Sengkarut Kasus Mangkrak

Polri Hentikan Kasus Pengancaman Jaksa Yulianto oleh Hary Tanoe

Sabtu, 25/01/2020 15:01 WIB
Hary Tanoe (kiri) bersama mitra bisnis Presiden Donald Trump di New York (Foto: Okezone)

Hary Tanoe (kiri) bersama mitra bisnis Presiden Donald Trump di New York (Foto: Okezone)

Jakarta, law-justice.co - Setelah sempat mangkrak selama hampir tiga tahun, kasus pengancaman jaksa Yulianto yang dilakukan melalui pesan singkat oleh Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Hary Tanoesoedibjo resmi dihentikan. Keputusan ini diambil  menyusul diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Informasi ini pertama kali  terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi III DPR RI dan Kejaksaan Agung, Senin (20/1). Ketika itu, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Arteria Dahlan  mempertanyakan kelanjutan  sejumlah kasus yang lama mangkrak kepada Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin.

Menanggapi pertanyaan itu , ia pun kemudian menjelaskan kasus ini belum sempat dilimpahkan ke tahap penuntutan. Alasannya kasus ini telah  dihentikan proses penyidikannya oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Hal ini pun dibenarkan oleh pihak kepolisian, ketika law-justice mengonfirmasi pernyataan Jaksa Agung.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri (Karo Penmas),  Brigjen Pol Argo Yuwono membenarkan kasus ini telah dihentikan. Namun ia belum mengetahui alasan dan kapan  penerbitan SP3 itu dilakukan karena belum bertanya kepada penyidik yang menangani kasus ini.

“Kita akan cek terakit soal tersebut ya. Soal SP3 itu memang wewenang kami, tapi soal alasannya nanti (akan) dicek ya”, kata Argo ketika ditemui di Markas Besar (Mabes) Polri, Jakarta Selatan, Selasa (21/1) .

Seperti pernah diberitakan oleh law-justice.co dalam liputan investigasi bertajuk, Kasus Mobile-8 Lama Mangkrak di Kejaksaan; Sengaja Dipetieskan?, kasus ini mengemuka setelah jaksa Yulianto melaporkan persoalan ini ke Bareskrim Polri pada 28 Januari 2016. Ia pun melampirkan sejumlah pesan singkat yang dikirimkan Hary Tanoesoedibjo sebagai bukti dalam kasus ini, sebagai berikut :

SMS pada 7 Januari:

“Mas Yulianto kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar, siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasan tak akan langgeng, saya masuk politik karena ingin membuat Indonesia maju dalam arti yang sesungguhnya, termasuk penegakan hukum yang profesional, tidak transaksional, tidak bertindak semena mena demi popularitas, dan abuse of power. Suatu saat saya akan jadi pimpinan negeri ini, di situlah saatnya Indonesia akan berubah dan dibersihkan dari hal hal yang tidak sebagaimana mestinya. Kasihan rakyat yang miskin makin banyak sedangkan yang lain berkembang dan makin maju.”

SMS pada 5 Januari:

“Mas Yulianto. Kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional, yang suka abuse of power. Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia akan dibersihkan”.

Tak terima dengan laporan itu, Hary Tanoesoedibjo melaporkan balik jaksa Yulianto ke Bareskrim Polri. Ia pun mengklaim tidak pernah mengancam jaksa Yulianto. Adapun pesan yang dikirimkan kepada sang penegak hukum hanya sekadar ekspresi dan penyampaian misi politik. Namun pada 21 Juni 2016, Bareskrim Polri menetapkan Hary Tanoesoedibjo sebagai tersangka kasus dugaan SMS ancaman kepada jaksa Yulianto.

Terkait penetapan status tersangka ini, saat itu Bareskrim Polri menilai pesan singkat yang dikirimkan kepada jaksa Yulianto ini memenuhi unsur pengancaman. Atas dasar itu, pihak yang berwajib pu menjerat Hary Tanoesoedibjo dengan Pasal 29 UU Nomor 11/2008 tentang ITE jo pasal 45B UU Nomor 19/2016 tentang Perubahan UU ITE Nomor 11/2008.

Hary Tanoesoedibjo sempat mencoba peruntungan dengan mengugat status tersangka yang disematkan kepada dirinya melalui jalur praperadilan pada 20 Juni 2017.  Namun tak sampai sebulan kemudian, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan untuk menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh Hary Tanoesoedibjo. Hakim pun menyatakan penetapan tersangka terhadap dirinya sah.

(Teguh Vicky Andrew\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar