Komisi II DPR Desak KPU Jelaskan Kenapa Setop Rekapitulasi Kecamatan

Selasa, 20/02/2024 12:28 WIB
Total 2.068 kotak suara telah dirakit dan akan diisi surat suara, tinta, dan lain-lain untuk didistribusikan ke 517 TPS setiap kelurahan. Kotak suara yang sudah dirakit terlebih dahulu ditempatkan di GOR Otista dengan penjagaan petugas gabungan untuk selanjutnya didistribusikan ke masing-masing Kelurahan. Robinsar Nainggolan

Total 2.068 kotak suara telah dirakit dan akan diisi surat suara, tinta, dan lain-lain untuk didistribusikan ke 517 TPS setiap kelurahan. Kotak suara yang sudah dirakit terlebih dahulu ditempatkan di GOR Otista dengan penjagaan petugas gabungan untuk selanjutnya didistribusikan ke masing-masing Kelurahan. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Komisi II DPR RI mendesak Komisi Pemilihan Umun (KPU) menjelaskan kepada publik soal alasan penghentian sementara rekapitulasi suara di tingkat kecamatan.

Anggota Komisi II DPR, Guspardi Gaus mengatakan langkah itu harus dilakukan KPU agar tak menimbulkan kecurigaan dan spekulasi di tengah masyarakat. Terutama terkait isu dugaan manipulasi suara dalam proses tersebut.

"Tolong disampaikan ini kebijakan kenapa bisa sampai muncul. Harus akuntabel, sampaikan apa penyebab KPU menghentikan suara di PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan)," katanya, Selasa (20/2).

Anggota DPR dari PAN itu mengaku tidak mempermasalahkan keputusan KPU untuk menghentikan sementara proses rekapitulasi.

Menurut dia, hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan KPU selama tidak mengganggu proses tahapan pemilu secara substantif.

Namun, Guspardi mengingatkan bahwa sistem informasi rekapitulasi pemilihan umum (Sirekap), yang menjadi alasan KPU menghentikan proses rekapitulasi, hanya alat bantu.

Sementara, pedoman utama proses rekapitulasi, adalah penghitungan manual lewat kertas Formulir model C1 hasil pemilu di TPS.

"Yang jadi pedoman ukuran dalam penghitungan itu adalah penghitungan manual. Sedangkan, Sirekap hanya alat bantu," kata dia.

Guspardi mendesak KPU, selama proses penghentian rekapitulasi, tidak ada upaya memanipulasi atau menggelembungkan suara peserta pemilu tertentu.

"[KPU] harus mempertanggungjawabkan bahwa dia dalam menghentikan itu tidak ada upaya satu suara pun untuk menggiring untuk melakukan penggelembungan suara rekayasa dan sebagainya," katanya.

Sebagai informasi, Politikus PDIP, Deddy Yevry Sitorus mengaku menerima laporan soal dugaan potensi partai tertentu akan menerima limpahan suara demi memenuhi syarat lolos ambang batas parlemen atau parliamentary threshold 4 persen lewat Pemilu 2024.

Deddy enggan menyebutkan partai yang dimaksud. Namun, salah satu skenario itu muncul seiring keputusan KPU untuk menghentikan sementara proses rekapitulasi suara di tingkat kecamatan.

"Satu, mencurigai ini ada operasi untuk menyelamatkan partai tertentu yang udah kebelet pengen masuk DPR," ucap Deddy saat dihubungi, Senin (19/2).

Ketua KPU, Hasyim Asy`ari mengakui ada penghentian sementara rekapitulasi suara Pemilu 2024 di tingkat kecamatan atau PPK.

Hasyim mengatakan penghentian ini dilakukan untuk memastikan akurasi data perolehan suara yang terbaca dalam Sirekap sesuai dengan Formulir Model C (catatan penghitungan suara di TPS) hasil di wilayah masing-masing.

"Tentang ada situasi tingkat kecamatan, bahwa rekapitulasi itu kemudian dihentikan sementara dalam rangkanya untuk memastikan ini dulu (Sirekap)," kata Hasyim dalam konferensi pers di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (19/2).

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar