Protes Pajak Hiburan 40 Persen, Pebisnis Spa: Bakal Matikan Usaha!

Selasa, 09/01/2024 08:00 WIB
Ilustrasi Pajak. (Istimewa).

Ilustrasi Pajak. (Istimewa).

Jakarta, law-justice.co - Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya menegaskan bahwa para pengusaha spa di keberatan dengan adanya kenaikan pajak hiburan sebesar 40 persen.

Sebagai informasi, bisnis spa masuk dalam kategori hiburan sehingga bakal dipajaki 40 persen.

"Kebijakannya akan membunuh usaha spa. Spa dengan hiburan harus dibedakan. Kalau hiburan dan karaoke, mereka jual minuman dan segala macam atau diskotek, itu beda," katanya saat dihubungi Senin (8/1).

"SPA ini adalah kebugaran atau wellness kalau di Bali. Jadi itu berbeda, jangan disamakan. Ini kan kebugaran karena kita ingin mereka (wisatawan) ke Bali, dia bisa menyegarkan melakukan terapis SPA ini. Jadi beda," imbuhnya.

Menurutnya, pemerintah terburu-buru menaikkan pajak hiburan dari sebelumnya 15 persen, tiba-tiba naik menjadi 40 persen. Hal ini membuat kaget para pebisnis spa.

"Masa dari 15 persen sampai 40 persen? Ini kalau kenaikan, iya, pelan-pelan ojo kesusu. Jangan ngagetin usaha dan itu akan membunuh usaha. Kita kan baru recovery, baru sembuh dari 2,5 tahun pandemi Covid," ucapnya.

Dia menilai kebijakan ini bakal membuat bisnis spa bangkrut. Pasalnya, bagaimana usaha pijat ini bisa bertahan jika pajak akan menggerogoti pemasukan.

"Bagaimana usaha tumbuh dan berkembang kalau bayar tax-nya 40 persen? Operasional cost 60 persen dan bayar tax 40 persen, bagaimana bisa hidup?" ungkapnya.

Oleh karena itu, PHRI mendesak pemerintah meninjau ulah besaran tarifnya agar bisnis spa bisa tumbuh, bukan malah tutup.

Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Badung Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, spa bakal dipungut pajak sebesar 40 persen.

Mengacu perda itu, pajak hotel, restoran, parkir dan hiburan ditetapkan sebesar 10 persen.

Namun, pajak hiburan khusus tarif jasa mandi uap atau spa, diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar, dipungut paling rendah 40 persen per 1 Januari 2024.

 

 

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar