Ini Total Ongkos Pindah Ibu Kota di 6 Negara, Mana yang Paling Mahal?

Rabu, 10/01/2024 13:31 WIB
Investor IKN Masih Zonk, Otorita Membongkar Penyebabnya  Foto: ekonomi.bisnis.com

Investor IKN Masih Zonk, Otorita Membongkar Penyebabnya Foto: ekonomi.bisnis.com

Jakarta, law-justice.co - Seperti diketahui, ternyata bukan hanya Negara Indonesia, sejumlah negara juga memutuskan untuk pindah ibu kota negara.

Bahkan, sebagai informasi, beberapa diantaranya sudah menetap di kota baru sejak lama.

Biaya pembangunan ibu kota baru di setiap negara bervariasi. Ada yang terbilang murah, tapi ada juga yang jor-joran.

Tidak semua negara transparan menjelaskan berapa uang yang dihabiskan untuk pemindahan ibu kota. Beberapa di antaranya juga hanya berbentuk estimasi.

Khusus di Indonesia, ibu kota akan dipindahkan dari Jakarta ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Pusat pemerintahan baru di Kalimantan Timur itu kini sedang dikebut pembangunannya.

Kawasan Pusat Inti Pemerintahan Pusat (KIPP) menjadi prioritas utama. Rencananya, Presiden Joko Widodo dan jajaran juga akan mengadakan upacara bendera di IKN dalam peringatan HUT Indonesia ke-79 pada 17 Agustus 2024.

Lantas, negara mana yang paling banyak menghabiskan uangnya untuk pemindahan ibu kota?

Berikut biaya pindah ibu kota di enam negara seperti melansir cnnindonesia.com:

1. Indonesia

Pemindahan ibu kota Indonesia diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Beleid ini diteken Presiden Jokowi pada Oktober 2023 lalu.

Berdasarkan perkiraan resmi yang disampaikan pemerintah, biaya pembangunan IKN berkisar Rp466 triliun sampai Rp486 triliun hingga 2045 mendatang.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menanggung 19 persen biayanya alias Rp88,54 triliun-Rp92,34 triliun.

Sedangkan sisanya memanfaatkan dana dari investasi swasta, BUMN, hingga skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).

Khusus di 2024 ini, negara menggelontorkan Rp40,6 triliun untuk melanjutkan pembangunan IKN. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut uang sebanyak itu akan dipakai untuk membangun Bandara VVIP IKN hingga perumahan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Akan tetapi, ia menegaskan bahwa porsi APBN di tahun-tahun mendatang akan semakin menyusut. Ini dilakukan seiring dengan masifnya skema pembiayaan yang menggaet swasta atau KPBU.

"Kami sudah dukung untuk Otorita IKN prospeknya bisa KPBU, sehingga penggunaan APBN bisa lebih kecil dalam jangka pendek dan sesuai kemampuan APBN ke depannya," ucapnya dalam Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2024 di Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta Selatan, Agustus 2023 lalu.

2. Malaysia

Tetangga Indonesia ini sudah lebih dulu pindah ibu kota sejak 1999, dari Kuala Lumpur ke Putrajaya. Ibu kota baru Malaysia itu dulunya merupakan lahan perkebunan karet dan kelapa sawit bernama Prang Besar.

Putrajaya pada akhirnya menjadi pusat pemerintahan anyar Malaysia. Pasalnya, kemacetan Kuala Lumpur disebut sudah sampai menghambat proses administrasi negara.

Mengutip The Malaysian Reserve, pembangunan pertama di Putrajaya dilakukan pada 1995. Kala itu, pemindahan ibu kota ini disebut menjadi proyek terbesar di Malaysia.

Estimasi biaya yang harus dikeluarkan untuk pemindahan tersebut mencapai US$8,1 miliar. Jika diasumsikan dengan kurs saat ini senilai Rp15.531 per dolar AS, maka pembangunan Putrajaya menghabiskan Rp125 triliun.

3. Brasil

Rio de Janeiro sempat didapuk sebagai ibu kota Brasil sejak negara tersebut berubah menjadi republik pada 1889. Namun, beberapa puluh tahun kemudian, pemerintah memindahkan ibu kota negara.

Seorang pemimpin gerakan kemerdekaan di Brasil, Joaquim José da Silva Xavier, sempat mengusulkan pemindahan ibu kota pada 1789. Ia berucap ibu kota Brasil harus dipindah ke daerah pedalaman.

Usulan ini kemudian ditegaskan ilmuwan dan politikus José Bonifácio de Andrada e Silva pada 1822. Itu adalah tahun di mana Brasil memeroleh kemerdekaan usai dijajah Portugal.

Barulah pada 1956 ditunjuk lokasi ibu kota baru Negeri Samba, yakni Brasilia. Wilayah itu mulai dibangun di bawah pimpinan mantan presiden Brasil Juscelino Kubitschek de Oliveira dan Brasilia sah menjadi ibu kota anyar sejak 1960.

Berdasarkan jurnal Columbia University, biaya pembangunan Brasilia cukup mahal. Bahkan, biaya pemindahan tersebut diklaim menyebabkan kas negara defisit.

"Menurut Menteri Keuangan Eugênio Gudin di bawah Presiden Café Filho, perkiraan biaya untuk membangun Brasilia adalah US$1,5 miliar (kurs dolar pada 1954)," tulis jurnal tersebut, dikutip Rabu (10/1).

Jika diasumsikan dengan kurs saat ini, biaya pembangunan dan pemindahan ibu kota Brasil senilai Rp23 triliun.

4. Korea Selatan

Korea Selatan juga sedang membangun ibu kota baru, yakni Sejong. Kota ini terletak sekitar 112 kilometer dari Seoul.

Rencana pemindahan ibu kota dari Seoul ke Sejong sudah mencuat sejak 2002 dan diproses pada 2005. Pemindahan ibu kota ini ditegaskan dengan pengesahan UU Khusus tentang Pembangunan Kota Administratif.

Berbagai kementerian/lembaga (K/L) sudah pindah secara bertahap ke Sejong sejak 2012. Rencananya, relokasi selesai pada 2030 mendatang.

Mengutip Korea Herald, biaya total pembangunan Multifunctional Administrative City Sejong (MAC Sejong) diperkirakan mencapai US$20,6 miliar atau setara Rp320 triliun.

5. Myanmar

Myanmar memindahkan ibu kota dari Yangon ke Naypyidaw pada 7 November 2005. Ibu kota anyar itu difungsikan sebagai pusat administratif Myanmar yang kini kembali dikuasai junta militer.

Oleh karena itu, Naypyidaw kebanyakan dihuni oleh pegawai negeri sipil (PNS) serta anggota hingga pejabat militer Myanmar.

Naypyidaw tak cuma punya kantor pemerintah, ada juga hotel mewah, apartemen, dan sebuah bandara. Akan tetapi, kota ini awalnya kekurangan toko, restoran, dan fasilitas lain.

Bahkan, kota ini punya suplai listrik yang tak terganggu. Ini adalah hak istimewa dibandingkan wilayah lain di Myanmar.

Mengutip Architectural Guide: Yangon, Pemerintah Myanmar diklaim menghabiskan US$4 miliar hingga US$5 miliar atau setara Rp77 triliun untuk membangun Naypyidaw.

6. Mesir

Pada daftar ini, Mesir menjadi negara yang lebih jor-joran memindahkan ibu kota ketimbang Indonesia. Mereka mengucurkan U$58 miliar atau Rp900 triliun untuk membangun ibu kota baru yang berlokasi 45 km di timur Kairo.

Bahkan, ini menjadi megaproyek terbesar di era Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi yang menjabat sejak 2014. Ibu kota anyar Mesir akrab disebut New Administrative Capital (NAC).

Pembangunan ibu kota baru di gurun pasir itu sudah berlangsung sejak 2015. Meski begitu, belum semua proyeknya rampung karena kerap tertunda imbas banyak faktor.

Administrative Capital for Urban Development (ACUD) adalah lembaga yang memimpin pembangunan megaproyek ini. Ketua ACUD Khaled Abbas mengklaim sejumlah karyawan di instansi Pemerintah Mesir sudah pindah ke NAC sejak Juni 2023 lalu.

Pada pembangunan tahap pertama mencakup menara setinggi 70 lantai, disebut yang tertinggi di Afrika. Ada juga gedung opera dengan lima aula, masjid besar, dan katedral terbesar di Timur Tengah.

"Kereta listrik dari Kairo timur mulai beroperasi pada musim semi lalu dan monorel layang akan dimulai pada kuartal kedua tahun ini (2024)," tutur Abbas, dikutip dari Reuters.

"Sebanyak 100 ribu unit rumah telah selesai dibangun dan 1.200 keluarga sudah pindah," imbuhnya.

Abbas menyebut pembangunan tahap pertama NAC menguras 500 miliar pound Mesir atau setara Rp250 triliun.

Nantinya, akan dilakukan pengerjaan tahap kedua yang dimulai akhir tahun ini hingga 2027 mendatang dengan perkiraan dana 250 miliar pound Mesir-300 miliar pound Mesir alias Rp150 triliun. Setelah itu, masih ada lagi rencana pembangunan tahap ketiga dan keempat.

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar