Ogah Mundur Soal Karhutla, Gubernur Sumsel: Ini Kehendak Tuhan

Rabu, 18/09/2019 08:25 WIB
Ilustrasi pemadaman kebakaran hutan (Beritagar.id)

Ilustrasi pemadaman kebakaran hutan (Beritagar.id)

Jakarta, law-justice.co - Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru didesak untuk mundur dari jabatannya oleh ratusan massa aksi yang terdiri dari gabungan mahasiswa beberapa kampus di Sumatera Selatan.

Mahasiswa mendesak itu apabila kabut asap yang diakibatkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) kembali terjadi pada 2020.

Tuntutan itu disampaikan saat unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumsel, Jalan Kapten A Rivai, Palembang, Selasa (17/9) kemarin.

Merespons tuntutan itu, Herman Deru menolaknya mentah-mentah. Ia beralasan tidak bisa menjanjikan tidak terjadi kabut asap tahun depan karena semua itu menurutnya adalah kehendak Tuhan.

"Tidak bisa, tidak berani saya. Siapa yang bisa menjamin kehendak Tuhan? Saya tidak akan menjanjikan sesuatu yang belum tentu bisa saya penuhi. Konyol," ujar Herman Deru di hadapan para mahasiswa yang mengatasnamakan Gerakan Aliansi Sumsel Melawan Asap tersebut seperti melansir CNNIndonesia.com.

Enam tuntutan para mahasiswa disampaikan kepada Gubernur Sumsel. Pertama, tangkap, adili dan cabut izin perusahaan pembakar lahan di Sumsel, yang merupakan salah satu provinsi terparah yang terdampak karhutla. Kedua, tindak tegas oknum pembakar lahan di wilayah Sumsel.

Tuntutan ketiga, mahasiswa meminta gubernur untuk menegaskan aturan hukum terkait pembukaan lahan sesuai pasal 56 undang-undang nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan.

Keempat, mereka meminta gubernur membentuk tim gugus tugas untuk melakukan mitigasi bencana karhutla serta pengawasan lahan gambut atau lahan yang rentan terbakar.

Selain itu, mahasiswa pun meminta gubernur memfasilitasi pelayanan kesehatan masyarakat yang terkena dampak penyakit akibat karhutla secara gratis.

Tuntutan keenam ialah menerbitkan SK gubernur tentang kewajiban pencegahan karhutla oleh setiap perusahaan yang berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan hidup akibat karhutla.

Pernyataan tentang menuntut mundurnya gubernur bila tahun depan tidak bisa mencegah kabut asap dilampirkan sebagai tambahan enam tuntutan tersebut. Namun karena poin tersebut tidak diberi nomor seperti tuntutan lain, Herman Deru memprotes.

"Ini yang tuntutan mundur ini kenapa tidak dikasih nomor. Berarti tidak termasuk dengan tuntutan lainnya ini. Saya tidak mau tandatangani ini," kata dia.

Saat mendapatkan penolakan tersebut, Koordinator Aksi sekaligus Presiden Mahasiswa Universitas Sriwijaya Ni`matul Hakiki Vebri Awan membandingkan Herman Deru dengan mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin yang berani menandatangani tuntutan mundur tersebut pada saat kejadian kabut asap 2015 lalu.

Mendengar pernyataan tersebut, Herman Deru segera menanggapi bahwa dirinya enggan dibanding-bandingkan dengan pendahulunya.

"Kita tidak usah sebut nama, tapi setelah gubernur sebelumnya menandatangani tuntutan mundur tersebut pada 2015, memang 2016 tidak ada asap. Tapi 2017 dan 2018 ada [asap], apakah dia mundur? Tidak kan," timpal Herman Deru.

Dirinya menegaskan tidak bisa menjamin bahwa tahun depan tidak ada kabut asap karena kemampuan dirinya adalah melakukan pencegahan dan penanggulangan.

"Tidak bisa kalau disuruh menjamin 2020 tidak ada karhutla. Saya tidak berani menjamin karena itu kehendak Allah," ujar mantan bupati Ogan Komering Ulu (OKU) Timur dua periode itu.

Sementara itu Ni`matul mengatakan aksi tersebut dilakukan untuk meminta komitmen Gubernur menyelesaikan persoalan karhutla. Salah satunya ialah mencabut izin korporasi. Pasalnya, kata dia, hampir setengah titik api di Sumsel berada di lahan korporasi.

"Selama ini kalau asap sudah hilang, kasusnya hilang tapi kasus hukumnya enggak dilanjutkan. Selama ini yang menonjol, yang ada di berita banyaknya masyarakat yang ditangkap," ujar dia.

Aksi berakhir pada pukul 17.30 setelah Herman Deru sepakat untuk menandatangani tuntutan mahasiswa dengan mencoret tuntutan kesediannya mundur dari jabatan.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar