Jenderal Gatot dan September Kelabu

Senin, 05/10/2020 18:01 WIB
Jendral (Purn) Gatot Nurmantyo (Foto: Twitter/@Gatot Nurmantyo)

Jendral (Purn) Gatot Nurmantyo (Foto: Twitter/@Gatot Nurmantyo)

law-justice.co - Nama Gatot Nurmantyo sangat identik dengan September, bulan dimana sejarah kelam bangsa Indonesia selalu diungkit-ungkit dengan dua versi yang saling bertentangan. Gatot berkecimpung langsung dalam konflik tersebut, bahkan sejak dia masih menjabat sebagai Panglima TNI, tiga tahun silam. Tahun ini, konflik itu berkelindan dengan pandemi COVID-19 dan Pilpres 2024.

Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo adalah panglima TNI di era reformasi yang paling getol mewanti-wanti kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI). Kepada anak buahnya, dia menanamkan keyakinan bahwa komunisme adalah hantu bergentayangan yang siap bangit kapan saja untuk merongrong kedaulatan NKRI.

Sebab itu, sejarah harus terus diajarkan kepada prajurit TNI, pikir Gatot. Sejarah yang mana? Tentu saja sejarah tentang peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang menewaskan 10 perwira TNI Angkatan Darat. Tok, itu poin terpentingnya. Persetan dengan kenyataan bahwa ada ribuan nyawa masyarakat sipil melayang, buntut dari kebijakan negara dalam merespon malam jahanam itu.

Bagi Gatot, sangat berbahaya jika prajurit TNI melupakan kejadian G30S 1965. Hantu-hantu PKI, anekdot untuk merujuk pada anak keturunan anggota dan simpatisan PKI, telah memendam bara dendam puluhan tahun. Gatot yakin, sudah mulai muncul tanda-tanda bara itu ingin memuntahkan dirinya kepada TNI dan NKRI.

Atas dasar kekhawatiran itulah, sesaat sebelum lengser dari jabatannya sebagai panglima TNI, Gatot Nurmantyo memerintahkan kepada prajurit TNI untuk mengadakan nonton bareng sebuah film berjudul “Pengkhianatan G302/PKI”. Gatot menyebutnya sebagai pembelajaran sejarah, walaupun jelas bahwa video berdurasi 4 Jam 33 menit itu bukan film sejarah. Kita tentu masih ingat, perintah tersebut direspon oleh beberapa kesatuan TNI di beberapa daerah dengan mengadakan nonton bareng bersama masyarakat sipil.

“Ada sahabat saya dari PDIP bilang, hentikan perintah nonton film Pengkhianatan G302/PKI. Kalau tidak, saya akan diganti. Saya bilang, terima kasih, tapi prajurit harus nonton film itu. Dan benar, akhirnya saya diberhentikan sebagai panglima TNI,” kata Gatot beberapa waktu lalu dalam sebuah video singkat di chanel YouTube Hersubeno Point.

Pada kesempatan berbeda, Gatot menerangkan beberapa argumentasi mengapa dia sangat gelisah dengan kebangkitan PKI di Indonesia. kebangkitan itu diinisiasi oleh sebuah gerakan yang dia sebut sebagai “komunisme gaya baru”.

Sepanjang sejarah Indonesia, kata Gatot, bangsa asing tidak pernah berhenti ikut campur dalam urusan kedaulatan NKRI. Sebelum kemerdekaan, saat deklarasi kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan, pelepasan Timor Timur, bahkan saat ini ketika Indonesia memasuki usianya yang ke-75 tahun.

“Kita saat ini dikepung oleh dua negara dengan kekuatan ekonomoni terbesar di dunia. Komunisme China dan Kapitalisme Amerika Serikat,” ucap Gatot pada sebuah diskusi Indonesia Lawyers Club.

Menurut pria kelahiran 13 Maret 1960 itu, kondisi tersebut dimanfaatkan oleh para anak keturuan PKI untuk bermain di balik layar, mempengaruhi kebijakan-kebijakan strategis tentang ideologi negara. Salah satu bentuk konkretnya adalah dengan mendegradasi nilai-nilai Pancasila melalui Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

“Pasal 5 ayat 1 RUU HIP mengatakan bahwa sendi pokok Pancasila adalah keadlian sosial. Kalau kita tidak belajar sejarah, kita tidak tahu bahwa itu adalah manifesto DN Aidit pada tahun 1963, yakni keadilan sosial merupakan hal yang pokok,” tutur Gatot.

Bukankah MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 1966 tentang larangan Partai Komunis Indonesia masih berlaku dan tidak pernah dicabut pemerintah?

Bagi Gatot, itu bukan jaminan bahwa PKI tidak akan kembali bangkit. Sama seperti tindak pidana yang terus bermunculan, kendati sudah ada ancaman hukuman dalam KUHP.

Beberapa argumentasi itu sangat masuk akal bagi orang-orang yang sepaham dengan Gatot. Gatot bisa membaca dengan baik begitu membuncahnya kebencian sebagian masyarakat Indonesia terhadap PKI, terutama di kalangan agamawan.

September adalah momentum yang tepat untuk menggandeng kelompok anti PKI demi meraup basis massa. Sebagian orang menuding, September adalah langkah awal Jendral Gatot menuju Pilpres 2024.

“Sebagai mantan Panglima TNI, saya harus bisa menganalisa berbagai ancaman kedaulatan negara. Perkara saya dikatakan sebagai bakal calon Presiden 2024, itu adalah kehormatan. Berarti saya memiliki bakat-bakat untuk itu,” pungkas Gatot.

Sejak terlibat dalam deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) pada 18 Agustus 2020 lalu, Gatot belum pernah mengelak dengan tegas bahwa dia tidak sedang bermain politik. Konsultan Media dan Politik, Hersubeno Arief, berkeyakinan bahwa Gatot punya modal besar sebagai calon presiden. Pertama, dia dari kalangan militer. Kedua, berasal dari suku Jawa. Ketiga, memiliki kedekatan dengan kelompok agamawan. Tiga potensi itu yang membuatnya yakin, Gatot sengaja dijegal sebelum Pipres 2019.

Gatot pun merasa demikian. Beberapa kejadian yang menimpanya saat melakukan kunjungan di berbagai daerah untuk mendeklarasikan KAMI, adalah bentuk penjegalan secara politik. Nyaris semua acara yang dihadiri Gatot, menimbulkan keributan dan unjuk rasa. Gatot meyakini bahwa massa aksi itu dibayar untuk menjegal dia di Surayabaya, di Bandung, dan di Lombok Barat.

Bahkan saat ia dan beberapa purnawirawan TNI lainnya ingin berziarah ke Taman Makam Pahlawan pada Rabu (30/9) lalu, tidak luput dari aksi penjegalan. Kedatangan Gatot disambut dengan aksi unjuk rasa puluhan anak muda.

Gatot sempat adu argumen dengan Komandan Kodim 0504/Jakarta Selatan Kolonel Inf Ucu Yustiana. Kolonel Ucu melarang rombongan Gatot berziarah lebih dari 30 orang. TNI akhirnya mengeluarkan statmen resmi. Panglima Komando Daerah Militer Jayakarta Mayor Jenderal TNI Dudung Abdurachman menuding bahwa Gatot dan rombongannya memanfaatkan momen ziarah 30 September untuk mendeklarasikan KAMI dan Purnawirawan TNI Pengawal Kedaulatan Negara (PPKN).

Gatot berang karena dituding bermanuver politik pada momen sakral TNI. Menurut Gatot, tudingan itu terlalu berlebihan untuk seorang purnawirawan seperti dia dan beberapa anggota PPKN.

“Saya hanya ingin berziarah. Salah saya apa? Itu bukan acara KAMI. Apa sih kekuatannya para purnawirawan? Mereka purnawirawan biasa, kenapa kok dicap berpolitik? Nanti lama-lama orang takut mengundang Gatot ke suatu acara karena khawatir dianggap berpolitik,” pungkas Gatot.

Buntut dari sekian banyak drama Gatot Nurmantyo yang terjadi beberapa pekan terakhir, para tokoh politik mulai bersuara. Konstelasi politik jelang Pilpres 2024 mulai memanas, dan September adalah batu pijakannya.

Profil Gatot Nurmantyo
Lahir : Tegal, Jawa Tengah, 13 Maret 1960
Pendidikan : AKMIL 1982

Karir Militer :
    Danton MO. 81 Kiban Yonif 315/Garuda
    Dankipan B Yonif 320/Badak Putih
    Dankipan C Yonif 310/Kidang Kancana
    Kaurdal Denlatpur
    ADC Pangdam III/Siliwangi
    PS Kasi-2/Ops Korem 174/Anim Ti Waninggap
    Danyonif 731/Kabaresi
    Dandim 1707/Merauke
    Dandim 1701/Jayapura
    Sespri Wakasad
    Danbrigif 1/PIK Jaya Sakti
    Asops Kasdam Jaya
    Danrindam Jaya
    Danrem 061/Suryakencana (2006-2007)
    Kasdivif 2/Kostrad (2007-2008)
    Dirlat Kodiklatad (2008-2009)
    Gubernur Akmil (2009-2010)
    Pangdam V/Brawijaya (2010-2011)
    Dankodiklat TNI AD (2011-2013)
    Pangkostrad (2013-2014)
    KSAD (2014-2015)
    Panglima TNI (2015)

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar