MKD DPR Tak Proses Azis Syamsuddin, Formappi: Konyol!

Senin, 06/09/2021 16:11 WIB
Peneliti Formappi Lucius Karus (Pontas)

Peneliti Formappi Lucius Karus (Pontas)

Jakarta, law-justice.co - Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin disebutkan lewat surat dakwaan memberi uang Rp 3 miliar ke AKP Robin. Menanggapi hal itu, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menganggap konyol lantaran MKD DPR tak kunjung memproses politikus Golkar itu.

"Saya kira sih ini ngeles paling konyol ya. Bagaimana bisa MKD bergantung pada proses hukum, padahal sudah jelas MKD punya Tata Beracara sendiri," ujar peneliti Formappi, Lucius Karus, saat dihubungi, Senin (6/9/2021).

Menurutnya, dengan Tata Beracara yang dibuat untuk kepentingan penyelidikan, MKD tak punya alasan menunggu pengungkapan di Pengadilan. Tata Beracara itu sudah mengatur bagaimana MKD menggali keterangan, mendapatkan bukti, dan lain-lain

"Kalau bergantung pada proses pengadilan, apa pentingnya MKD? Masa mereka duduk manis, menunggu kerja penegak hukum dan di ujung tinggal buat keputusan?" ucapnya.

Lebih lanjut, Lucius mengaku heran juga lantaran MKD tidak kunjung bergerak padahal dalam surat dakwaan Jaksa KPK sudah diungkap adanya keterlibatan Azis Syamsuddin dalam kasus AKP Robin. Tak hanya itu, KPK bahkan sudah mencekal Azis Syamsuddin ke luar negeri.

Dia mendesak agar MKD mulai menyelidik Azis Syamsuddin. Menurutnya, MKD bisa mulai memproses etik terhadap Azis Syamsuddin.

"Semua itu kan bagian dari data yang harusnya menjadi bahan MKD untuk mulai bekerja menyelidiki AS. Di periode lalu sering diproses oleh MKD beriringan dengan proses hukumnya. Jadi ngga perlu saling menunggu. Toh ranah penyelidikan MKD dan proses hukum itu berbeda. Satunya proses hukum, lainnya proses etik," terangnya.

Lucius menegaskan sedari awal memang MKD tampak enggan meindaklanjuti Azis Syamsuddin. Dia beranggapan MKD menunjukan gelagat kesengajaan untuk tidak kunjung memproses etik Azis Syamsuddin.

"Gelagat MKD nampaknya memang sesuatu yang disengaja. Sesuatu yang mungkin perlu diselidiki juga. Jangan-jangan keengganan mereka adalah bagian lain dari pelanggaran etik ketika mereka justru melindungi pelaku pelanggar kode etik. Dengan memperlambat proses etik sesungguhnya misi keberadaan MKD sendiri sudah gagal dijalankan. MKD selaku penegak etika di parlemen justru terlihat melindungi pelaku pelanggaran," pungkasnya.

 

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar