Pandemi Virus Corona, Lockdown Bisa Jadi Pilihan. Begini Aturannya

Minggu, 29/03/2020 19:45 WIB
Ilustrasi Lockdown (Foto: Freepik)

Ilustrasi Lockdown (Foto: Freepik)

law-justice.co - Penyebaran virus corona atau Covid-19 makin hari makin bertambah jumlah pasien yang terkena. Hal tersebut sedikit banyaknya telah membuat masyarakat menjadi panik dan bertanya-tanya apakah virus tersebut akan terus menyebar atau bisa dilalui dengan segera.

Menghadapi situasi tersebut, beberapa wilayah sudah memberlakukan lockdown. Salah satunya adalah Kota Tegal. Kebijakan lockdown tersebut telah membuat Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono menjadi dilema. Namun dengan alasan kemanusiaan hal tersebut terpaksa ia lakukan demi menjaga rakyatnya.

"Ini adalah pilihan pahit dan saya juah dilema. Jika disuruh memilih, lebih baik saya dibenci, daripada maut menjemput mereka " ungkapnya saat jumpa pers, Rabu (25/3/200).

Namun, kita sering membahas tentang istilah lockdown. Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan lockdown? Lockdown bisa disebut juga dengan istilah karantina kewilayahan. Karantina kewilayahan diatur dalam aturan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dan ternyata untuk menentukan status tersebut ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan. 

Untuk lebih jelasnya, berikut penjelasan tentang aturan lockdown atau karantina kewilayahan:

Kewajiban Pemerintah Pusat dalam Kekarantinaan Kesehatan

Penutupan perbatasan wilayah Indonesia atau pembatasan sosial berskala besar dalam rangka penanggulangan penyebaran virus corona tunduk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Patut dipahami terlebih dahulu bahwa yang dimaksud kekarantinaan kesehatan adalah upaya mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat (Pasal 1 angka 1 UU 6/2018).

Kedaruratan kesehatan masyarakat sendiri adalah kejadian kesehatan masyarakat yang bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara (Pasal 1 angka 2 UU 6/2018).

Dengan demikin virus corona atau Covid-19 bisa dikatakan adalah penyakit menular dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara.

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan melalui penyelenggaraan kekarantinaan masyarakat (Pasal 4 UU 6/2018).

Patut dipahami bahwa pemerintah pusatlah yang menetapkan dan mencabut kedaruratan kesehatan masyarakat (Pasal 10 ayat (1) UU 6/2018).

Sebelum menetapkan kedaruratan kesehatan masyarakat, pemerintah pusat terlebih dahulu menetapkan jenis penyakit dan faktor risiko yang dapat menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat (Pasal 10 ayat (3) UU 6/2018).

Dalam artikel WHO Announces COVID-19 Outbreak A Pandemic sendiri telah diterangkan bahwa:

The meeting follows the announcement yesterday by Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, WHO’s Director-General, that COVID-19 can be characterized as a pandemic. This is due to the rapid increase in the number of cases outside China over the past 2 weeks that has affected a growing number of countries.

Berdasarkan uraian tersebut, jika diterjemahkan secara bebas, World Health Organization telah menganggap Covid-19 atau virus corona sebagai sebuah pandemi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pandemi berarti wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas.

Kekarantinaan kesehatan di pintu masuk dan di wilayah dilakukan melalui kegiatan pengamatan penyakit dan faktor risiko kesehatan masyarakat terhadap alat angkut, orang, barang, dan/atau lingkungan, serta respon terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat dalam bentuk tindakan kekarantinaan kesehatan (Pasal 15 ayat (1) UU 6/2018).

Tindakan kekarantinaan kesehatan tersebut berupa (Pasal 15 ayat (2) UU 6/2018):
1. karantina, isolasi, pemberian vaksinasi atau profilaksis, rujukan, disinfeksi, dan/atau dekontaminasi terhadap orang sesuai indikasi;
2. pembatasan sosial berskala besar;
3. disinfeksi, dekontaminasi, disinseksi, dan/atau deratisasi terhadap alat angkut dan barang; dan/atau
4. penyehatan, pengamanan, dan pengendalian terhadap media lingkungan.

Karantina Wilayah

Lockdown sendiri bisa diartikan adalah sebagai karantina wilayah. Karantina wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi (Pasal 1 angka 10 UU 6/2018).

Karantina wilayah dilaksanakan kepada seluruh anggota masyarakat di suatu wilayah apabila dari hasil konfirmasi laboratorium sudah terjadi penyebaran penyakit antar anggota masyarakat di wilayah tersebut (Pasal 53 ayat (2) UU 6/2018).

Wilayah yang dikarantina diberi garis karantina dan dijaga terus menerus oleh pejabat karantina kesehatan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berada di luar wilayah karantina dan anggota masyarakat yang dikarantina tidak boleh keluar masuk wilayah karantina (Pasal 54 ayat (2) dan (3) UU 6/2018).

Selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat (Pasal 55 ayat (1) UU 6/2018).

Kemudian, Pasal 8 UU 6/2018 menegaskan bahwa setiap orang juga mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar sesuai kebutuhan medis, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya selama karantina.

Selain itu, setiap orang mempunyai hak memperoleh perlakuan yang sama dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan (Pasal 7 UU 6/2018).

Pembatasan Sosial Berskala Besar

Di sisi lain, pembatasan sosial berskala besar juga merupakan salah satu tindakan kekarantinaan kesehatan sebagaimana diterangkan di atas.

Pembatasan sosial berskala besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi (Pasal 1 angka 11 UU 6/2018).

Patut diperhatikan bahwa, baik karantina wilayah maupun pembatasan sosial berskala besar ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (Pasal 49 ayat (3) UU 6/2018).

Pembatasan sosial berskala besar bertujuan mencegah meluasnya penyebaran penyakit kedaruratan kesehatan masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu (Pasal 59 ayat (2) UU 6/2018).

Pembatasan sosial berskala besar paling sedikit meliputi (Pasal 59 ayat (3) UU 6/2018):
1. peliburan sekolah dan tempat kerja;
2. pembatasan kegiatan keagamaan; dan/atau
3. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.


Sumber: Hukumonline.com

 

(Bona Ricki Jeferson Siahaan\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar