Ombudsman: Sistem PPDB Zonasi Masih Bermasalah

Selasa, 18/08/2020 19:41 WIB
Sejumlah orang tua murid melakukan unjuk rasa di depan kantor Kemendikbud, Jakarta, Senin (29/6). Mereka menolak aturan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) DKI yang memprioritaskan usia dibanding jarak dalam seleksi jalur zonasi. Robinsar Nainggolan

Sejumlah orang tua murid melakukan unjuk rasa di depan kantor Kemendikbud, Jakarta, Senin (29/6). Mereka menolak aturan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) DKI yang memprioritaskan usia dibanding jarak dalam seleksi jalur zonasi. Robinsar Nainggolan

law-justice.co - Ombudsman RI menemukan beberapa masalah dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi tahun ajaran 2020/2021. Masalah umum yang terjadi masih seputar sarana dan prasarana yang belum merata, akses internet yang tidak memadai, hingga data yang belum terintegrasi.

Komisioner Ombudsman RI Ahmad Suaedy mengatakan, pemerintah belum sepenuhnya memanfaatkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) sehingga masih terjadi keterbatasan daya tampung dan fasilitas pendidikan di semua jenjang. Ombudsman masih menemukan adanya siswa yang tidak tertampung di sekolah zonasi.

”Data itu harusnya bisa menjadi rujukan dalam melakukan pemerataan fasilitas pendidikan, terutama di daerah blank spot atau remote area,” kata Suaedy, Selasa (18/8).

Temuan kedua yang didapatkan, adanya persebaran sekolah yang belum merata. Seperti ditemukan di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Bali, dan daerah lainnya di wilayah perwakilan Ombudsman RI.

Selain itu, masih ditemukan adanya penggunaan Surat Keterangan Domisili yang bisa menggugurkan kewajiban penggunaan Kartu Keluarga. Suaedy mengatakan, penggunaan Surat Keterangan Domisili sangat berpotensi menimbulkan Maladministrasi jika tidak diverifikasi apakah calon siswa memang sudah tinggal lebih dari satu tahun di daerah tersebut.

Terkait polemik zonasi dan zonasi Bina RW pada PPDB Provinsi DKI Jakarta, permasalahan tersebut terjadi karena jarak rumah yang dekat dengan sekolah namun berbeda RW tidak menjadi prioritas untuk diterima oleh sekolah tersebut.

“Sebaran sekolah yang tidak merata pada setiap RW menyulitkan siswa untuk masuk sekolah negeri. Banyaknya pilihan jalur zonasi pada PPDB DKI Jakarta nyatanya tidak menjadikan alternatif penyelesaian. Melainkan menimbulkan permasalahan baru hingga menyulitkan siswa mengikuti proses PPDB. Pemerintah DKI Jakarta dalam membuat aturan kebijakan PPDB harusnya lebih memperhatikan sarana prasarana yang tersedia pada setiap wilayah,” pungkas Suaedy.

Secara ringkas Suaedy menjelaskan, Maladministrasi yang ditemukan selama penyelenggaraan PPDB Tahun Ajaran 2020/2021 adalah masih kurangnya penerapan protokol pencegahan Covid-19, gangguan sistem PPDB Online, serta kesulitan akses internet di beberapa wilayah.

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar