Apindo: Kebijakan Hilirisasi Bermasalah dan Perlu Dievaluasi

Jum'at, 22/12/2023 15:15 WIB
Ketua Umum APINDO Shinta Widjaja Kamdani (Dok,MenObesesion)

Ketua Umum APINDO Shinta Widjaja Kamdani (Dok,MenObesesion)

Jakarta, law-justice.co - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai bahwa kebijakan hilirisasi presiden Joko Widodo bermasalah dan perlu dievaluasi.

Pasalnya, pembatasan ekspor menyebabkan oversupply produk di dalam negeri, yang dapat menyebabkan penurunan harga domestik dari produk terkait.

"Meskipun pemerintah telah menetapkan harga dalam negeri 30% lebih rendah dari harga luar negeri, tetapi dengan struktur pasar monopsoni (sedikit pembeli), maka keseimbangan harga pasar akan berada di bawah ketentuan pemerintah," ungkap Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani.

Pengusaha juga menilai Pemilu memang menjadi daya dongkrak konsumsi dan pertumbuhan ekonomi di 2024.

Namun, penyelenggaraannya perlu dijaga untuk memastikan stabilitas politik dan ekonomi, agar pesta demokrasi tersebut tidak berpotensi terjadinya sengketa hasil pemilu dan konflik.

“Untuk mencapai target proyeksi pertumbuhan, ada sejumlah agenda strategis yang perlu mendapat prioritas segala sumber daya di tahun 2024," jelas dia.

Termasuk di antaranya memastikan kesuksesan penyelenggaraan pemilu, konsistensi reformasi struktural, pengendalian inflasi, hilirisasi, pengembangan SDM dan perlindungan ketenagakerjaan, penguatan ekosistem UKM.

Kemudian, melakukan langkah antisipasi hoax yang merugikan perekonomian dan pekerja, evaluasi kebijakan Devisa Hasil Ekspor, serta memastikan implementasi lima rekomendasi utama yang terangkum dalam Roadmap Perekonomian.

"Lima rekomendasi utama Roadmap Perekonomian APINDO terdiri atas: Pertama, perbaikan kepastian hukum dan kebijakan serta kelembagaan, dan koordinasi dalam implementasi kebijakan," beber dia.

"Kedua, kebijakan terkait peran teknologi dan SDM untuk mendukung lompatan produktivitas yang diperlukan untuk transformasi ekonomi," pungkas dia dilansir dari CNN Indonesia.

Ketiga, kebijakan industri, perdagangan, investasi dan persaingan yang sehat (levelplayingfield). Selanjutnya,adopsi konsep berkelanjutan karena perubahan makro dan global yang terjadi menuntut perusahaan untuk memenuhi standard ESG (Environment, Social and Governance) dan memanfaatkan peluang untuk mengembangkan industri “hijau”.

"Terakhir perbaikan infrastruktur terkait transportasi, konektivitas dan logistik; transisi sektor energi, dan prasarana digital yang efisien dan efektif," pungkasnya.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar