Tak Ingin Pancasila Diperas, AHY Tolak RUU HIP

Sabtu, 27/06/2020 12:07 WIB
AHY dan Ibas rebut kursi Ketum DPR (publiksatu)

AHY dan Ibas rebut kursi Ketum DPR (publiksatu)

Jakarta, law-justice.co - Tak hanya masyarakat, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) juga dengan tegas menolak beleid di RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) yang memeras Pancasila menjadi trisila atau pun ekasila.

Sikap dirinya itu juga tercermin dalam sikap partai Demokrat yang menolak RUU HIP. Menurutnya hal tersebut sangat bertentangan dengan semangat Pancasila.

Pernyataan penolakan itu disampapikannya saat acara Silraturahmi Kebangsaan dan Webinar membedah RUU HIP bertajuk Agama dan Pancasila Merawat ke-Indonesiaan, Jumat (26/6/2020).

"Adanya upaya memeras Pancasila menjadi trisila atau ekasila, sebagaimana tercantum dalam pasal 7 ayat (3), yang berbunyi `Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong. Hal itu jelas bertentangan dengan spirit Pancasila yang seutuhnya," katanya.

Ada juga alasan lain yang disampaikan Demokrat sehingga menolak RUU HIP, yakni karena kehadiran prolegnas tersebut jelas akan memunculkan ketumpangtindihan dalam sistem ketatanegaraan.
Pasalnya, Pancasila yang menjadi dasar negara telah menjadi landasan pembentukan konstitusi, yang melalui RUU HIP ini justru diturunkan derajatnya untuk diatur oleh Undang Undang.

"Kalau RUU ini dianggap sebagai alat operasional untuk menjalankan Pancasila. Justru hal itu menurunkan nilai dan makna Pancasila,” ucap AHY.

Anak sulung SBY ini juga menilai RUU HIP bisa memfasilitasi hadirnya monopoli tafsir Pancasila, yang selanjutnya berpotensi menjadi alat kekuasaan yang mudah disalahgunakan dan tidak sehat bagi demokrasi.

Apalagi kata dia, RUU HIP juga mengesampingkan aspek historis, filosofis, dan sosiologis, karena tidak mencatumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme sebagai konsideran dalam perumusannya.

Sementara alasan terakhir adalah karena RUU HIP bernuansa sekularistik atau bahkan ateistik sebagaimana tercermin pada Pasal 7 ayat 2 RUU HIP, yang menjadikan ciri pokok Pancasila berupa trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.

"Ini mendorong munculnya ancaman konflik ideologi, polarisasi sosial-politik hingga perpecahan bangsa yang lebih besar,” tutupnya.

 

 

(Nikolaus Tolen\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar