Indonesia Masuk Negara Demokrasi Cacat, Fadli Zon Tak Terkejut

Rabu, 16/09/2020 16:18 WIB
Waketum Gerindra Fadli Zon tak terkejut Indonesia masuk kategori negara demokrasi cacat. (Fajar)

Waketum Gerindra Fadli Zon tak terkejut Indonesia masuk kategori negara demokrasi cacat. (Fajar)

Jakarta, law-justice.co - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengaku tak terkejut Indonesia masuk dalam kategori negara demokrasi cacat di dunia. Menurutnya, hasil dari sejumlah lembaga survei tersebut sudah sesuai dengan apa yang disampaikannya selama ini.

Apa yang disampaikan oleh Fadli Zon itu merujuk pada data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik lalu dibandingkan dengan data yang rilis oleh LP3ES pada tanggal 19 Agustus 2020.

"Terus terang sy pribadi tak terlalu terkejut dengan penilaian tersebut. Survei dan penilaian oleh lembaga-lembaga riset independen itu hanya mengkonfirmasi penilaian yang sudah sering saya lontarkan selama ini," katanya melalui cuitan di akun Twitternya @fadizon seperti dikutip law-justice.co, Rabu (16/9/2020).

Menurutnya, pada tanggal 19 Agustus 2020, LP3ES juga merilis hasil survei yang menyatakan 44,7 persen responden melihat bahwa demokrasi di Indonesia berada dalam situasi suram. Sementara, 23,7 persen lainnya memberikan penilaian kita berada dalam stagnasi. Dan terakhir, 28,9 persen bahkan menyatakan Indonesia telah berada di tengah otoriterisme.

"Hanya 2,7 persen saja responden yang menilai demokrasi kita mengalami kemajuan," tambahnya.

Namun, berdasarkan data Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) dari Badan Pusat Statistik (BPS), dimana skor indeks demokrasi saat ini meningkat dibanding tahun sebelumnya dari 72,39 menjadi 74,92.

"Namun, dengan skor akhir tersebut, kinerja demokrasi kita sebenarnya masih cukup memprihatinkan, karena masih berada di level sedang," katanya.

Kata Fadli, indeks demokrasi di era ini memang naik ketimbang di era sebelumnya, namun menurutnya aspek kebebasan sipil justru turun.

"Penurunan ini dipengaruhi dua indikator, yakni ancaman/penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berpendapat, dan ancaman/penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat," kata dia.

Fadli menyebut dari indikator ancaman atau penggunaan kekerasan oleh masyarakat, sebenarnya terjadi kenaikan dari 45,96 ke 57,35. Artinya, kondisinya membaik.

"Namun, yang memprihatinkan adalah indikator ancaman/penggunaan kekerasan oleh aparat pemerintah yang menghambat kebebasan berpendapat, dimana skornya anjlok dari 70,22 pada 2018 menjadi 65,69 pada 2019. Indikator ini hampir menyentuh angka 60, atau batas suatu indikator dinilai buruk," ujarnya.

Menurut Fadli, penilaian BPS sama dan sebangun dengan penilaian Economist Intelligence Unit (EIU), begitu juga lembaga lainnya yang menilai Indonesia sebagai negara yang memiliki kecacatan demokrasi.

"Penilaian oleh BPS ini sama dan sebangun dengan penilaian Economist Intelligence Unit (EIU), yang juga menilai bahwa Indonesia termasuk sebagai negara “demokrasi cacat” (flawed democracy)," katanya.

"Dalam Democracy Index yang mereka susun, pada tahun 2019 lalu Indonesia memperoleh skor 6,48. Nilai ini adalah yang terendah kedua sejak satu dekade terakhir," kata dia.

Namun, Fadli mengaku tak terlalu terkejut dengan penilaian tersebut. "Survei dan penilaian oleh lembaga-lembaga riset independen itu hanya mengkonfirmasi penilaian yang sudah sering saya lontarkan selama ini," katanya.

Lebih lanjut, Ia mengatakan di tengah pandemi ini, demokrasi di Indonesia sedang berjalan ke arah yang kurang baik.

"Sejak awal kita melihat Pemerintah telah menggunakan krisis ini sebagai dalih untuk memperbesar kekuasaan dan melangkahi kewenangan parlemen," kata dia.

Lantas, Ia menyinggung adanya omnibus law yang dianggap dibuat secara sepihak oleh pemerintah.

"Melalui Perppu, misalnya, kini bisa lahir ‘omnibus law’ secara sepihak. Dengan dalih keadaan luar biasa, lembaga penegak hukum juga tak lagi bisa menuntut pengambil kebijakan. Bisa dikatakan, secara substantif kini tak ada lagi ‘trias politica’ di Indonesia."

Dalam kalimat akhir, ia meyimpulkan bahwa penanganan pandemi di negara Indonesia hingga hari ini tak kunjung membaik.

"Membuat kita akhirnya dikucilkan banyak negara. Tanpa demokrasi, krisis ini tak akan segera bisa diatasi," tutupnya.

<blockquote class="twitter-tweet"><p lang="in" dir="ltr">Terus terang sy pribadi tak terlalu terkejut dengan penilaian tsb. Survei dan penilaian oleh lembaga-lembaga riset independen itu hanya mengkonfirmasi penilaian yg sudah sering saya lontarkan selama ini.</p>&mdash; FADLI ZON (IG: fadlizon) (@fadlizon) <a href="https://twitter.com/fadlizon/status/1305843681044299776?ref_src=twsrc%5Etfw">September 15, 2020</a></blockquote> <script async src="https://platform.twitter.com/widgets.js" charset="utf-8"></script>

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar