Vaksin Covid yang Dirintis Eks Menkes Terawan Ini Ternyata Lebih Aman

Kamis, 18/02/2021 14:38 WIB
Vaksin Nusantara yang dirintis oleh eks Menkes Terawan Agus Putranto ternyata lebih aman dan personal (Tirto)

Vaksin Nusantara yang dirintis oleh eks Menkes Terawan Agus Putranto ternyata lebih aman dan personal (Tirto)

Jakarta, law-justice.co - Tim Peneliti di Laboratorium RSUP Kariadi Semarang, Jawa Tengah mengembangkan sebuah temuan vaksin Covid-19 yang bernama vaksin Nusantara. Pengembangan ini dilakukan setelah melewati persiapan selama beberapa bulan, dan dimulai sejak Desember 2020. Kabar baiknya, vaksin ini sudah selesai uji klinis tahap I pada akhir Januari 2021.

Bahkan saat ini, pengembangan vaksin ini telah memasuki tahapan uji klinis fase II yang sudah berjalan mulai Februari 2021. Dosen dan tim peneliti, Dr. Yetty Movieta Nency SPAK mengatakan temuan vaksin tersebut menggunakan metode berbasis sel dendritik autolog yang bersifat personal.

Sel dendritik autolog sendiri merupakan komponen dari sel darah putih yang dimiliki setiap orang lalu dipaparkan dengan antigen protein S dari SARS-COV-2. Kemudian, sel dendritik yang telah mengenal antigen akan diinjeksikan ke dalam tubuh kembali. Di dalam tubuh, sel dendritik tersebut akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap SARS COV-2.

"Posedurnya dari subyek itu kita ambil sel darah putih kemudian kita ambil sel dendritik. Lalu di dalam laboratorium dikenalkan dengan rekombinan dari SARS-COV-2. Sel dendritik bisa mengantisipasi virus lalu disuntikkan kembali. Komponen virus tidak akan masuk lagi ke tubuh manusia karena sel dendritik yang sudah pintar tadi," ujarnya di RSUP Kariadi Semarang, Rabu (17/2/2021).

Ia menjelaskan, kelebihan dari Vaksin Nusantara ini selain aman karena melewati tahapan yang ketat dan panjang, juga bersifat personal. "Aman karena memakai darah pasien sendiri dan memicu tubuh sendiri untuk menimbulkan kekebalan. Jadi Insya Allah halal karena tidak mengandung komponen lain seperti benda-benda atau binatang. Harganya juga murah diperkirakan sekitar 10 USD atau di bawah Rp 200.000 setara dengan harga vaksin-vaksin lainnya," ucapnya.

Kelebihan lainnya, sel dendritik bersifat personal karena baru diproses setelah diambil dari masing-masing orang yang akan divaksin. Hal itu dapat menghemat produksi massal yang berpotensi adanya stok sisa dan terbuang.

"Jadi pasien yang memang membutuhkan, baru dibuat maka akan menghindari adanya bahan-bahan dan stok yang tidak terpakai," katanya.

Selain itu, pengelolaan vaksin dinilai cukup sederhana dan efisien karena dapat memotong biaya penyimpanan dan pengiriman. "Karena kan mahal sekali, vaksin harus ada cooler box kalau dipindahkan ke tempat lain harus diatur suhunya, peralatannya mahal jadi yang bisa dipotong alur-alur seperti itu sehingga pemberian vaksin personalize ketika ada pasien yang mau vaksin baru diambil darahnya kemudian diolah itu menjadi efisien," ujarnya.

Ia mengungkapkan, vaksin Nusantara bisa menjadi alternatif bagi pasien yang tidak masuk kriteria vaksinasi selama ini. "Salah satu alternatif untuk orang-orang yang tidak bisa masuk kriteria vaksin karena banyak dengan penyakit berat. Misalnya kanker, dengan dendritik dimungkinkan bisa vaksin," lanjutnya.

Vaksin Nusantara rencananya akan diproduksi massal dari sel dendritik yang sudah diambil. "Targetnya produksi massal sekitar jutaan dosis, sebanyak-banyaknya. Tapi yang penting lolos uji dulu. Untuk itu, mohon support dan doanya," tambahnya.

Menurutnya, bahan baku pengolahan Vaksin Nusantara cukup mudah dan bisa dikirim ke beberapa fasilitas kesehatan. "Kita harapkan metode ini bisa di-share ke beberapa tempat di Indonesia supaya bisa dibuat juga," ungkapnya.

Proses pengambilan sampel dendritik hingga menjadi vaksin, membutuhkan waktu sekitar seminggu. Pemrakarsa pembuatan Vaksin Nusantara yakni mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto. Sementara, pengembangannya dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Diponegoro ( Undip) dan RSUP Kariadi Semarang. Selain itu, bekerja sama dengan AIVITA Biomedical asal Amerika Serikat dalam penyediaan reagen.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar