Ancam Pecat Jenderal TNI dan Polri, Ada Apa dengan Jokowi?

Selasa, 06/08/2019 16:02 WIB
Presiden Joko Widodo (Foto: AFP)

Presiden Joko Widodo (Foto: AFP)

Jakarta, law-justice.co - Presiden Joko Widodo membuat pernyataan bahwa tak segan untuk memecat siapa saja yang tidak tanggap terhadap kasus kebakaran hutan, termasuk di dalamnya peran Polri dan TNI.

Pernyataan tersebut diucapkan di hadapan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Jenderal TNI (Purn) Wiranto, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, dan Jenderal TNI Hadi Tjahjanto ketika rapat koordinasi nasional pengendalian kebakaran hutan dan lahan 2019 di Istana, Jakarta, Selasa (6/8/2019).

Di depan para peserta, Jokowi meminta seluruh pemangku kepentingan terkait untuk berkolaborasi dalam membantu mengatasi masalah kebakaran hutan dan lahan yang masih terjadi.

"Aturan main kita tetap masih sama. Saya ingatkan kepada Pangdam, Danrem, Kapolda, Kapolres, aturan yang saya sampaikan 2015 masih berlaku," tegas Jokowi seperti dilansir dari CNBC Indonesia.

"Saya kemarin sudah telepon Panglima TNI, saya minta copot yang tidak bisa mengatasi. Saya telepon lagi, tiga atau empat hari lalu kepada Kapolri, copot kalau enggak bisa mengatasi kebakaran," lanjutnya.

Tak hanya aparat kepolisian, Jokowi pun meminta pemerintah memberikan dukungan lebih. Ini karena kebakaran hutan dan lahan yang terjadi telah merugikan perekonomian.

"Panglima, Kapolri, saya ingatkan lagi, masih berlaku aturan main kita. Aturan simpel saja. Karena saya enggak bisa nyopot gubernur, bupati atau wali kota," katanya.

"Jangan sampai ada yang namanya status siaga darurat. Jangan sampai, udahlah. Ada api sekecil apapun, segera diselesaikan. Sudah," tegas kepala negara.

Kekhawatiran Jokowi terkait kebakaran hutan dan lahan tak lepas dari insiden tersebut yang kerap terjadi. Bahkan, kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan pernah mencapai Rp 221 triliun.

"Oleh sebab itu, peristiwa itu jangan sampai terjadi lagi. Dibandingkan 2015, tahun ini memang turun 81%. Tetapi, kalau dibandingkan dengan 2018, tahun ini naik lagi. Ini yang tidak boleh," tegasnya.

(Regi Yanuar Widhia Dinnata\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar