SBY Disebut Jadi Sutradara dalam Kasus Kudeta AHY, Ini Tujuannya

Rabu, 10/02/2021 20:17 WIB
Mantan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disebut sebagai sutradara dari wacana kudeta AHY dari Ketum Demokrat (merahputih)

Mantan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disebut sebagai sutradara dari wacana kudeta AHY dari Ketum Demokrat (merahputih)

Jakarta, law-justice.co - Wacana kudeta kursi kepemimpinan Partai Demokrat dari tangan Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY terungkap ke publik beberapa waktu lalu. Hal itu bermula ketika AHY sendiri langsung menggelar konfernsi pers untuk mengungkapkan bahwa ada orang di lingakaran Presiden Jokowi yang menjadi dalangnya, salah satunya Jenderal TNI (purn) Moeldoko.

Hal itu pun ditanggapi oleh Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari. Dia mengatakan, keputusan AHY mengangkat isu kudeta tersebut ke permukaan tak lepas dari peran ayahnya, SBY yang saat ini menjabat sebagai Majelis Tinggi Demokrat.

Tujuannya, kata Qodari, supaya publik tahu mengenai rencana tersebut dan ada pihak-pihak tertentu yang berupaya menghentikannya.

“King maker-nya atau sutradaranya, ya SBY. Nah, maksud dan tujuannya ya tentunya untuk pertama mungkin menghentikan gerakan-gerakan di dalam maupun gerakan-gerakan dari luar yang dalam hal ini adalah Pak Moeldoko begitu,” katanya, Rabu (10/2/2021).

“Dengan asumsi bahwa jika ini disampaikan ke publik lalu kemudian AHY kirim surat ke Jokowi, itu Jokowi akan menghentikan Moeldoko begitu,” sambungnya.

Sementara tujuan lainnya, kata Qodari ialah untuk meningkatkan elektoral Partai Demokrat. Sebab dengan begitu, publik bersimpati kepada mereka lantaran telah dizalimi penguasa.

“Yang kedua merupakan sebagian dari strategi elektoral baik bagi AHY sendiri maupun bagi Partai Demokrat. Bagi AHY dengan cara ini, maka mengalami lonjakan pemberitaan diharapkan meningkatkan simpati bahkan dukungan karena dizalimi oleh penguasa begitu,” sebutnya.

Lebih jauh, Qodari menambahkan, dengan adanya isu tersebut, maka Partai Demokrat bisa menggalang suara dari pihak-pihak yang tidak puas dengan kinerja Presiden Joko Widodo.

“Kemudian pembelahan pemerintah versus oposisi akan terbangun di mana Partai Demokrat adalah oposisi. Nah diharapkan ini bisa menggalang suara masyarakat yang tidak suka atau tidak puas dengan pemerintah dengan Jokowi.”

“Dan kebetulan pada saat bersamaan Prabowo dan Partai Gerindra yang selama periode 2014-2019 menjadi lawan Jokowi atau berada di luar pemerintahan sekarang sudah bergabung sehingga ada kekosongan di situ. Nah suara itu dimanfaatkan Partai Demokrat, nah itu keuntungan yang diharapkan dengan mengumumkan rencana kudeta itu,” terangnya.

Kendati demikian, Qodari melihat, keputusan mengangkat isu kudeta ke permukaan bukannya tanpa risiko. Sebab, kata dia, hal itu secara tak langsung membuktikan, bahwa kepemimpinan di tubuh Partai Demokrat tidak terlalu kuat.

“Nah kerugiannya adalah sebagian dari masyarakat sebetulnya akan melihat bahwa oh ternyata AHY tidak kuat, oh ternyata kepemimpinan PD tidak kuat sehingga simpati akan turun,” urainya.

“Pengumuman ini bisa jadi memancing semangat dari mereka yang mau melakukan gerakan kongres luar biasa justru menjadi luas, oh ternyata di dalam tidak kuat, oh kalau begitu kita punya peluang. Sebetulnya pengumuman semacam itu sama dengan melempar darah ke lautan,” tutup Qodari.

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar