Kerugian Ekologi Rp271 T, Pakar Minta Kejagung Libatkan BPK

Sabtu, 24/02/2024 21:31 WIB
DR Chairul Huda Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta. (UMJ)

DR Chairul Huda Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta. (UMJ)

law-justice.co - Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda menyarankan Kejaksaan Agung melibatkan audit Badan Pemeriksa keuangan (BPK) dalam membongkar kerugian lingkungan hingga Rp 271 triliun. Kerugian ini terkait kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut ada kerugian lingkungan hingga Rp 271 triliun terkait kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Nilai ini disampaikan ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo, dalam konferensi pers di Kejagung.

Chairul Huda menilai  sah-sah saja memasukkan kerusakan lingkungan sebagai kerugian negara, namun perlu diperkuat dengan audit BPK. "Untuk membuktikan adanya kerugian perekonomian negara itu termasuk kerugian karena kerusakan ekologis kan itu harus berdasarkan audit BPK," kata Chairul dalam keterangannya, Sabtu (24/2/2024) sebagaimana dilansir Detik.

Chairul menyebut secara normatif ada 2 bentuk kerugian di dalam undang-undang yaitu kerugian keuangan negara berarti ini berkaitan dengan APBN/APBD dan kerugian perekonomian negara. Untuk kerugian perekonomian negara disebut Chairul terkait dengan perekonomian secara umum dari negara, misalnya kasus ekspor CPO minyak karena negara harus mengeluarkan Bantuan Langsung (Tunai).

"Karena gangguan perekonomian yang timbul akibat ekspor CPO dimaksud jadi memang ada harus ada perhitungan yang nyata dianggap sebagai sebuah kerugian katakanlah seperti itu," ucapnya.

Chairul mencontohkan ketika Kejagung memasukkan kerugian ekologi sebagi kerugian perekonomian negara ditolak Mahkamah Agung (MA). Untuk itu dalam kasus ini menurutnya Kejagung perlu memperkuat argumentasinya. "Kerusakan lingkungan karena bekas tambang katakanlah seperti itu nah dianggap sebagai kerugian negara dalam bentuk kerugian ekologis belum ada dalilnya. Jadi belum ada dalil yang cukup kuat untuk mengkonstruksi secara demikian," ucap Chairul.

Dalam perkara ini Kejagung bekerja sama dengan ahli lingkungan untuk menghitung kerugian perekonomian negara yang disebabkan dugaan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 sampai 2022. Kerugian atas kerusakan lingkungan itu pun ditaksir mencapai Rp 271 triliun.

(Bandot DM\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar