Buruh CV Sandang Sari Lawan Secara Hukum Kriminalisasi oleh Pengusaha

Sabtu, 14/11/2020 00:01 WIB
Buruh CV Sandang Sari Berdemo di PN Bandung, Menuntut Kasus Kriminalisasi Buruh oleh Pengusaha (FF)

Buruh CV Sandang Sari Berdemo di PN Bandung, Menuntut Kasus Kriminalisasi Buruh oleh Pengusaha (FF)

Bandung, law-justice.co - Ratusan buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Mandiri Federasi Serikat Buruh Militan CV. Sandang Sari (SBM F Sebumi) kembali mendatangi Pengadilan Negeri Kelas 1A Bandung, akhir pekan kemarin, terkait kasus kriminalisasi buruh oleh pihak CV Sandang Sari terhadap salah satu karyawannya, Aan Aminah.

Selain itu juga para buruh menuntut Pengadilan Negeri Kelas 1A Bandung untuk menolak gugatan CV. SS, menuntut CV SS untuk memperkerjakan kembali 10 orang pengurus SBM F Sebumi sesuai dengan bidang dan posisi masing-masing, serta menuntut untuk CV. SS melaksanakan hak-hak normatif yang belum dipenuhi oleh pihak perusahaan.

Adapun unsur perbuatan melawan hukum dalam tuntutan yang diajukan oleh pihak CV.SS kepada buruh sebesar 12 Milliar ini adalah kerugian yang dialami oleh pihak perusahaan selama adanya aksi yang dilakukan oleh serikat buruh ini. Padahal sebenarnya dalam UUD 1945 Pasal 28 D Ayat 1 telah dinyatakan bahwa “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.

Keterangan dari Pihak CV.SS ini menyatakan bahwa mereka tidak melarang buruh menyatakan pendapat dan kegiatan lainnya selama dalam koridor yang baik dan konstruktif, tidak merusak dan tidak membuat perusahaan mendapatkan kerugian yang signifikan.

Serangan CV Sandang Sari terhadap buruh-buruh yang menuntut hak-haknya dipenuhi masih terus berlangsung. Tidak cukup dengan merumahkan sebagian buruh sampai batas waktu yang tidak jelas, melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pengurus serikat, menggugat sebagian besar buruhnya ke pengadilan dengan tuntutan ganti rugi sebesar 12 miliar rupiah, perusahaan juga mengkriminalisasi seorang pengurus serikat dengan tuduhan menganiaya petugas keamanan pabrik.

Aan Aminah, seorang pengurus Serikat Buruh Mandiri Federasi Serikat Buruh Militan (SBM F-Sebumi), dipanggil pihak Kepolisian Sektor (Polsek) Antapani untuk dimintai keterangan pada Rabu, 21 Oktober 2020, atas dugaan tindak penganiayaan terhadap satpam pabrik. Dalam surat panggilan bernomor S-Pgl/26/X/Reskrim ini, Aan berstatus sebagai tersangka. Panggilan itu sendiri merupakan kelanjutan atas laporan Yudi Hardadi tanggal 22 Juli 2020.

Bertempat di kantor LBH Bandung, Aan mengaku tidak terima jika dirinya dituduh telah menganiaya satpam CV Sandang Sari. “Saya tidak terima jika saya disebut melakukan penyiksaan,” ujar Aan, Selasa, 21 Oktober 2020.

Saat itu, lanjutnya, Aan dan kawan-kawannya dihadang sekuriti dan polisi agar tidak bisa masuk ke dalam pabrik untuk melakukan perundingan bipartit dengan manajemen perusahaan. Mereka dihadang dengan cara digencet. Merasa sakit di bagian dada dan tangan, ia berteriak minta tolong. Alih-alih membantu atau melonggarkan gencetan, satpam dan polisi malah memperkuat gencetan. Spontan ia menggigit tangan sekuriti agar gencetan itu dihentikan. “Jadi itu murni upaya saya membela diri,” tegas Aan.

Sebelumnya, sekitar 300 buruh CV Sandang Sari melakukan mogok kerja pada 15 Mei 2020. Aksi ini dipicu adanya memo internal perusahaan (No.104/IM/HRD-PERS/2020) perihal pembayaran tunjangan hari raya (THR) yang terbit tiga hari sebelumnya. Memo tersebut menyebutkan bahwa perusahaan akan membayar THR tahun 2020 dengan cara mencicil sebanyak tiga kali.

Pencicilan THR itu dianggap buruh akan memberatkan hidup buruh dan keluarga buruh, terlebih pada bulan sebelumnya, upah buruh tidak dibayar secara penuh. Sepanjang 6-26 April 2020, perusahaan meliburkan buruh untuk mencegah penyebaran Covid-19. Hal itu dijadikan dalih oleh perusahaan untuk membayar upah buruh hanya 35% dari jumlah biasanya.

Menurut Aan, jika mengacu pada ketentuan yang ada, buruh-buruh CV Sandang Sari seharusnya mendapat THR sebesar Rp3.630.000,00. Namun, kala itu perusahaan hanya bersedia membayar sepertiganya, dengan bersandar pada Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan tentang THR di masa pandemik Covid-19. Selain itu, perusahaan pun berdalih merugi karena tidak ada pesanan dari pembeli. Sementara itu, usai sebagian buruh dirumahkan, perusahaan masih melakukan pengiriman barang dan kegiatan produksi masih berjalan seperti biasa.

Setelah buruh-buruh CV Sandang sari melakukan mogok kerja sebagai bentuk protes, CV Sandang Sari meresponsnya dengan mem-PHK sepuluh buruh yang merupakan pengurus SBM F-Sebumi. Perusahaan pun melayangkan gugatan terhadap 210 buruh dengan tuduhan perbuatan melawan hukum dan menuntut ganti rugi sebesar 12 miliar rupiah.

Pada 22 Juni 2020, serikat dan pihak perusahaan hendak melakukan pertemuan bipartit untuk membahas masalah-masalah yang terjadi.  Namun ketiga buruh yang akan melakukan pertemuan bipartit tersebut malah mendapatkan tindakan represif dari pihak sekuriti dan aparat kepolisian. ketiga buruh tersebut adalah Aan Aminah, Deni Suheri, dan Faisal.

Akibatnya, ketiga buruh mengalami luka yang cukup serius. Aan mengalami luka pada bagian tangan, sehingga tangannya tidak dapat digerakkan. Faisal ditendang polisi di bagian kaki, bajunya robek dan mengalami luka di bagian kelingking. Sedangkan Deni, mengalami luka di bagian punggung.

Dalam siaran pers F Sebumi tanggal 21 Oktober 2020, Sri Hartati, salah satu pengurus F Sebumi, menyebut kriminalisasi terhadap Aan Aminah merupakan bagian dari tindakan semena-mena perusahaan terhadap buruh-buruhnya. Menurutnya, pada masa pandemik ini perusahaan seharusnya melindungi dan memberi bantuan pada buruh-buruhnya. Sebab mereka telah telah mengabdi dan memberikan keuntungan selama bertahun-tahun pada perusahaan.

(Farid Fathur\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar