PDIP Sebut Kerusakan Demokrasi Diawali Abuse of Power Presiden Jokowi

Minggu, 17/03/2024 14:16 WIB
Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto (tengah), Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Djarot Saiful Hidayat (kanan) dan Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Arif Budimanta (kiri) saat menggelar konferensi pers terkait Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-3 PDIP di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (5/6/2023). DPP PDI Perjuangan (PDIP) akan menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III di Sekolah Partai dengan tema Rakernas III dengan tema Fakir Miskin dan Anak

Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto (tengah), Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Djarot Saiful Hidayat (kanan) dan Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Arif Budimanta (kiri) saat menggelar konferensi pers terkait Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-3 PDIP di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin (5/6/2023). DPP PDI Perjuangan (PDIP) akan menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III di Sekolah Partai dengan tema Rakernas III dengan tema Fakir Miskin dan Anak

Jakarta, law-justice.co - Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDIP) membeberkan kekisruhan yang terjadi dalam Pemilu 2024 dan karut marutnya proses demokrasi di Indonesia saat ini.

Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto merespons kenapa suara PDIP hanya mencapai 16 persen di Pemilu 2024, mengacu data terakhir Sirekap KPU RI yang masih menampilkan diagram, sebelum pada akhirnya dihentikan sementara.

Dia mengungkapkan bahwa sebulan sebelumnya, hasil survei internal PDIP menunjukkan optimisme yang tinggi, dengan perkiraan suara PDIP antara 21 hingga 24 persen. Namun, hasil quick count yang menunjukkan hanya 17 persen membuat mereka terkejut.

Bahkan, hasil konversi kursi menunjukkan PDIP hanya mendapatkan sekitar 115 kursi di DPR RI, jauh dari target awal mereka sebesar 150 kursi.

“Setelah kemudian kami melakukan suatu telaah di lapangan, ini tidak lagi patut diduga, memang terjadi sesuatu kerusakan demokrasi yang diawali dengan abuse of power dari Presiden Jokowi,” ungkap Hasto dalam sebuah wawancara eksklusif yang disiarkan di Kanal YouTube Liputan6, dikutip Sabtu malam (16/3).

Atas dasar itu, Hasto menyebut bahwa intimidasi demi intimidasi kerap dialami oleh anggota partai, kepala daerah, dan struktur partai PDIP.

Pada saat bersamaan, sesal Hasto, digunakan pula instrumen negara dan sumber-sumber daya negara yang kemudian mengubah peta politik hingga akhirnya partai banteng moncong putih mendapatkan 16 persen.

“Bukan sekadar intimidasi, ini menjadi bagian dari itu. Tapi suatu operasi yang kami sebut dari hulu ke hilir,” tegasnya.

Di sisi lain, Hasto juga menyoroti dampak dari politisasi bansos yang mencapai Rp496 triliun terhadap preferensi pemilih.

Meskipun operasi ini awalnya ditujukan kepada pasangan Ganjar-Mahfud, namun PDIP juga mengalami tekanan serupa di lapangan.

“Belum lagi, pengerahan dari aparat-aparat negara yang seharusnya netral, itu seperti dari TNI dan polri, kemudian menteri-menteri yang juga punya kekuatan struktural, Menteri Agama, Menteri Perdagangan, kemudian Menteri BUMN, semua diupayakan untuk kegiatan-kegiatan elektoral termasuk Menteri Investasi,” pungkasnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar