PDIP dan MKD Didesak Telusuri Dugaan Pelanggaran Etik Arteria Dahlan

Jum'at, 13/08/2021 14:41 WIB
Ilustrasi Palu Pengadilan (Foto: Istimewa)

Ilustrasi Palu Pengadilan (Foto: Istimewa)

law-justice.co - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Prof Asep Warlan Yusuf, mendesak agar PDI-Perjuangan dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI untuk segera menindaklanjuti dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Anggota Komisi III Fraksi PDI-Perjuangan DPR RI Arteria Dahlan pada perkara pengeroyokan tenaga kesehatan (Nakes) di Bandar Lampung.

"Apa yang menjadi dugaan pelanggaran etik oleh Arteria Dahlan seyogyanya harus segera ditindaklanjuti oleh MKD dan PDI-Perjuangan. Walau secara pribadi saya merasa pesimis akan ada tindak lanjutnya," desak Asep kepada wartawan, Jumat (13/08/2021).

Menurutnya, tindakan Arteri Dahlan yang membela pelaku pengeroyokan Nakes di Bandar Lampung, dengan pernyataan yang terkesan mengintervensi pokok perkara.

Lebih tepatnya disebut sebagai tindakan kuasa hukum dari pihak pelaku pengeroyokan, dan tidak mencerminkan tindakan dari seorang wakil rakyat.

"Apa yang Arteria Dahlan katakan, terkait pasal dan ancamannya yang ingin menuntut melaporkan balik terhadap pihak-pihak yang terkait dengan dugaan keterangan palsu. Itu sudah mencerminkan tindakan seorang pengacara, bukan lagi seorang Anggota DPR," ungkapnya.

Selain itu, terhadap keputusan Arteria Dahlan yang membela pelaku pengeroyokan tersebut. Asep Warlan Yusuf, menilainya sebagai sikap seorang Anggota DPR atau petugas partai yang tidak memiliki empati kepada korban pengeroyokan.

"Jadi perlu ditegaskan, jika PDI-Perjuangan dan MKD DPR tidak ingin disebut disfungsi. Maka dugaan pelanggaran etik oleh Arteria Dahlan ini harus ditindaklanjuti, dimana hati seorang wakil rakyat ketika memilih membela pelaku pengeroyokan ketimbang korban. Apakah begitu karakter pejabat dari PDI-Perjuangan? dimana empatinya?," tegasnya.

Hal itu diungkapkannya, mengingat saat ini partai politik di Indonesia dianggap sudah tidak memiliki fungsi pengawasan ke dalam internalnya sendiri. Begitu juga halnya dengan MKD DPR yang sering kali menjadikan tata acara menunggu pengaduan atau laporan resmi, sebagai alasan untuk menindaklanjuti sebuah pelanggaran.

Sementara pelanggaran yang diperbuat oleh seorang petugas partai dan wakil rakyat, jelas merupakan yang menciderai nama dari kedua lembaga tersebut.

Seperti halnya DPR, tindakan pengawasan yang lemah dari MKD diyakini menjadi penyebab hilangnya kepercayaan rakyat terhadap DPR saat ini.

"Katakanlah peneguran dari partai terhadap Arteria, seyogyanya itu harus. Selanjutnya MKD bagaimana? harus menunggu ada yang melaporkan?. Inilah salah satu penyebab hilangnya kepercayaan rakyat terhadap DPR. Karena kesannya di mata rakyat partai politik dan MKD DPR saat ini sudah disorientasi," tandasnya.

(Givary Apriman Z\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar