Rusia Tawarkan Hadiah Bagi Militan Afganistan untuk Bunuh Pasukan A.S.

Senin, 29/06/2020 05:10 WIB
Pasukan Taliban (The Financial Express)

Pasukan Taliban (The Financial Express)

law-justice.co - Inteligen A.S. menarik kesimpulan bahwa militer Rusia telah menawarkan hadiah kepada gerilyawan yang memiliki hubungan dengan Taliban di Afghanistan untuk membunuh pasukan Amerika dan pasukan koalisi lainnya, demikian dilaporkan New York Times pada Jumat (26/6), mengutip para pejabat yang menjelaskan masalah tersebut.

Satu unit intelijen militer Rusia yang terkait dengan upaya pembunuhan di Eropa telah menawarkan hadiah atas serangan yang berhasil tahun lalu, menurut surat kabar itu. Militan Islam, atau unsur-unsur kriminal bersenjata yang terkait erat dengan mereka, diyakini telah mengumpulkan sejumlah uang hadiah.

"Penyebaran informasi seperti ini menunjukkan kemampuan intelektual rendah para propagandis di dinas intelijen Amerika," kata kementerian luar negeri Rusia dalam sebuah pernyataan yang dikutip kantor berita RIA.

Gedung Putih, CIA dan Kantor Direktur Intelijen Nasional menolak permintaan Reuters untuk mengomentari laporan surat kabar tersebut.

Penemuan inteligen itu telah dilaporkan kepada Presiden Donald Trump, kata Times. Gedung Putih belum memutuskan untuk  langkah apa pun terhadap Rusia sebagai tanggapan atas informasi tersebut. 

Dari 20 orang Amerika yang tewas dalam pertempuran pada tahun 2019, Times mengatakan, tidak jelas kematian mana yang dicurigai terkait pemberian hadiah. 

Setelah hampir 20 tahun memerangi Taliban, A.S. sedang mencari cara untuk membebaskan diri dari Afghanistan dan mencapai perdamaian antara pemerintah yang didukung AS dan kelompok militan yang menguasai beberapa bagian di negara itu.

Pada 29 Februari, AS dan Taliban mencapai kesepakatan yang menyerukan penarikan pasukan Amerika secara bertahap.

Kekuatan pasukan A.S. di Afghanistan turun menjadi hampir 8.600, jauh di atas angka yang disepakati dengan Taliban, salah satu sebabnya adanya kekhawatiran penyebaran virus corona, kata para pejabat AS dan NATO pada akhir Mei. (Hufftpost/Reuters)

 

(Liesl Sutrisno\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar