Pertikaian Antar Faksi di Taliban & Masa Depan Suram Afghanistan

Sabtu, 25/09/2021 00:48 WIB
 Pendiri Taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar. (Karim Jaafar/AFP)

Pendiri Taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar. (Karim Jaafar/AFP)

Kabul, law-justice.co - Sejumlah media internasional melaporkan adanya perpecahan di antara para pimpinan Taliban, yang memicu pertanyaan terkait persatuan di dalam kelompok yang mengambil alih pemerintahan Afghanistan.

Keraguan publik terkait persatuan kelompok ini menguat awal bulan ini, ketika wakil perdana menteri, Mullah Abdul Ghani Baradar, nampaknya menghilang dari hadapan publik. Lalu muncul laporan dia terbunuh.

Ketika Mullah Baradar muncul kembali, dia muncul melalui pernyataan video yang telah direkam sebelumnya. Baradar, yang membaca dalam pernyataannya, mengatakan dia menghilang dari hadapan publik karena melakukan perjalanan, dan dia mengatakan internal Taliban saling mengasihi, lebih dari keluarga.

Untuk menghilangkan kecurigaan terkait kematian atau adanya luka yang dialaminya, Baradar difoto saat menghadiri pertemuan dengan pejabat PBB pada Senin. Namun, sumber-sumber diplomatik dan politik mengungkapkan kepada Al Jazeera, perpecahan di antara para pemimpin Taliban sangat nyata. Sumber-sumber ini menambahkan, jika perpecahan ini terus berlangsung, rakyat Afghanistan yang bakal merasakan dampaknya.

Seorang penulis dan wartawan yang beberapa tahun meliput Taliban mengatakan, perpecahan merupakan buah dari pemisahan politik-militer. Pihak garis keras merasa mereka paling berjasa selama 20 tahun pertempuran.

Seorang sumber politik yang memiliki hubungan panjang dengan petinggi Taliban setuju dengan pernyataan dari penulis dan wartawan tersebut. Dia mengatakan dampak perpecahan meluas dari markas kekuasaan ke jalan-jalan, di mana pejuang Taliban telah menuju ke kota-kota besar dan memaksa merampas harta benda mantan pejabat pemerintah sebelumnya dan keluarga mereka.

“Saat ini, yang mereka pedulikan hanya mengambil mobil dan rumah orang-orang,” ujarnya, dikutip dari Al Jazeera, Kamis (23/9). Beberapa keluarga mantan pejabat mengatakan kepada Al Jazeera, pejuang Taliban berusaha menyita harta mereka seperti rumah yang mereka sewa dan mobil pribadi mereka.

Padahal dua hari setelah Taliban mengambil alih kekuasaan, Wakil Menteri Informasi dan Kebudayaan Afghanistan, Zabihullah Mujahid, yang juga juru bicara Taliban, mengatakan pihaknya telah menginstruksikan pejuang Taliban jangan memasuki rumah siapapun baik warga sipil maupun militer.

Dalam konferensi pers pada 17 Agustus, Mujahid juga mengatakan, “Ada perbedaan besar antara kita dengan pemerintahan sebelumnya.”

Namun demikian, mereka yang akrab dengan situasi tersebut, para pemimpin Taliban saat ini menghadapi persoalan faksi-faksi, sama dengan pemerintahan mantan Presiden Ashraf Ghani, yang kabur dari Afghanistan pada hari ketika Taliban merebut Kabul.

Sumber-sumber mengungkapkan kepada Al Jazeera, seperti pemerintahan Afghanistan lainnya, perpecahan di antara pimpinan Taliban berkaitan dengan hal personal. Tidak seperti pemerintahan Afghanistan sebelumnya, Taliban tidak hanya memiliki anggota yang sangat ambisius atau pandangan politik yang berlawanan, tapi perpecahan mereka jauh lebih fundamental.

Saat ini, Taliban, kata sumber tersebut, terdiri dari pejuang yang masih menunggu rampasan perang versus politikus yang ingin meredakan ketakutan rakyat Afghanistan dan komunitas internasional.

Faksi-faksi di Taliban yang Bertikai

Beberapa negara secara terbuka menyatakan ketidakinginannya untuk menerima pemerintahan Taliban di Afghanistan, dan lima anggota permanen Dewan Keamanan PBB pada Rabu meminta Taliban agar lebih inklusif.

Afghanistan menghadapi krisis likuiditas karena negara itu terputus dari organisasi keuangan internasional, sementara Amerika Serikat membekukan lebih dari USD 9 miliar dana setelah Taliban mengambil alih negara itu.

Wartawan tersebut, yang menolak disebutkan namanya karena alasan keamanan, mengatakan para pemimpin seperti Mullah Muhammad Yaqoob, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan merupakan putra pendiri Taliban, Mullah Muhammad Omar, adalah salah satu tokoh yang mewakili kelompok garis keras, faksi Taliban yang fokus pada militer.

Pimpinan lainnya, seperti Baradar dan Sher Muhammad Abbas Stanikzai, Wakil Menteri Luar Negeri, mewakili faksi berpikiran politis yang ingin menciptakan negara yang lebih inklusif.

Hal lain yang diperdebatkan kedua faksi adalah peran tetangga regional – Pakistan dan Iran – yang telah lama dituduh mendukung Taliban selama pemberontakan bersenjata 20 tahun.

Banyak pemimpin faksi garis keras, yang ditangkap Pakistan, mencurigai Islamabad. Beberapa dari mereka malah lebih condong ke Iran.

Kecurigaan terhadap Pakistan meningkat ketika kepala badan intelijen Pakistan, Inter-Services Intelligence (ISI), mengunjungi Kabul sebelum pengumuman kabinet Taliban. Wartawan tersebut mengatakan, Jenderal Faiz Hameed menyerukan pemerintahan yang lebih inklusif, yang memberikan ruang bagi Muslim Syiah dan perempuan, tapi para faksi garis keras yang telah mencurigai Islamabad, menolak permintaan tersebut.

Ketika Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan juga menyerukan pemerintahan yang inklusif, seorang pemimpin Taliban, Mohammad Mobeen, mengkritik Imran Khan melalui wawancara televisi nasional, mengatakan kelompoknya tidak memberikan siapapun hak untuk menyerukan pemerintahan inklusif, dan Afghanistan berhak “untuk memiliki sistem kami sendiri”.

Selama berminggu-minggu, Taliban mendekati mantan pejabat seperti mantan Presiden Hamid Karzai, mantan Kepala Eksekutif Abdullah Abdullah dan Gul Agha Sherzai, yang menjabat sebagai gubernur Provinsi Nangarhar dan Kandahar.

Pada saat itu, banyak orang Afghanistan berasumsi para tokoh ini akan dimasukkan dalam pemerintahan inklusif. Namun, seorang mantan diplomat mengatakan, faksi garis keras telah mengatakan sejak awal bahwa siapa pun yang menghabiskan "bahkan sehari" di pemerintahan sebelumnya tidak akan diberikan kursi di pemerintahan baru yang dijalankan Taliban.

Artinya, hanya jajaran Taliban yang dipilih untuk menduduki jabatan di berbagai kementerian dan direktorat.

Bagi dunia luar, pemerintah saat ini, yang disebut Taliban sebagai "sementara", sama sekali tidak inklusif. Namun, bagi orang-orang yang akrab dengan masalah ini, bahkan dengan semua mullah dan cendekiawan lain yang ditunjuk sebagai pejabat menteri dan direktur, struktur saat ini sebenarnya sangat akomodatif terhadap berbagai faksi di dalam Taliban. Dalam penampilannya di televisi, Mobeen juga mengatakan pemerintahan saat ini sangat inklusif.

“Ini memang yang terbaik. Pemerintah tidak akan menjadi lebih inklusif,” kata wartawan tersebut terkait kurangnya keragaman etnis atau keterlibatan tokoh demokrat atau teknokrat dalam pemerintahan.

Pejabat yang dipilih termasuk tokoh-tokoh dari Panjshir dan Baghlan. Panjshir adalah rumah bagi Front Perlawanan Nasional (NRF), yang meluncurkan satu-satunya upaya skala besar untuk mencoba dan mencegah Taliban mengambil alih Afghanistan. Baghlan juga menjadi kantong perlawanan anti-Taliban di beberapa distrik selama sebulan terakhir.

Taliban berhati-hati dalam menunjuk pejabat untuk mengisi tiga dari pos baru akan diberikan kepada penduduk Panjshir, Baghlan dan Sar-e Pol, provinsi dengan populasi Tajik dan Uzbekistan yang cukup besar. Meskipun kelompok tersebut telah memberi ruang bagi orang Tajik, Uzbekistan, dan Turkmenistan, masih belum ada Syiah, Hazara, atau kelompok minoritas lainnya dalam pemerintahan mereka.

Kekuatan sebenarnya, kata sumber tersebut, terletak di antara syura rahasia (badan penasihat) di Kandahar, di mana kelompok itu mengklaim pemimpin mereka saat ini, Hibutallah Akhunzada, bermarkas. Lingkaran ini dipandang sebagai pengambil keputusan nyata di Afghanistan ke depan.

“Pemerintah tidak memiliki kekuatan,” kata wartawan tersebut. Beberapa pemimpin Taliban tampaknya kecewa dengan posisi mereka dalam pemerintahan baru.

Sumber-sumber diplomatik dan politik mengatakan berdasarkan tindakan mereka saat ini di jalan-jalan Kabul, ada kekhawatiran bahwa perselisihan regional dan personal para pimpinan Taliban akan menyebabkan pertempuran atau pertikaian di ibu kota dan provinsi lainnya.

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar