Mahfud Sebut Komisioner KPU Ugal-ugalan

Sabtu, 09/03/2024 19:05 WIB
Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Ganjar Pranowo dan Mahfud MD menghadiri kampanye akbar bertajuk Harapan Jutaan Rakyat (Hajatan Rakyat) dan Konser Salam Metal 03 Menang Total di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) di Jakarta Pusat pada Sabtu (3/2/2024). Puluhan ribu massa pendukung dan simpatisan Ganjar-Mahfud nampak memenuhi SUGBK untuk menyuarakan dukungannya kepada paslon nomor urut 3 tersebut. Robinsar Nainggolan

Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Ganjar Pranowo dan Mahfud MD menghadiri kampanye akbar bertajuk Harapan Jutaan Rakyat (Hajatan Rakyat) dan Konser Salam Metal 03 Menang Total di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) di Jakarta Pusat pada Sabtu (3/2/2024). Puluhan ribu massa pendukung dan simpatisan Ganjar-Mahfud nampak memenuhi SUGBK untuk menyuarakan dukungannya kepada paslon nomor urut 3 tersebut. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Mahfud Md mewanti-wanti kepada para komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI agar bertindak tak ugal-ugalan dalam penyelenggaran Pemilu 2024. Cawapres nomor urut 3 ini menekankan bahwa pimpinan KPU sudah berkali-kali dinyatakan melanggar etik Pemilu, tetapi tidak kunjung memungundurkan diri dari jabatannya.

Mahfud menyoroti tak beresnya kinerja komisioner KPU lantaran banyak ditemukan masalah masalah dalam aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Sejumlah permasalahan semisal ketidakakuran data menurutnya perlu diaudit demi mengungkap hal sebenarnya. Bahwa masalah dalam sistem rekapitulasi KPU, apakah benar disengaja atau sebaliknya.

"Audit ini penting agar ke depannya orang tidak ugal-ugalan seperti KPU sekarang, sudah diperingatkan pelanggaran etik beberapa kali," kata Mahfud dalam keterangannya, dikutip Sabtu (9/3/2024).

Mahfud berpandangan bawha persoalan di aplikasi Sirekap disebabkan oleh KPU yang tidak memahami dan mengendalikan teknologi informasi tersebut. Menurut dia, KPU semestinya jujur mengakui bahwa mereka tidak menguasai aplikasi tersebut dengan melakukan audit investigasi terhadap aplikasi Sirekap.

"Kalau mereka jujur, ya diaudit saja dan akui bahwa saya tidak menguasai dan tidak bisa mengendalikan karena saya bukan ahli IT kan itu saja, dia tidak punya ahli IT yang mengendalikan sendiri," ujar Mahfud.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini pun menekankan bahwa audit investigasi tersebut tidak bakal mempengaruhi hasil Pemilu 2024 sehingga partai politik tidak perlu khawatir. "Ini hanya terkait dengan kinerja KPU, jangan takut juga partai-partai enggak setuju audit gitu misalnya, enggak akan berubah, padahal hasil yang ditetapkan nanti berdasar hitungan manual," tutur Mahfud.

Konteks ugal-ugalan yang dimaksud Mahfud bisa merujuk pada sejumlah pelanggaran etik komisioner KPU. Semisal Pada 5 Februari 2024, DKPP menyatakan ketua dan enam anggota KPU melanggar etik terkait tindak lanjut atas putusan MK mengenai syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. Ketua KPU Hasyim Asy’ari dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir. Sedangkan enam anggota KPU dijatuhi sanksi peringatan keras, yakni M Afifuddin, Parsadaan Harahap, Betty Epsilon Idroos, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz.

Sebelumnya, pada akhir Oktober 2023, Hasyim juga pernah dijatuhi sanksi peringatan keras dan enam komisioner lain dijatuhi sanksi peringatan karena melanggar etik dalam penyusunan regulasi terkait bakal calon anggota legislatif perempuan. Pun pernah juga pada awal April 2023, Hasyim dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir karena melanggar prinsip profesional dan mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara pemilu dalam relasinya dengan Ketua Partai Republik Satu Hasnaeni.

"Itu kan sebenarnya secara moral seharusnya sudah mundur lah, tapi ya mereka enggak mau juga, mungkin terikat kontrak untuk tidak mundur," kata Mahfud.

Adapun bicara soal Sirekap, belakangan kembali menjadi sorotan publik setelah KPU memutuskan menghentikan penayangan grafik perolehan hasil suara di laman https://pemilu2024.kpu.go.id/. Dihapusnya grafik yang menampilkan presentase perolehan suara calon presiden dan partai politik itu disebabkan kegaduhan yang muncul belakangan, yakni akibat tak akuratnya pembacaan hasil perolehan suara di tingkat TPS.

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar