Insentif Pajak Farmasi Diperpanjang, Sri Mulyani Kembali Terbitkan PMK

Jum'at, 15/01/2021 14:43 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (Foto: Detik)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (Foto: Detik)

Jakarta, law-justice.co - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperpanjang fasilitas pajak atau insentif pajak atas pengadaan barang dan jasa di sektor kesehatan, termasuk farmasi, yang sejatinya berakhir pada 31 Desember 2020.

Aturan tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 239/PMK.03/2020 yang menggantikan PMK-143/PMK.03/2020.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama merincikan fasilitas PPN yang berlaku hingga 31 Desember 2021 diberikan kepada:

- Badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak lain atas impor atau perolehan barang kena pajak, perolehan jasa kena pajak, dan pemanfaatan jasa kena pajak dari luar negeri;

- Industri farmasi produksi vaksin dan/atau Obat atas perolehan bahan baku vaksin dan/atau obat untuk penanganan covid-19 (untuk fasilitas pajak terkait impor oleh industri farmasi produksi vaksin diatur dalam PMK-188/PMK.04/2020);

- Wajib Pajak yang memperoleh vaksin atau obat untuk penanganan covid-19 dari industri farmasi sebagaimana dimaksud pada poin sebelumnya.

Dalam PMK 239/2020, pertama, fasilitas PPh yang diperpanjang adalah pembebasan dari pemungutan atau pemotongan PPh Pasal 22 dan Pasal 22 Impor atas impor dan pembelian barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi covid-19 yang dilakukan oleh badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak lain yang ditunjuk.

Kedua, Pasal 22 soal pembelian bahan baku untuk memproduksi vaksin atau obat untuk penanganan covid-19 oleh industri farmasi produksi vaksin dan/atau obat.

Ketiga, Pasal 22, atas penjualan vaksin dan/atau obat untuk penanganan covid-19 oleh industri farmasi produksi vaksin dan/atau obat kepada Instansi Pemerintah dan/atau badan usaha tertentu; Keempat, Pasal 22 atas penjualan barang yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi covid19 oleh pihak yang bertransaksi dengan badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak lain yang ditunjuk.

Keempat, Pasal 21 atas penghasilan yang diterima wajib pajak orang pribadi dalam negeri sebagai imbalan yang diberikan oleh badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak lain yang ditunjuk atas jasa yang diperlukan dalam rangka penanganan covid-19.

Kelima, Pasal 23 atas penghasilan yang diterima wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebagai imbalan yang diberikan oleh badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak lain atas jasa teknik, manajemen, atau jasa lain yang diperlukan dalam rangka penanganan wabah covid-19.

"Terdapat perubahan ketentuan terkait jenis barang kena pajak yang memperoleh fasilitas pajak dan pihak yang memberikan rekomendasi pemberian insentif pajak kepada industri farmasi produksi vaksin atau obat," ungkap Hestu dilansir dari , Jumat (15/1).

Saat ini tidak hanya vaksin dan bahan bakunya yang memperoleh fasilitas pajak, namun juga peralatan pendukung vaksinasi.

Industri farmasi produksi vaksin dan/atau obat dapat memanfaatkan insentif pajak setelah mendapat surat rekomendasi dari Kementerian Kesehatan yang sebelumnya menjadi wewenang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

 

(Devi Puspitasari\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar