Polri Akan Patuhi Putusan MK soal Pasal Hoaks & Pencemaran Nama Baik

Sabtu, 23/03/2024 04:35 WIB
Polri bakal menyiapkan pengamanan untuk kampanye akbar terakhir di dua lokasi di Jakarta yakni Gelora Bung Karno (GBK) dan Jakarta International Stadium (JIS). (REUTERS/AJENG DINAR ULFIANA)

Polri bakal menyiapkan pengamanan untuk kampanye akbar terakhir di dua lokasi di Jakarta yakni Gelora Bung Karno (GBK) dan Jakarta International Stadium (JIS). (REUTERS/AJENG DINAR ULFIANA)

Jakarta, law-justice.co - Mabes Polri mengaku bakal mengarahkan Korps Bhayangkara untuk mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus pasal penyebaran berita bohong (hoaks) di UU 1/1946 dan pencemaran nama baik dalam KUHP.

"Apabila ada ketentuan seperti itu tentu Polri akan beradaptasi. Kemudian mengkaji dan tunduk dan patuh pada aturan yang terbaru," ujar Karo Penmas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko kepada wartawan, Jumat 22 Maret 2024.

Kendati demikian, Trunoyudo mengatakan putusan MK tersebut tidak berlaku surut. Sehingga hanya berlaku terhadap peristiwa yang terjadi pasca putusan tersebut disahkan.

"Tentu apa yang sudah kita lakukan langkah-langkahnya tidak berlaku surut," jelasnya dikutip dari CNN Indonesia.

Sebelumnya MK menyatakan Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946 tentang penyebaran berita bohong bertentangan dengan UUD 1945. Sementara, Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik sebagai inkonstitusional bersyarat.

Hal ini termuat dalam Putusan Nomor: 78/PUU-XXI/2023 atas permohonan yang diajukan Haris Azhar dan Fatiah terkait uji materiil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Menyatakan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab-Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan, Kamis 21 Maret 2024.

Dalam pertimbangan hukum, Mahkamah berpendapat unsur berita atau pemberitahuan bohong dan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan yang termuat dalam Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP dapat menjadi pemicu terhadap sifat norma pasal-pasal a quo menjadi pasal karet yang dapat menciptakan ketidakpastian hukum.

Kemudian, penggunaan kata keonaran dalam ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP disebut berpotensi menimbulkan multitafsir. Karena antara kegemparan, kerusuhan, dan keributan memiliki gradasi yang berbeda-beda, demikian pula akibat yang ditimbulkan.

Hal tersebut berpotensi terciptanya  ruang ketidakpastian karena multitafsir tersebut akan berdampak pada tidak jelasnya unsur-unsur yang menjadi parameter atau ukuran dapat atau tidaknya pelaku dijerat dengan tindak pidana. Inkonstitusional Bersyarat

Lebih lanjut, MK juga menyatakan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP tentang pencemaran nama baik harus dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat. Dalam pertimbangannya, MK menilai rumusan Pasal 310 ayat (1) KUHP sebetulnya telah diakomodasi dalam Pasal 433 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 (KUHP baru).

Namun, MK menilai ada perbedaan ketentuan norma dalam Pasal 310 ayat 1 KUHP dengan Pasal 433 UU 1/2023 (KUHP baru) yakni penegasan pelaku melakukan perbuatan pencemaran mencakup perbuatan `Dengan Lisan`.

MK menilai unsur tersebut tidak diatur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP.

"Oleh karena itu, tanpa Mahkamah bermaksud menilai konstitusionalitas Pasal 433 UU 1/2023 yang baru mempunyai kekuatan mengikat setelah tiga tahun sejak diundangkan, yaitu tanggal 2 Januari 2026, maka penegasan berkenaan dengan unsur perbuatan "dengan lisan" yang terdapat dalam Pasal 433 UU 1/2023 bisa diadopsi atau diakomodir guna kepastian hukum dalam penerapan ketentuan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP," ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam persidangan.

"Dengan demikian, norma Pasal 310 ayat (1) KUHP dimaksud dapat memberikan kepastian hukum dan mempunyai jangkauan kesetaraan yang dapat mengurangi potensi adanya perbedaan perlakuan atau diskriminasi terhadap addresat norm atas ketentuan norma Pasal 310 ayat (1) KUHP, sehingga dalam penerapannya tidak menimbulkan ambiguitas," sambung Enny.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar