Miris! Korban PHK Dipersulit Sistem Klaim Online BP Jamsostek

Minggu, 03/05/2020 13:12 WIB
Ilustrasi BPJS Ketenagakerjaan. (Foto: Okezone)

Ilustrasi BPJS Ketenagakerjaan. (Foto: Okezone)

Jakarta, law-justice.co - Jumlah korban PHK di masa pandemi COVID-19 diperkirakan sudah mencapai 15 juta orang. Memasuki Triwulan II tahun 2020 ini, diprediksi akan ada lebih dari 3 juta pekerja korban PHK.

Ironinya, saat para korban PHK membutuhkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang cepat, karyawan dan petinggi BP Jamsostek malah work from home (WFH). Sementara itu, pekerja ramai-ramai mencairkan klaim BP Jamsostek dengan cara sistem online dan drop box.

Faktanya, antrian daftar online sering penuh, hingga peserta harus berulang-ulang melakukan daftar online. Klaim via online membuat pekerja harus merogoh kocek lagi urus dokumen-dokumen klaim dengan scanning dan daftar OL, mayoritas mereka masih banyak yang gagap teknologi.

“Sistem ini masih membebani peserta dalam pengajuan klaim dan berpotensi maraknya percaloan urusan klaim JHT BP Jamsostek,” kata Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (MP BPJS), Hery Susanto, saat diskusi online dua hari lalu.

Dalam diskusi yang mengangkat topik “BP Jamsostek Ngotot WFH, Ada Apa?" hadir sejumlah narasumber lain yaitu dua anggota Ombudsman, La Ode Ida dan Dadan Suparjo Suharmawijaya. Lalu, Chazali H Situmorang selaku mantan Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan tokoh pergerakan buruh, M Jumhur Hidayat.

Sementara itu, Dadan mengatakan, BP Jamsostek mempunyai inisiatif pelayanan klaim pesertanya secara online. Tapi, ada kekurangan yang tidak bisa diatasi oleh BP Jamsostek dalam pelayanan online selama pandemi COVID-19.

“Ternyata ada heterogenitas dari pekerja dalam menjalani pelayanan klaim OL BP Jamsostek. Tidak semua pekerja bisa melakukan proses klaim OL tersebut, di tengah wabah corona ini harusnya BP Jamsostek mempunyai mitigasi resiko dalam kekurangan pelayanan yang ada,” kata Dadan.

Seharusnya, ketika ada pandangan bahwa sistem online tersebut tidak bisa diakses semua pekerja maka harus ada perbaikan dalam sistem. BP Jamsostek sebagai lembaga publik adalah institusi payung, bukan intitusi kedua, karena itu penerapan WFH BP Jamsostek di saat pandemi ini adalah salah kaprah dan malah memunculkan problem bagi peserta. BP Jamsostek harus hadir terdepan memperbaiki pelayanan bagi pesertanya.

Sementara itu, koleganya, La Ode Ida, mengungkapkan banyak institusi yang tidak siap memberi pelayanan secara prima terkait tugas pokoknya, termasuk BP Jamsostek. Sejak virus corona mewabah, bisa dikatakan tidak ada instansi yang siap dalam merencanakan dan melaksanakan tugas pokoknya.

"Kita harus mengatakan kepada publik bahwa BP Jamsostek, tidak boleh lakukan WFH selama pelayanan prima melalui sistem pelayanan online itu tidak ditemukan. Ombudsman akan memasukkan persoalan ini ke tim adhoc dan menjadi gerakan bersama untuk perubahan disampaikan ke presiden," jelas La Ode.

“Contohnya di Kota Semarang, saya mendapatkan informasi untuk mencairkan klaim secara online hingga dilakukan berkali-kali dari bulan ke bulan selanjutnya hingga berulang-ulang bahkan belum cair juga klaimnya. Tidak semua peserta BP Jamsostek terpelajar dan bisa aplikasi online," lanjutnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar