Ini Bahayanya Bagi Ekonomi RI Jika Sri Mulyani Mundur dari Kabinet

Minggu, 04/02/2024 15:48 WIB
Menkeu Sri Mulyani dan Presiden Jokowi (berkabar.id)

Menkeu Sri Mulyani dan Presiden Jokowi (berkabar.id)

Jakarta, law-justice.co - Dalam beberapa waktu terakhir, isu soal mundurnya Menteri Keuangan (Menkeu RI), Sri Mulyani dari Kabinet Indonesia Maju yang dikomandoi Jokowi makin menguat.

Sebagai informasi, isu tersebut pertama kali diungkap oleh Pakar Ekonomi Senior INDEF, Faisal Basri.

Menurut dia, isu mundur ini diinginkan lantaran dia menilai pemerintahan Jokowi berpihak pada pasangan calon nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024.

"Ayo sama-sama kita bujuk Bu Sri Mulyani (menteri keuangan), Pak Basuki (menteri PUPR Basuki Hadimuljono), dan beberapa menteri lagi untuk mundur. Itu efeknya dahsyat. Secara moral, saya dengar Bu Sri Mulyani paling siap untuk mundur. Pramono Anung (sekretaris kabinet) sudah gagap. Kan PDI (PDI Perjuangan) belain Jokowi terus, pusing," ujarnya beberapa waktu lalu.

Meski begitu, Sri Mulyani sendiri tidak pernah mengiyakan atau membantah isu itu. Kata dia selama ini dirinya hanya bekerja saja.

"Saya bekerja, saya bekerja, oke makasih," kata Sri Mulyani singkat ketika ditanya soal pengunduran dirinya di Istana Negara, Jumat (19/1).

Isu mundurnya wanita yang akrab dipanggil Ani ini memang menjadi sorotan banyak pihak. Bagaimana tidak, manajemen keuangan negara ada di tangannya.

Ekonom Tanah Air menyebutkan mundurnya Sri Mulyani akan menimbulkan beberapa dampak besar.

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI), Ronny P Sasmita menyebutkan dampak pertama yang paling besar adalah potensi menurunnya kredibilitas keuangan pemerintah.

Penurunan kredibilitas, bisa membuat kepercayaan investor akan luntur yang pada ujungnya bisa memicu terjadi capital outflow besar-besaran.

"Karena selama ini, kredibilitas keuangan dan pengelolaan fiskal nasional dipandang sangat baik berkat kehadiran Sri Mulyani di pos Kementerian Keuangan," ujarnya seperti melansir cnnindonesia.com.

Dia menilai, perekonomian Indonesia yang selama ini memiliki bantalan yang kuat, adaptif dan perspektif di bawah nahkoda Sri Mulyani akan hilang. Sebab, kredibilitas keuangan nasional yang turun.

"Kredibilitas keuangan nasional ini berkaitan dengan kemampuan fiskal nasional dalam merespon berbagai tekanan ekonomi, baik internal maupun eksternal, yang selama ini dipandang baik oleh pelaku usaha nasional dan investor global," jelasnya.

Selain itu, kepercayaan investor domestik maupun luar negeri akan Surat Berharga Nasional (SBN) yang dianggap aman dan menguntungkan bisa terancam mendadak pudar.

"Karena kredibilitas fiskal nasional juga terkait dengan model pengelolaan anggaran negara di bawah kepemimpinan Sri Mulyani yang dianggap sustainable dan berdisiplin tinggi, baik oleh publik maupun oleh investor," kata dia.

Kedua, potensi capital outflow yang makin besar bila Sri Mulyani mundur akan berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah. Masalah itu juga bisa meningkatnya laju inflasi barang berbasis bahan baku impor.

Selain itu, bisa memperburuk prospek investasi, terutama pada sektor finansial. Hal ini akan ditandai dengan turunnya kontribusi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi.

"Pendeknya, jika Sri Mulyani mundur, akan sangat berpengaruh terhadap kepercayaan investor sekaligus kepercayaan diri investor untuk berinvestasi di Indonesia, terutama di bidang finansial seperti surat utang negara, surat utang korporasi, pun pasar modal, karena dianggap disiplin fiskal akan melemah ketika Sri Mulyani tidak lagi menjabat," imbuhnya.

Sementara, Direktur Center of Economic and Law (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan mundurnya Sri Mulyani akan berdampak pada melonjaknya imbal hasil surat utang yang dipicu oleh turunnya rating utang pemerintah.

Sebab, dengan tidak hadirnya Sri Mulyani mengelola keuangan negara, risiko ketidakpastian arah kebijakan fiskal bisa meningkat. Di mana ini akan membuat investor di pasar keuangan skeptis dan meminta imbal hasil yang lebih tinggi untuk kompensasi risiko.

"Dampak lainnya adalah trust investor terhadap keberlanjutan mega proyek seperti IKN karena selama ini didukung APBN. Banyak investor teken LoI di IKN jadi ragu merealisasikan investasinya. Bukan lagi wait and see malah cenderung menarik diri," jelasnya.

Senada dengan Ronny, dampak lainnya adalah guncangan capital outflow di pasar saham menyebabkan pelemahan kurs rupiah yang sangat dalam.

"Lainnya, mundurnya Sri Mulyani akan berdampak pada berbagai kerja sama internasional seperti pendanaan JETP untuk transisi energi bisa jalan ditempat karena berkurangnya sosok yang kredibel dimata mitra negara maju," pungkas Bhima.

Bhima menyampaikan ada dua solusi yang bisa ditempuh untuk mengurangi dampak bila Sri Mulyani mundur. Pertama, Sri Mulyani mundur secara cepat sehingga mengakhiri spekulasi para pelaku pasar.

"Investor kan butuh certainty, sehingga isu tidak lagi liar tapi benar-benar ada keputusan dari Sri Mulyani untuk mundur," kata Bhima.

Kedua, Jokowi harus mencari pengganti Sri Mulyani yang punya kapasitas, terutama track record dalam bidang kebijakan fiskal hingga memiliki koneksi di tingkat internasional.

"Memang susah ya di injury time mencari pengganti Sri Mulyani, tapi beberapa sosok harus mulai di approach Jokowi untuk gantikan dia. Khawatir sosok pengganti levelnya jauh di bawah Sri Mulyani, pelaku pasar akan distrust," pungkas Bhima.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar