Ombudsman Ingatkan BPJS Ketenagakerjaan: Jangan Prioritaskan Investasi

Kamis, 10/06/2021 14:39 WIB
Logo BPJS Tenaga Kerja dan Kesehatan

Logo BPJS Tenaga Kerja dan Kesehatan

law-justice.co - Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Instruksi Presiden RI (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Dengan begitu, BPJS Ketenagakerjaan bakal mendapat suntikan dana dari APBN/APBD. Ombudsman RI mengingatkan direksi agar berhati-hari mengelola dana tersebut, terutama keputusan untuk investasi.

Dalam Inpres No. 2 / 2021 tersebut, Direksi BPJS Ketenagakerjaan diperintahkan untuk meningkatkan kerja sama dengan Kementerian/ Lembaga atau pihak lain dalam rangka kampanye dan sosialisasi (public education) Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Selain itu, Presiden juga menginstruksikan peningkatan kerja sama dengan pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan pelayanan, kepatuhan, dan kemudahan pembayaran iuran pada Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

Anggota Ombudsman RI Hery Susanto mengatakan, melalui Inpres itu kini BPJS Ketenagakerjaan akan diguyur sumber dana APBN/APBD. Sebelumnya dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan mayoritas bersumber dari murni dana pekerja yang dibayarkan perusahaan.

Dia menegaskan, sumber dana APBN/APBD yang digunakan untuk implementasi Inpres wajib dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan 9 prinsip sesuai Undang Undang No 24 Tahun 2011 Tentang BPJS, yakni: kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar besar kepentingan peserta.

"Keliru jika direksi BPJS lebih prioritas ke pengembangan dana investasi. Pengelolaan dana BPJS itu idealnya harus ada alokasi dana sosialisasi dan edukasi ke masyarakat, ini demi peningkatan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan," kata Hery Susanto.

Berdasarkan Pasal 4 UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, ditegaskan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

BPJS Ketenagakerjaan berkewajiban menyelenggarakan pelayanan publik sesuai dengan tujuan pembentukannya. Pasal 3 UU BPJS, BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya.

Hery Susanto menambahkan, sekurang-kurangnya pelayanan BPJS Ketenagakerjaan itu meliputi pelaksanaan pelayanan, pengelolaan pengaduan masyarakat, pengelolaan informasi, pengawasan internal, penyuluhan masyarakat, dan pelayanan konsultasi. Penyelenggara dan seluruh bagian organisasi penyelenggara (BPJS Ketenagakerjaan) harus bertanggungjawab atas ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan.

"Kritik dan laporan pengaduan dalam konteks pengawasan, membutuhkan peran serta masyarakat. Masyarakat harus berada di garda depan dalam pelayanan publik. Ombudsman RI harus bekerja sama dan mendorong peran serta masyarakat dalam pengawasan pelayanan publik yang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan dalam Inpres itu," imbuh Hery.

(Januardi Husin\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar