Nazaruddin Bebas, ICW: Bukti Kemenkumham Tak Pro Pemberantasan Korupsi

Kamis, 18/06/2020 09:08 WIB
Yasonna Laoly Menkumham (Beritagar.id)

Yasonna Laoly Menkumham (Beritagar.id)

Jakarta, law-justice.co - LSM Anti Korupsi, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly membatalkan pemberian cuti jelang bebasnya mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, pemberian remisi kepada Nazaruddin ini semakin menguatkan indikasi bahwa Kemenkumham tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi.

“Pemberian remisi kepada Nazaruddin ini semakin menguatkan indikasi bahwa Kemenkumham tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi dengan mengabaikan aspek penjeraan bagi pelaku kejahatan,” ujarnya keterangannya di Jakarta, Rabu (17/6/2020).

Seharusnya kata dia, Nazaruddin baru bisa menghirup udara bebas pada 2024 mendatang dengan dua perkara korupsi yang menjeratnya.

Dengan kata lain menurut dia, setelah Nazaruddin menjalani 13 tahun di balik jeruji besi.

“Dengan model pemberian semacam ini, maka ke depan pelaku kejahatan korupsi tidak akan pernah mendapatkan efek jera,” ucapnya.

Selain itu kata dia, pemberian remisi ini juga telah mengabaikan kerja keras penegak hukum dalam membongkar praktik korupsi.

Terlebih kata dia, kasus Wisma Atlet yang menjerat Nazaruddin ini memiliki dampak kerugian negara yang besar, yakni mencapai Rp54,7 miliar.

Nazaruddin juga menurut dia, dikenakan pasal suap karena terbukti menerima dana sebesar Rp4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah.

“Bahkan aset yang dimilikinya sebesar Rp500 miliar pun turut dirampas karena diduga diperoleh dari praktik korupsi,” tegasnya.

Pemberian remisi terhadap Nazaruddin, ucap Kurnia, juga telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 34 A ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 (PP 99/2012) tegas menyebut, syarat terpidana kasus korupsi mendapatkan remisi diantaranya bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya (justice collaborator/JC).

Selain itu kata dia, pada akhir 2019 yang lalu Ombudsman juga sempat menemukan ruangan yang ditempati Nazaruddin di Lapas Sukamiskin Bandung lebih luas dibanding sel terpidana lainnya.

“Tentu jika temuan ini besar, maka semestinya Kemenkumham tidak dapat memberikan penilaian berkelakuan baik pada Nazaruddin sebagaimana disinggung dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a PP 99/2012. Ditambah lagi poin berkelakuan baik tersebut merupakan salah satu syarat wajib untuk mendapatkan remisi. Sedangkan menurut KPK, Nazaruddin sendiri tidak pernah mendapatkan status sebagai JC," tutupnya.

 

 

 

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar