BPOM Bongkar Ada BKO Berbahaya dalam Obat Covid Tradisional China ini

Minggu, 17/10/2021 18:20 WIB
Obat tradisional China Lianhua Qingwen (bukalapak)

Obat tradisional China Lianhua Qingwen (bukalapak)

Jakarta, law-justice.co - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia mencatat masih terdapat produk obat tradisional, suplemen kesehatan dan kosmetika yang mengandung bahan kimia obat (BKO) atau bahan dilarang yang berbahaya bagi kesehatan.


Berdasarkan hasil sampling dan pengujian yang dilakukan selama periode Juli 2020 hingga September 2021, Badan POM menemukan sebanyak 53 item produk obat tradisional, 1 item suplemen kesehatan mengandung BKO serta 18 item produk kosmetika mengandung bahan berbahaya.

Badan POM menemukan kecenderungan baru temuan BKO pada produk obat tradisional. BKO tersebut adalah efedrin dan pseudoefedrin. Obat tradisional yang mengandung efedrin dan pseudoefedrin berisiko dapat menimbulkan gangguan kesehatan, yaitu pusing, sakit kepala, mual, gugup, tremor, kehilangan nafsu makan, iritasi lambung, reaksi alergi ruam, gatal, kesulitan bernapas, sesak di dada, pembengkakan di mulut, bibir dan wajah, atau kesulitan buang air kecil.

"Modus penambahan BKO berupa efedrin dan pseudoefedrin ini dapat digunakan secara tidak tepat dalam penyembuhan Covid-19", kata Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik Badan POM, Reri Indriani dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (17/10/2021).

Efedrin dan pseudoefedrin selain berupa senyawa sintetis, juga terdapat secara alami pada tanaman, yaitu merupakan bahan aktif dari tanaman Ephedra sinica atau Ma Huang, yang lazim ditemukan pada Traditional Chinese Medicine (TCM), termasuk Lianhua Qingwen Capsules (LQC) tanpa izin edar.

Penggunaan Ephedra sinica pada obat tradisional digunakan secara tidak tepat dalam pencegahan dan penyembuhan COVID-19. Ephedra sinica merupakan salah satu bahan dilarang dalam Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan sesuai Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, serta Peraturan Badan POM Nomor 11 tahun 2020 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Suplemen Kesehatan.

Berdasarkan hasil kajian yang melibatkan para ahli dan beberapa asosiasi profesi kesehatan, produk obat tradisional yang mengandung Ephedra sinica tersebut tidak menahan laju keparahan, tidak menurunkan angka kematian dan tidak mempercepat konversi swab test menjadi negatif. Penggunaan Efedra malah dapat membahayakan kesehatan, yaitu mempengaruhi sistem kardiovaskuler, bahkan dapat menyebabkan kematian.

Di samping kedua jenis BKO tersebut, juga ditemukan BKO seperti temuan di tahun-tahun sebelumnya, antara lain Sildenafil Sitrat dan turunannya, tadalafil, deksametason, fenilbutason, alopurinol, prednison, parasetamol, ssetosal, natrium diklofenak, furosemid, sibutramin HCl, siproheptadin HCl, dan tramadol.

Selain temuan obat tradisional tersebut, temuan terhadap kosmetika juga menjadi perhatian Badan POM karena berbahaya terhadap kesehatan. Reri melanjutkan, untuk produk kosmetika, temuan bahan dilarang/bahan berbahaya didominasi oleh Hidrokinon dan pewarna dilarang, yaitu Merah K3 dan Merah K10.

"Penggunaan kosmetika yang mengandung Hidrokinon dapat menimbulkan iritasi kulit, kulit menjadi merah dan rasa terbakar, serta ochronosis (kulit berwarna kehitaman). Pewarna Merah K3 dan Merah K10 merupakan bahan yang berisiko menyebabkan kanker (bersifat karsinogenik)", lanjut Reri.

Badan POM juga menindaklanjuti temuan berdasarkan laporan beberapa otoritas pengawas obat dan makanan negara lain. Berdasarkan laporan tersebut, diketahui sebanyak 202 obat tradisional dan suplemen kesehatan mengandung BKO dan sebanyak 97 kosmetika mengandung bahan dilarang/bahan berbahaya.

Total temuan obat tradisional dan suplemen kesehatan ilegal dan/atau mengandung BKO yang ditemukan pada 3.382 fasilitas produksi dan distribusi obat tradisional dan suplemen kesehatan, memiliki nilai keekonomian sebesar Rp 21,5 miliar sedangkan nilai keekonomian temuan kosmetika ilegal dan/atau mengandung bahan dilarang/berbahaya adalah sebesar Rp 42 miliar berdasarkan pemeriksaan pada 4.862 fasilitas produksi dan distribusi kosmetika.

Badan POM kembali menegaskan agar pelaku usaha menjalankan usahanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

"Masyarakat juga diimbau agar lebih waspada, serta tidak menggunakan produk-produk sebagaimana yang tercantum dalam lampiran public warning ini ataupun yang sudah pernah diumumkan dalam public warning sebelumnya," katanya,

Masyarakat juga diimbau untuk mengecek kemasan, label, izin edar, dan kedaluwarsa sebelum membeli atau menggunakan obat tradisional, suplemen kesehatan, dan kosmetika.

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar