Pemerintah & DPR Didesak Evaluasi Keberadaan Militer di Tanah Papua

Jum'at, 23/10/2020 09:18 WIB
Illustrasi Kudeta Militer (Foto: Istimewa)

Illustrasi Kudeta Militer (Foto: Istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Pemerintah dan DPR RI segera mengevaluasi keberadaan militer di Papua.

Peneliti Kontras, Arif Nur Fikri mengatakan, selama ini pemerintah dan DPR belum mengevaluasi keberadaan militer di Papua.

Menurutnya, selama ini yang menjadi sorotan hanya keberhasilan aparat keamanan ketika menanggulangi kelompok bersenjata.

"Pemerintah atau DPR ini tak melihat secara utuh ketika ada kasus kekerasan yang berdampak bagi masyarakat Papua. Setidaknya momentum ini jadi proses evaluasi dari pemerintah dan DPR untuk melihat terkait keberadaan militer di Papua," ujar Arif dalam konferensi pers menanggapi laporan TGPF mengenai insiden di Intan Jaya, Kamis (22/10).

Hal serupa juga disampaikan Direktur Imparsial, Al Araf. Dia menilai bahwa selama ini pengerahan militer ke Papua juga dilakukan dengan prosedur yang keliru.

Al Araf menjelaskan, dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI diatur mengenai pengerahan militer di luar kondisi perang.

Ketentuan itu diatur dalam Pasal 7 ayat 2 dan 3 yang menyatakan jika operasi militer selain perang untuk mengatasi gerakan separatis bersenjata harus dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

"Dalam melakukan operasi militer selain perang, itu sepenuhnya harus berdasarkan keputusan negara, yakni keputusan presiden dan pertimbangan DPR. Sayangnya sampai sekarang hal itu tidak ada," kata Al Araf.

"Sehingga menurut saya, pengerahan pasukan di Papua itu lemah secara hukum, oleh karena itu DPR harus segera mengevaluasi supaya problem ekses negatif dapat terhindari," ujarnya menambahkan.

Al Araf juga menyarankan agar pemerintah mengupayakan penarikan dan evaluasi terhadap keamanan di Papua secara menyeluruh, khususnya mencari jalan lain untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Ia mendorong agar pemerintah membuka upaya dialog dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

Di sisi lain, Al Araf juga melihat ada dualisme pendekatan yang dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di Papua, yakni dengan pendekatan pembangunan ekonomi serta pendekatan operasi militer. Menurut dia, dua pendekatan itu sejauh ini belum menunjukkan keberhasilan.

Terlebih, khusus pendekatan pembangunan ekonomi, meski bertujuan baik namun hal itu dinilai tidak mampu menyelesaikan konflik.

"Buat saya, pembangunan ekonomi sesuatu yang baik buat Papua, tetapi tidak bisa selesaikan konflik secara menyeluruh, perlu jalan lain, yakni proses dialog," ungkapnya.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar