Penyitaan Saham di Kasus Jiwasraya, Kejagung Digugat Perusahaan Panama

Senin, 23/08/2021 12:20 WIB
Jiwasraya (Gesuri)

Jiwasraya (Gesuri)

Jakarta, law-justice.co - Sebuah perusahaan asal Panama, Shining Shipping SA, menggugat Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait penyitaan 51 persen saham PT Trada Alam Minera Tbk pada PT Hanochem Shipping.

Penyitaan itu dilakukan karena Komisaris Utama (Komut) PT Trada Alam Minera Tbk, Heru Hidayat, menjadi terdakwa di kasus Jiwasraya.

Shining Shipping SA yang mengaku tidak tahu apa-apa kaget dengan penyitaan itu. Gugatan pun dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, Senin (23/8/2021), gugatan itu mengantongi nomor 199/G/2021/PTUN.JKT.

Berikut materi gugatan Shining Shipping SA:

1. Menerima dan mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya

2. Menyatakan batal atau tidak sah Surat Perintah Penyitaan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus No Print 141/F.2/Fd.2/05/2021 tanggal 20 Mei 2021 sebagaimana dinyatakan dalam Berita Acara Penyitaan tanggal 24 Mei 2021 dan Berita Acara Penyitaan tanggal 24 Mei 2021 mengenai penyitaan terhadap 51PERSEN saham PT Trada Alam Minera Tbk pada PT Hanochem Shipping

3. Memerintahkan Tergugat untuk mencabut Surat Perintah Penyitaan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus No Print 141/F.2/Fd.2/05/2021 tanggal 20 Mei 2021 sebagaimana dinyatakan dalam Berita Acara Penyitaan tanggal 24 Mei 2021 dan Berita Acara Penyitaan tanggal 24 Mei 2021 mengenai penyitaan terhadap 51 PERSEN saham PT Trada Alam Minera Tbk pada PT Hanochem Shipping.

4. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.

Sebagaimana diketahui, kasus bermula saat Jiwasraya membuat produk saving plan. Produk ini menggiurkan masyarakat sehingga Jiwasraya bisa menghimpun uang triliunan rupiah dari masyarakat.

Uang itu kemudian diputar oleh Jiwasraya untuk berbagai macam jenis investasi. Belakangan, terjadi keterlambatan bayar jatuh tempo ke nasabah.

Di sisi lain, Kejaksaan mengusut pidana korupsi di kasus itu. Ratusan barang disita Kejagung, termasuk saham milik PT Trada Alam Minera Tbk di Hanochem Shipping. Akhirnya, enam orang dituntut penjara seumur hidup atas kasus korupsi Rp 10 triliun lebih.

Berikut ini hukuman yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta:

1. Mantan Dirut Jiwasraya,Hendrisman Rahim dari penjara seumur hidup menjadi 20 tahun penjara.
2. Mantan Direktur Keuangan Jiwasraya, Hary Prasetyo, dari penjara seumur hidup menjadi 20 tahun penjara.
3. Mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan AJS Syahmirwan dari penjara seumur hidup menjadi 18 tahun penjara.
4. Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto, dari seumur hidup menjadi 18 tahun penjara.
5. Benny Tjokro tetap dihukum penjara seumur hidup.
6. Heru Hidayat tetap dihukum penjara seumur hidup.

Selain itu, Kejaksaan Agung juga mendakwa 13 manajer investasi terkait kasus Jiwasraya. Mereka adalah:

1. PT Dhanawibawa Manajemen Investasi (saat ini menjadi PT PAN Arcadia Capital)
2. PT OSO Management Investasi
3. PT Pinnacle Persada Investama
4. PT Millennium Capital Management (MCM)
5. PT Prospera Asset Management
6. PT MNC Asset Management (MAM)
7. PT Maybank Asset Management
8. PT GAP CAPITAL
9. PT Jasa Capital Asset Management
10. PT Pool Advista Aset Manajemen
11. PT Corfina Capital
12. PT Treasure Fund Investama
13. PT Sinarmas Asset Management

Awalnya, PN Jakpus membatalkan dakwaan itu karena 13 orang didakwa dalam satu berkas sehingga membuat hakim kebingungan untuk menilainya. Jaksa langsung buru-buru membuat dakwaan baru dengan satu terdakwa satu dakwaan.

"Kami penuntut umum pada Kejari Jakarta Pusat pada hari ini, Jumat, 20 Agustus 2021, telah melimpahkan berkas perkara 13 terdakwa korporasi manajer investasi ke Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat," kata Kajari Jakpus Bima Suprayoga dalam konferensi pers virtual, Jumat (20/8).

Bima mengatakan sejatinya penggabungan perkara dalam surat dakwaan seperti yang awalnya dilakukan JPU telah sesuai dengan ketentuan Pasal 141 huruf c KUHP dan kewenangan penggabungan merupakan kewenangan penuntut umum, bukan kewenangan pengadilan.

Namun penuntut umum berdasarkan pertimbangan kepastian hukum dan tidak berlarut-larutnya penyelesaian perkara, maka penuntut umum mengupayakan pelimpahan perkara secepat mungkin meskipun jaksa penuntut belum menerima salinan lengkap putusan sela.

"Hal tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada adagium justice delayed is justice denied, keadilan yang tertunda adalah ketidakadilan itu sendiri. Selain itu, upaya perlawanan, menurut penuntut umum, tidak diperlukan lagi karena mempertimbangkan bahwa upaya perlawanan pada hakikatnya hanya mempertentangkan masalah administratif formil, bukan mempermasalahkan substansi atau pokok perkaranya," kata Bima.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar