KPK Tunjukkan 14 Bukti Surat Jawab Gugatan MAKI soal Harun Masiku

Senin, 19/02/2024 16:15 WIB
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman. (Media Indonesia)

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman. (Media Indonesia)

Jakarta, law-justice.co - Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa 14 bukti surat untuk menjawab permohonan praperadilan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) terkait penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka mantan calon legislatif (caleg) PDI Perjuangan (PDIP) Harun Masiku.

Belasan bukti tersebut diserahkan kepada hakim tunggal pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin `9 Februari 2024.

Ditemui usai sidang, Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan hanya ada empat bukti dari belasan tersebut yang berkaitan dengan pengusutan Harun.

"Ada 14, tapi yang utama cuma 4 karena yang bukti 5 sampai terakhir itu hanya putusan praperadilan di mana kami sering `berkelahi`," ungkap Boyamin di PN Jakarta Selatan.

Menurut Boyamin, belum ada tindakan resmi dari KPK di bawah Ketua Sementara Nawawi Pomolango ihwal upaya penangkapan Harun yang berstatus buron. Seingat Boyamin, KPK terakhir kali memburu Harun pada 2023 dengan Surat Perintah Penyidikan/Penangkapan yang ditandatangani oleh Firli Bahuri yang saat itu menjabat Ketua KPK.

"Ada Sprindik baru tanggal 5 Mei 2023 ditandatangani oleh Firli waktu masih jadi Ketua KPK, dilengkapi surat perintah penyitaan, tapi yang disita alatnya apa saja saya enggak baca, hanya perintah penyitaan terkait dengan pelakunya Harun Masiku," jelas Boyamin dilansir dari CNN Indonesia.

"Terus Surat Perintah Penangkapan terbaru tanggal 26 Oktober 2023. Ini juga berarti tidak ada surat perintah yang di-endorse oleh Pak Nawawi Pomolango setelah dia dilantik jadi Ketua Sementara," sambungnya.

Dalam permohonan praperadilannya, Boyamin beranggapan penyidikan terhadap Harun telah dihentikan KPK. Hal itu dibuktikan dari belum ditemukannya Harun yang sudah sejak lama masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

"Atas keengganan KPK sidang in absentia, maka aku dalilkan KPK telah menghentikan penyidikan secara materiel sehingga untuk mendobraknya perlu langkah gugatan praperadilan," ucap Boyamin dalam permohonannya.

KPK sebelumnya menilai belum ada urgensi untuk mengadili perkara Harun secara in absentia atau tanpa kehadiran terdakwa.

"Iya (belum ada urgensi). Penegakan hukum korupsi ada tujuannya di antaranya efek jera pelakunya sehingga bukan sekadar formalitas menyelesaikan sebuah perkara," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat 5 Januari 2024.

Secara teori, Ali menjelaskan persidangan in absentia untuk setiap perkara termasuk pihak pemberi suap bisa saja dilakukan. Akan tetapi, efektivitas dari penanganan perkara harus tetap dipenuhi.

"Pemberi enggak bisa di-TPPU kan dan lain-lain, hanya sebatas yang ia berikan saja yang dipertanggungjawabkan," ucap Ali.

"Beda dengan penerima. Bisa yang ia terima dari terdakwa dan pihak-pihak lain," sambungnya.

Harun harus berhadapan dengan hukum lantaran diduga menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR namun meninggal dunia.

Ia diduga menyiapkan uang sekitar Rp850 juta untuk pelicin agar bisa melenggang ke Senayan.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar