menunggu 10 tahun atau bahkan sampai usia 56 tahun.

"Konsekuensinya akan ada revisi terhadap PP (Peraturan Pemerintah) ini," kata Hanif.

Akhirnya pemerintah menuntaskan janjinya dengan merevisi PP 46/2015 sehingga peserta BPJS Ketenagakerjaan bisa mencairkan JHT jika tak lagi bekerja, tak perlu menunggu usia 56 tahun.

"Alhamdulillah sudah selesai. Dilakukan revisi menjadi PP No. 60 tahun 2015. Ditindaklanjuti oleh Permen No. 19 Tahun 2015 Tentang tata cara dan persyaratan pembayaran JHT," kata Hanif Dhakiri saat jumpa pers di Kementerian Ketenagakerjaan, Jl. Gatot Subroto, Jakarta Timur pada 20 Agustus 2015.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar