Mantan penyelidik KPK Harun Al Rasyid mengaku tahu keberadaan buron KPK Harun Masiku. Mantan `raja OTT` KPK ketika itu mengatakan Harun Masiku tinggal dibungkus.
"Kalau memang mau menawarkan itu (bantuan) silakan kami membuka pintu kalau memang mau berkolaborasi," ujar Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (24/3).
“Kami pun beberapa kali menawarkan mau kami bantu? Semoga enggak lama dapatlah Insya Allah. Tapi enggak ada juga respons gitu,” ujar Novel dikutip dari kanal Youtubenya Novel Baswedan Official, Kamis (24/3).
Setelah sekian lama tak ada kabar, kini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan perkembangan kasus pengejaran Harun Masiku. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan KPK sudah berupaya mengirimkan red notice pada Interpol.
Perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dengan Singapura diyakini KPK bisa melacak semua buronan kasus korupsi yang melarikan diri ke Singapura, seperti Paulus Tannos hingga Harun Masiku. Paulus Tannos merupakan buronan tersangka kasus korupsi.
Bagai kecepatan Harun Masiku menghilang, secepat itupula Edi Mulyadi diperiksa, ditetapkan tersangka dan ditahan kepolisian. Kasus Edi Mulyadi semakin mengokohkan praktek-praktek hukum kekuasan yang dilakukan rezim.
"KPK tak mampu atau entah tak mampu atau tak mau menjangkau Harun Masiku dan kejanggalan ini sudah kami lihat sejak awal, ketika KPK akan menangkap sejumlah orang di PTIK tidak adanya pengawalan dari pimpinan KPK, kemudian tidak ada penggeledahan di kantor DPP PDIP"
“KPK memiliki tunggakan pencarian buronan, di antaranya Kirana Kotama, Izin Azhar, Surya Darmadi, dan Harun Masiku,” katanya dalam keterangannya, Selasa (28/12).
Buronan KPK Harun Masiku belum juga ditemukan hingga saat ini. Padahal, politikus PDIP itu menyandang status buron selama 700 hari. Terkait hal itu, KPK tetap berkomitmen untuk terus melakukan pencarian dan menganggap hal ini merupakan masalah yang serius.
"Pada hari ini, genap 650 hari Harun Masiku belum dapat ditangkap oleh KPK," ujar Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, melalui keterangan tertulis, Selasa (19/10).