Forum Komunikasi Pesantren Protes Menag Yaqut

Jum'at, 31/12/2021 17:25 WIB
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (ist)

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (ist)

Jakarta, law-justice.co - Menteri Agama atau Menag Yaqut Cholil Qoumas diprotes oleh anggota Forum Komunikasi Pesantren Muadalah (FKPM), Ahmadie Thaha. Dia menilai pengukuhan sembilan orang ulama sebagai Majelis Masyayikh oleh Yaqut cacat hukum dan harus dibatalkan.

"Apa yang dikatakan Menag tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Bahkan keputusan pengukuhan Menag itu cacat hukum, dan harus dibatalkan," kata Ahmadie dalam keterangan resminya, Jumat (31/12).

Majelis Masyayikh dibentuk sebagai instrumen Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren. Hal itu tertuang dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren.

Ahmadie mengatakan dalam pasal 75 Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2020 menyebut Menteri Agama hanya bertugas menetapkan Majelis Masyayikh. Sementara proses pemilihan bakal calon anggota Majelis Masyayikh sepenuhnya merupakan kewenangan Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA).

Pengasuh pesantren Manbaul Ulum Cirebon itu menuding Yaqut yang langsung memilih sendiri nama-nama anggota Majelis Masyayikh.

Ia menilai kesembilan nama dalam Majelis Masayikh juga hanya berasal dari kelompok atau unsur pesantren salafiyah. Menurutnya, Yaqut menafikan keberadaan wakil dari pesantren khalafiyah atau modern dan FKPM.

"Bagaimana mungkin pemerintah menafikan keberadaan pesantren muadalah dengan tidak diberi wakil untuk duduk di Majelis Masyayikh?" kata Ahmadie.

Terpisah, salah seorang anggota Tim AHWA, Ahmad Taufiq A. Rahman menuding Yaqut telah melampaui kewenangan dengan `memilih` langsung sembilan orang dari 21 nama calon anggota Majelis Masyayikh pilihan AHWA.

"Betul, Menag yang memilih kesembilan nama itu, lalu menetapkan dan mengukuhkan mereka sebagai Majelis Masyayikh," kata Ahmad.

"Saya sangat kecewa dengan keputusan Menag yang mencoret sebagian besar nama yang kami sampaikan untuk dikukuhkan," ujarnya.

Sementara anggota Tim AHWA lainnya, Agus Budiman mengatakan pihaknya berhasil menyeleksi 22 nama sebagai calon tetap Majelis Masyayikh. Karena terdapat seorang calon yang menyatakan tak bersedia, akhirnya Tim AHWA menetapkan 21 nama.

Sesuai peraturan, 21 nama itu disampaikan AHWA kepada Menag. Kemudian Menag menetapkan calon yang diajukan AHWA tersebut sebagai anggota Majelis Masyayikh dengan jumlah minimal 9 orang hingga maksimal 17 orang.

"Namun, Menag bukannya menetapkan nama-nama calon yang disampaikan Tim AHWA, tapi malah memilih hanya sembilan nama," kata Agus.

Menurut Agus, sebetulnya Tim AHWA melalui musyawarah mufakat telah sepakat memutuskan agar jumlah anggota Majelis Masyayikh diambil maksimal yaitu 17 orang.

Alasannya, karena Majelis Masyayikh ini pertama kali dibentuk. Mereka harus bekerja ekstra dalam menata organisasi dan membuat peraturan terkait penjaminan mutu pesantren.

Agus juga menilai Yaqut dalam keputusannya menabrak prinsip proporsionalitas yang diamanatkan peraturan perundang-undangan.

"Menag telah bertindak sektarian. Ini sungguh absurd dan keputusan sembrono," ujarnya.

Sebelumnya, Yaqut mengukuhkan sembilan orang anggota Majelis Masayikh. Kesembilan orang itu di antaranya Pengasuh Pesantren Darul Quran, Yusuf Mansur; pengasuh pesantren Al-Anwar, Rembang, Jawa Tengah, Abdul Ghofur Maimoen.

Kemudian pengasuh Pesantren Miftahul Huda, Tasikmalaya, Jawa Barat, Azis Afandi; pengasuh Pesantren Maslakul Huda, Pati, Jawa Tengah, Abdul Ghoffarrozin; pengasuh pesantren Salafiyah Syafi`iyah, Situbondo, Jawa Timur Muhyiddin Khotib.

Lalu pengasuh Pesantren Mahyal Ulum Al-Aziziyah, Aceh, Tgk. Faisal Ali; pengasuh Pesantren Mahasina Darul Quran wal Hadits, Bekasi, Jawa Barat, Badriyah Fayumi; pengasuh Pesantren Annuqoyah, Sumenep, Jawa Timur Abd. A`la Basyir, serta pengasuh Pesantren IMMIM Putri, Pangkep, Sulawesi Selatan, Amrah Kasim.

Yaqut mengatakan Majelis Masyayikh merupakan bentuk dari rekognisi negara terhadap kekhasan pendidikan pesantren. Ia mengatakan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren telah mengamanatkan terbentuknya Majelis Masyayikh.

"Sebagai instrumen penting guna mewujudkan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Pesantren. Kalau di PT [perguruan tinggi] itu setara dengan BAN PT," kata Yaqut yang disiarkan di kanal Youtube Kemenag RI, Kamis (30/12).

Yaqut menyebut Majelis Masyayikh sebagai lembaga mandiri dan independen. Keanggotaan mereka berasal dari dewan Masyayikh. Mekanisme pemilihan Majelis ini dilakukan oleh mekanisme Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) yang berasal dari unsur pemerintah, asosiasi pesantren berskala nasional.

"Proses panjang telah dilakukan untuk dapat menetapkan anggota Majelis Masyayikh, dimulai dari pembentukan AHWA, penjaringan calon, sampai akhirnya mereka yang dipilih berdasarkan rumpun ilmu agama Islam," kata Yaqut.

"Semoga Majelis Masyayikh yang terpilih untuk dapat membawa pendidikan pesantren menjadi makin unggul dalam menjawab tantangan zaman," ujarnya

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar