Saling Sandera Pemberantasan Korupsi, Corruptor Fight Back atau  Perang Gank?

Ada apa di Balik Lolosnya Firli di Jumat Keramat?

Sabtu, 02/12/2023 16:57 WIB
Ilustrasi: Corruptor Fightback. (Bing)

Ilustrasi: Corruptor Fightback. (Bing)

law-justice.co - Corruptor fight back. Lema lawas ini kembali mengemuka. Tak tanggung-tanggung, kali ini diucapkan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif Firli Bahuri. Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan oleh penyidik Polda Metro Jaya. Santer diberitakan bakal ditahan, Firli lolos dari jerat penahanan di Jumat Keramat. Benarkah ada perlawanan koruptor di balik status Firli atau sekedar bela diri belaka?

Pagi itu, Jumat (1/12/2023), Firli datang ke Bareskrim Mabes Polri memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya sebagai tersangka. Dia diapuk menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi terhadap eks Menteri Pertanian Syarul Yasin Limpo (SYL).

Kali ini, untuk pertama kali dia bakal diperiksa sebagai tersangka di hari Jumat Keramat. Lagi-lagi, dia datang secara diam-diam. Awak media yang sejak pagi nongkrong di depan lobi gedung itu tak mendeteksi kedatangan Firli. Barulah ada informasi dari Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Arief yang menyatakan Firli sudah berada di ruangan pemeriksaan sejak 8.30 pagi. 

Diduga, ia masuk dari gedung Rupatama. Dari sana, ia memasuki ruangan pemeriksaan melalui koridor penghubung gedung Rupatama yang ada di lantai 3. Cara masuk menghindar yang sama dilakukan Firli saat pemeriksaan sebelumnya.

Arief menjelaskan, dalam pemeriksaan kali ini Firli dicecar 40 pertanyaan oleh penyidik selama 10 jam. Dia menegaskan muatan pertanyaan ihwal pertemuan Firli dan Syahrul hingga mengkonfrontasikan temuan barang bukti berupa dokumen penukaran valuta asing di beberapa tempat penukaran uang senilai Rp7,4 miliar. Namun, alih-alih ditahan, justru Arief berkata penyidik hingga saat ini belum perlu melakukan penahanan terhadap Firli. Arief tak berkata lebih lanjut soal alasannya.

Ketua KPK Non Aktif Firli Bahuri memberikan keterang pers usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri. Jumat (1/12/2023). (Jawapos).

Sementara itu, usai menjalani pemeriksaan Firli memberikan keterangan kepada awak media. Dai menegaskan akan patuh hukum. “Saya selaku Warga Negara tentu sangat menjunjung tinggi  supremasi hukum dan penegakan hukum di Indonesia,” ujarnya.

Sembari dia juga menyindir soal supremasi hukum. Menurut dia, Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum (rechstaat), bukan Negara yang berdasarkan kekuasaan (machstaat) dan berharap kepada semua pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan. “Junjung tinggi asas praduga tak bersalah dan tidak mengembangkan narasi atau  opini yang bersifat menghakimi,” ujarnya.

Dia juga membagikan kisah nostalgia tentang kepolisian. “Saya kembali hadir di Mabes Polri. Rumah besar yg membesarkan saya sejak berpangkat sersan dua tahun 1983 sampai purnawirawan Polri dengan pangkat Komisaris Jenderal Polri, sampai sekarang,” tuturnya.

Hal menarik lainnya, dia menyampaikan kredo corruptor fight back. Dia menyinggung  begitu mudahnya para koruptor melemahkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. “Sejarah mencatat, perlawanan terhadap pemberantasan korupsi atau yang kita kenal dengan istilah when the corruptor strike  back,” imbuhnya.

Sebagai Ketua  KPK non aktif yang memimpin  lembaga yang menjadi salah satu ujung tombak pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, Firli mengharapkan agar ke depannya, UU KPK mengalami perubahan terutama pada Pasal 36 UU KPK pada pokok mengatur tentang larangan melakukan pertemuan baik langsung maupun tidak dengan tersangka atau pihak terkait lainnya diketahui berperkara yang ditangani kpk serta dalam hal perlindungan hukum bagi para Pimpinan KPK. Dia menilai psal ini meruokan pintu masuk kriminalisasi pimpinan KPK. “Begitu mudahnya kami (pimpinan KPK) dikriminalisasi,” ujar Firli.

Dia juga menyinggu upaya praperadilan yang telah didaftarkan ke Pengadilan negeri jakarta Selatan. Upaya tersebut menurutnya sebagai prinsip penghomatan atas HAM. “Saya berharap praperadilan dapat memberikan keadilan secara independen, bebas, merdeka dan tidak terpengaruh dari kekuasaan dan pihak manapun,” kata Firli.

Alasan Firli Tidak Ditahan

Ian Iskandar selaku kuasa hukum Firli menjelaskan alasan penyidik yang tidak perlu menahan kliennya. Menurutnya, setelah serangkaian pemeriksaan penyidik tidak cukup kuat untuk membuktikan kebenaran dokumen valas miliaran rupiah. Valas yang ditemukan penyidik dibantahnya karena yang ada hanya rekap resi penukaran uang asing di money changer. Ia berdalih Firli tak mengetahui asal resi penukaran uang asing itu.

Penyidik, kata dia, saat pemeriksaan tak mampu membuktikan kepemilikan valas itu apakah benar kepemilikan Firli atau terkait dengan kliennya. Ia merujuk bukti valas penyidik terdapat penukaran pecahan mulai dari 100 dolar AS, namun mengklaim penukaran valas itu bukan atas Firli. 

“Firli tidak kenal dengan orang yang menukar valas tadi. Jadi poinnya ya bahwa barang bukti yang seolah-olah memperkuat itu sangat lemah dan tak kuat secara hukum,” kata Ian usai pemeriksaan di Bareskrim.

Ian juga berkata bukti lain yang disita penyidik tak bisa ditampilkan saat pemeriksaan. Bukti yang dimaksud adalah dompet yang diduga berkaitan dengan Firli. Dalam pemeriksaan, penyidik juga disebut menunjukkan barang bukti yang didapat seusai memeriksa Syahrul, yakni berupa percakapan pesan digital antara Firli dan Syahrul.

Menariknya, imbuhnya, Syahrul berkata kepada penyidik bahwa ia meyakini selama ini tak berkomunikasi dengan Firli lantaran merasa pesan dibalas bukan dari nomor Firli. Ian yang melihat nomor ponsel atas nama Firli itu mengklaim nomor yang dimaksud bukan milik kliennya. “Artinya, tuduhan-tuduhan terhadap beliau itu menjadi terbantahkan bahwa seolah-seolah ada komunikasi intens antara SYL dan Firli,” kata Ian.

Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, pihak Polda Metro Jaya mengonfirmasi telah mengantongi barang bukti yang lengkap. Lain itu, penyidik juga disebut memiliki landasan kuat untuk menjerat Firli sebagai tersangka seusai menggali keterangan dari 91 saksi.

Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekaligus Ketua IM57+ Institute Praswad Nugraha. (Kompas)

Lolosnya firli dari penahanan di Jumat Keramat ini cukup mengejutkan. Sebelumnya sejumlah pihak meyakini kalau Firli bakal ditahan usai diperiksa sebagai tersangka.  Pakar Hukum Universitas Trisakti Abdul Ficar Hadjar pun menilai Firli layak untuk ditahan. Ficar menilai Firli layak dditahan sebab dari syarat obyektif telah cukup memenuhi syarat. “Memenuhi syarat untuk ditahan.  Syarat obyektifnya memenuhi ancaman hukuman maksimalnya 5 tahun lebih. Dalam hal ini Firli diancam 20 tahun (psl 12.e UU Tipikor),” ujarnya melalui pesan tertulis, Kamis (30/11/2023).

Ficar juga tidak mempersoalkan sekiranya Firli ditetapkan sebagai tersangka tunggal. “ Tergantung pada pasal yang dikenakan,” ujarnya.

Menurut Ficar, jika kena delik gratifikasi, bisa hanya penerimanya saja ASN atau penyelenggara negara ternasuk Ketua KPK yang dijadikan tersangka.  Tetapi jika digunakan pasal suap,  maka penyuap dan penerima suap yang bakal jadi tersangka.  “Jadi jika sangkaannya gratifikasi, (tersangka) bisa tunggal. Tetapi, kalau pakai pasal suap, tersangkanya bisa berjamaah,” pungkasnya.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman juga meyakini penyidik sudah memiliki bukti yang cukup kuat. Ia bahkan menekankan aparat mesti tegas untuk segera menahan Firli. Ia merujuk pada tindakan KPK selama ini yang selalu melakukan penahanan terhadap tersangka, maka kepolisian bisa melakukan hal serupa. “Kita lihat kasus Firli ini, dari sisi objektifnya kan terpenuhi, bahkan ancaman pidananya bisa sampai seumur hidup. Artinya secara undang-undang bisa ditahan,” ujar Zaenur saat dihubungi, Jumat.

Zaenur mewanti-wanti risiko kaburnya kasus ini jika penyidik tak kunjung melakukan penahanan. Ia tak menafikan memang ada unsur subjektifitas penyidik, akan tetapi penyidik lebih baik mengindari risiko yang dapat menyulitkan penyidikan. “Apakah ada potensi (Firli) untuk melarikan diri, mengulangi perbuatan dan menghilangkan barang bukti. Kalau saya lihat potensi itu ada, khususnya dalam mempengaruhi saksi-saksi dan menghilangkan barang bukti,” kata dia.

 Corruptor Fightback dan Jejak Cemar Firli

Anggota Komisi III DPR RI  I Wayan Sudirta merespon persoalan penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus pemerasan dalam kaitan dengan penanganan kasus di Kementerian Pertanian.  Wayan mengatakan bila kasus tersebut tentu menghebohkan atau menarik perhatian masyarakat di kala masyarakat menaruh harapan besar terhadap aparat penegak hukum.

"Untuk memberantas tindak pidana korupsi yang sangat merugikan negara dan masyarakat. Kredo Lord Acton yakni “power tends to corrupt” menjadi refleksi bersama, ketika penyalahgunaan kewenangan justru terjadi dan dilakukan oleh pemegang kewenangan atau kekuasaan," papar Wayan ketika dikonfirmasi Law-Justice, Selasa (28/11/2023).

Politisi PDI Perjuangan tersebut menuturkan bila permasalahan di sektor penegakan hukum juga tidak hanya dalam hal keterlibatan dalam penanganan kasus yang menjadi kewenangannya, namun juga hal-hal lain yang memperlihatkan masih banyaknya mafia di institusi penegakan hukum dan peradilan. Wayan mengungkapkan contoh, tentang keterlibatan dalam kasus narkoba, illegal mining, backing kasus sumber daya alam, dan sebagainya yang menjadi catatan penting soal banyaknya mafia di Institusi penegakan hukum. 

Selain itu, permasalahan pada eks pimpinan KPK Lili Pintauli menjadi salah satu contoh dimana Pimpinan KPK yang seharusnya berhati-hati dalam menegakkan citra anti korupsi justru menerima gratifikasi. "Alhasil yang bersangkutan disidang etik dan mundur. Demikian pula dalam kasus gratifikasi yang menyangkut Wamenkumham dimana memerlukan kehati-hatian," tuturnya.

Anggota Komisi III DPR RI  I Wayan Sudirta. (Parlementaria)

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari menilai DPR harus ikut bertanggung jawab atas penetapan tersangka Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, oleh Polda Metro Jaya. Politisi yang akrab disapa Tobas ini menyatakan DPR harus ikut bertanggung jawab karena telah "mengantarkan" Firli menjadi Ketua KPK. "Menurut saya, kita tidak boleh lari dari tanggung jawab ini, tetap harus menjadi tanggung jawab kita bersama. Termasuk tanggung jawab kita di DPR ini," kata Tobas kepada Wartawan, Rabu (29/11/2023).

Legislator dari Fraksi Partai Nasdem DPR RI ini menuturkan, KPK merupakan mitra kerja Komisi III. Sehingga penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka menjadi bahan evaluasi para legislator terkait dinamika di lembaga antirasuah itu. "Kita harus melakukan evaluasi terhadap apa yang telah kita laksanakan dalam proses pemilihan pejabat-pejabat publik ini," tuturnya.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meyakini tidak ada yang cacat hukum ketika Polda Metro Jaya menetapkan purnawirawan jenderal polisi bintang tiga itu sebagai tersangka korupsi. Sahroni meyakini bila penyidik kepolisian tidak mungkin asal-asalan menetapkan seseorang sebagai tersangka. Pasti berdasarkan bukti-bukti yang ada. Sahroni juga meyakini bahwa Polda Metro Jaya sudah mempersiapkan diri secara matang untuk menghadapi gugatan penetapan tersangka Firli Bahuri tersebut.

“Sebenarnya tidak ada soal kalau yang bersangkutan mengajukan praperadilan, itu kan hak, ya.” Kata Sahroni melalui keterangan yang diterima Law-Justice, Rabu (29/11/2023). “Tapi, jika mengikuti proses yang ada, saya yakin Polda Metro Jaya pasti siap menghadapi tahapan tersebut. Toh proses penetapan tersangkanya tidak ada yang cacat kok, semuanya clear," sambungnya.

Sahroni menilai bahwa kasus dugaan pemerasan yang menjerat Firli akan terus bergulir hingga di meja persidangan. Politisi Partai Nasdem ini meyakini pihak kepolisian tidak mungkin memproses suatu temuan tanpa adanya dasar hukum dan bukti-bukti yang kuat. Pasalnya, ini merupakan proses yang biasa saja dan memang tidak ada yang salah selama prosesnya didasarkan bukti yang kuat. Pihak Kepolisian dalam hal ini Polda Metro Jaya pasti mempunyai bukti yang konkrit. “Ada laporan (pemerasan) masuk, diusut, kedapatan bukti-buktinya, ya diproses dong. Begitu saja kan sebenarnya. Jadi, mari kita tunggu hasil praperadilannya nanti,” ucapnya.

Lebih lanjut, Sahroni pun meminta kepada masyarakat untuk terus memantau dan mengawasi jalannya kasus yang menjerat Firli Bahuri hingga selesai. Bahkan, Sahroni menginginkan masyarakat langsung ‘berteriak’ jika menemukan adanya kejanggalan-kejanggalan selama prosesnya. “Masyarakat juga tolong bantu pantau dan kawal kasus ini hingga usai nanti. Jadi kalau ada yang janggal-janggal, sudah pasti 100 persen ketahuan. Masyarakat kita cerdas-cerdas, kok,” ungkapnya.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan Firli Bahuri adalah salah satu faktor utama yang membuat kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi jeblok.  Boyamin menyebut bila Firli juga menjadi alasan utama mengapa saat ini masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan lembaga antirasuah tersebut.   

"Kontroversi, retorika dan narasi kebohongan yang dilontarkan Firli selama menjadi pimpinan KPK yang membuat masyarakat tidak percaya begitu saja dengan kinerja lembaga antirasuah itu.  Jadi memang kemerosotan kinerja KPK salah satu faktor utamanya memang Firli," ujar Boyamin saat dikonfirmasi, Kamis (30/11/2023). 

Jauh sebelum Firli ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), purnawirawan Polri berpangkat komisaris jenderal (komjen) itu juga sudah membuat drama-drama yang menjadi sorotan publik. Boyamin mengatakan drama Firli sudah ada sejak menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. Saat itu menurut Boyamin sudah banyak pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Firli Bahuri. "Itu dramanya sudah sejak zaman deputi. Sudah ada pelanggaran kode etik. Kemudian kasus helikopter pulang kampung," jelasnya. 

Boyamin menuturkan, kasus helikopter pulang kampung bukan sekadar pelanggaran kode etik terkait bergaya hidup mewah. Namun, di situ ada unsur gratifikasi juga.  Pasalnya, helikopter yang digunakan itu disediakan oleh perusahaan yang terafiliasi dengan kasus yang sedang ditangani KPK berdasarkan operasi tangkap tangan (OTT). "Gratifikasi dalam pengertian karena dapat diskon besar. Harusnya minimal sewa helikopter itu adalah Rp20 juta untuk operasionalnya saja, tapi ini cuma Rp7 juta satu jam. Itu diskon dengan alasan covid-19. Diskon itu ya gratifikasi," tegas Boyamin. 

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman. (Media Indonesia)

Selain diskon, dalam kasus helikopter pulang kampung juga sarat konflik kepentingan karena jelas-jelas disediakan oleh perusahaan yang sedang menjadi pasien KPK dan kasus OTT tersebut sudah tahap penyidikan. Jika bicara soal pelanggaran hukum, apa yang dilakukan Firli terkait helikopter pulang kampung sudah masuk perbuatan melanggar hukum. 

Boyamin pun menyesalkan, setelah dirinya melaporkan pelanggaran etik Firli Bahuri ke Dewas KPK terkait helikopter pulang kampung, ternyata itu tidak membuat Firli jera. "Setelah saya laporkan dan diputus Dewas KPK, Firli tidak memperbaiki kinerjanya, tapi malah masih banyak drama-drama lain lagi," ucapnya.

MAKI melaporkan dugaan pelanggaran kode etik Firli Bahuri kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Laporan itu terkait pembayaran sewa rumah rehat Firli seharga Rp 650 juta per tahun dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN). Atas laporan tersebut, Dewas KPK memanggil Boyamin Jumat (01/12/2023) pagi, Boyamin memenuhi undangan panggilan klarifikasi Dewas KPK. Koordinator MAKI itu diperiksa sebagai pelapor soal dugaan pelanggaran etik terhadap Firli Bahuri.

"Hari ini saya memenuhi undangan klarifikasi dari Dewas KPK terkait dugaan pelanggaran etik yang diduga dilakukan oleh Pak Firli, terkait Pak SYL yang diduga ada penerimaan atau pemerasan atau apapun lah atau setidaknya bertemu dengan pihak berperkara," ujar Boyamin di gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Jumat (1/12/2023). "Terus yang kedua adalah terkait rumah sewa Jalan Kertanegara No 46, itu saya laporkan 2, bergaya hidup mewah," sambungnya.

Boyamin membawa sejumlah foto yang memperlihatkan kedekatan antara Firli dengan Alex Tirta. Selain itu, dirinya juga membawa sejumlah foto lainnya agar bisa didalami oleh Dewas KPK. "Di sini juga ada beberapa foto yang lain, kalau bisa didalami apa hubungannya. Karena disini juga ada beberapa foto yang lain. Kalau bisa didalami ini lebih baik, dan ini sebenarnya juga sudah saya serahkan ke penyidik polda," ucapnya.

Boyamin berharap penanganan laporannya di Dewas KPK berlangsung cepat. Dia meyakini Dewas KPK bekerja secara serius. "Dan rangkaian-rangkaian itulah yang mudah-mudahan sebenarnya saya berharap Dewas ini lebih cepat dari proses yang pidana. Karena etik itu cepat aja. Ini kan saya diundang berarti mereka serius, dan mudah-mudahan bisa lebih cepat," ujarnya.

Sementara itu, Mantan Pimpinan KPK Bambang Widjojanto mendorong proses hukum terhadap Firli dilanjutkan sampai tahap penahanan dan pengadilan. Pria yang akrab disapa BW ini mengatakan Polda Metro Jaya juga perlu menelisik lebih jauh kasus pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo ini kepada pihak lain yang diduga terlibat.

"Karena ada cukup banyak informasi yang perlu dikonfirmasi dan ditindaklanjuti, misalnya baru-baru ini disebutkan masih ada dua pimpinan lainnya yang diduga terlibat," kata BW melalui keteranganya, Kamis (30/11/2023). Selain penegakan hukum terhadap Firli, BW mendorong peristiwa ini dijadikan momen memperbaiki KPK secara kelembagaan. Dia bilang independensi dan integritas di KPK harus dikembalikan seperti sedia kala.

"Satu tentang independensi, kedua orang yang dipilih di situ haruslah orang yang integritasnya tidak diragukan lagi dan melibatkan partisipasi publik," ungkapnya.

 BW mengatakan bahwa apa yang dilakukan Firli Bahuri merupakan tindak kejahatan tertinggi yang dilakukan personil KPK. “Dia (Firli Bahuri) sebagai penegak hukum menyalahgunakan wewenangnya melakukan pemerasan atas tindak pidana korupsi . jadi ada mantan menteri pertanian yang diduga melakukan pemerasan untuk mendapatkan gratifikasi, kemudian diperas lagi. Jadinya pemeras dan diperas. Dan dia otoritasnya penegak hukum,” imbuhnya.

Ia melanjutkan bahwa sosok Firli Bahuri memang sejak awal ditolak mentah-mentah sebagai pimpinan KPK. “Pak Firli ini sejak awal pernah ditolak. Sudah ada 500 orang kala itu yang tandatangan menolak dari dalam bahwa dia tidak pantas jadi pimpinan KPK, ujarnya.

Tak cuma itu, Bambang juga menyebut bahwa ada banyak fakta, salah satunya bahwa dia sudah terbukti oleh pengawas internal telah melakukan pelanggaran etik. “Tapi sebelum dibawa ke majelis kehormatan kode etik, dia mengundurkan diri. Dan itu ada catatannya,” kata Bambang. 

Dan ketiga ada banyak dari kasus tersebut banyak yang keberatan karena ada banyak informasi. “Contohnya ketika kasus Newmont dia diduga keras bertemu dengan Tuan Guru Bajang, padahal kala itu dia udah jadi tersangka atau potensial menjadi suspect,” ujarnya.

“Menurut saya orang yang sudah melakukan kejahatan tertinggi, apa mungkin tidak pernah melakukan kejahatan sebelumnya? Apa mungkin juga tidak diketahui?,” lanjutnya. BW juga menyebut bahwa selama menjabat Firli juga berupa untuk merombak sistem KPK untuk melancarkan aksinya. “Dulu di kami itu ada zero tolerance. Jadi ada pengawas internal dan itu dulu sangat powerfull banget. Dan dulu ada wadah pegawai yang mengontrol itu, tapi sekarang sudah dihapuskan, sama pak Firli sendiri,” tutupnya.

Ada apa dengan KPK?

Informasi terbaru yang diperoleh terdapat Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo secara blak-blakan menyebut bila ketika ia menjadi Ketua KPK ada intervensi dari Presiden Jokowi meminta dirinya untuk stop usut kasus e-KTP. Seperti yang diketahui dalam pengusutan kasus tersebut berujung pada penetapan tersangka kepada Mantan Ketua Umum Partai Golkar yang juga Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto.

Menanggapi pernyataan Agus tersebut, Wakil Ketua Umum (Waketum) Gerindra Habiburokhman meragukan cerita mantan Ketua KPK Agus Rahardjo bahwa Presiden Jokowi sempat meminta kasus korupsi e-KTP dihentikan.  Habiburokhman mempertanyakan motif pernyataan tersebut terutama di tahun politik. Untuk itu ia meminta Agus untuk menjelaskan secara gamblang ke publik.

Habiburokhman menyoal pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo dalam sebuah acara di stasiun televisi swasta yang menyebut Presiden Joko Widodo pada 2017 pernah memintanya menghentikan kasus korupsi Setya Novanto. "Pertanyaannya sekarang kan motifnya apa? Ini tahun politik. Dia sendiri caleg DPD. Ada apa? Kok baru sekarang ngomong harus dijelaskan ke publik," kata Habiburokhman melalui keterangan yang diterima Law-Justice, Jumat (01/12/2023).

Menurut, Habiburokhman pernyataan Agus Rahardjo tersebut tidak memiliki kekuatan pembuktian apapun. Ia menyebut pernyataan tersebut harus dibuktikan secara jelas. Sebagai orang hukum dan juga mantan ketua KPK, menurut Habiburokhman, Agus Rahardjo harusnya sadar bahwa sesuatu yang bersifat tuduhan tanpa bukti itu berbahaya.

"Kita menyayangkan motifnya apa? Kalau penegakan hukum saat itu juga harusnya dia proses," ujarnya.

Sedangkan, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera ikut berkomentar mengenai pengakuan eks Ketua KPK Agus Rahardjo tentang keterlibatan Presiden Jokowi pada kasus e-KTP Setyo Novanto.  Mardani mengaku kaget atas pengakuan dari Agus Rahardjo. Ia tidak menyangka Presiden Jokowi yang terlihat datar bisa melakukan tekanan terhadap KPK.

"Kaget saya baca dan lihat pengakuan mas Agus Rahardjo, betapa intervensi pemerintah terhadap lembaga penegak hukum sangat kuat," ujar Mardani ketika dikonfirmasi, Sabtu (01/12/2023).

Mardani menyebut saat ini Indonesia mengantongi catatan merah untuk kasus korupsi menjadikan pemberantasan sebagai prioritas utama. Mardani yang juga Anggota DPR RI ini menyatakan bila semangat pemberantasan korupsi ini tentu harus jadi salah satu prioritas utama di negeri ini.

"Padahal semangat pemberantasan korupsi jadi prioritas negeri ini. Perubahan harus terlaksana agar hukum kembali tegak pada jalurnya yang kuat untuk NKRI berdaulat," tandasnya.

Penegakan Hukum atau Saling Sandera Sesama Penegak Hukum?

Merujuk sejumlah informasi, setelah beberapa saat Polda Metro Jaya merilis penetapan tersangka, Firli terlibat dalam gelar perkara korupsi proyek jalur ganda kereta api di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan. Kasus ini menyeret nama pengusaha asal Daerah Istimewa Yogyakarta, Muhammad Suryo.

Dalam ekspos perkara itu, Firli memutuskan Suryo menjadi tersangka. Tak lama berselang, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak mengonfirmasi status hukum Suryo dalam kasus tersebut kepada awak media. Adapun keterlibatan Suryo terungkap dalam fakta persidangan yang berasal dari kesaksian dua terdakwa, yakni Dion Renato Sugiarto selaku Direktur PT Istana Putra Agung yang menjadi pemenang tender dan Putu Sumarjaya, bekas Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah. Suryo diduga menerima sleeping fee sebesar Rp9,5 miliar.

KPK dalam kasus ini tampak getol melakukan pengusutan. Saat Firli dalam pusaran kasus pemerasan, KPK tercatat dua kali merilis proses penyidikan kasus korupsi DJKA Kemenhub tersebut. Ada juga penambahan nama tersangka, yang semulanya hanya 10 orang.

Nama Suryo tidak asing bagi Karyoto. Suryo sudah mengenal dekat Karyoto sejak masih menjabat Wakapolda DIY. Dari informasi yang beredar, Karyoto pernah membantu masalah hukum tambang pasir yang dimiliki Suryo di Yogyakarta pada 2019 lalu.

Nama Suryo juga pernah disebut dalam kasus korupsi tunjangan kinerja Kementerian ESDM beberapa waktu lalu. Dewan Pengawas KPK dalam konferensi pers sempat mengatakan ada pihak yang diduga membocorkan surat perintah penyelidikan kasus korupsi tersebut. Saat itu, Plh Dirjen Minerba Kementerian ESDM Idris Sihite mengatakan Suryo sebagai pemberi dokumen penyelidikan. Idris juga menyebut nama Karyoto sebagai pihak yang turut memberikan dokumen sprinlidik.

Adapun Karyoto sebelum menjabat Kapolda Metro, ia adalah Deputi Penindakan KPK. Ia mengonfirmasi bahwa mengetahui betul kasus bancakan di Kementerian ESDM itu. Namun, ia membantah pernyataan Idris lantaran tak pernah mengenal pejabat kementerian itu.

Firli Bahuri dan Karyoto saat masih sama-sama bertugas di KPK sekitar tahun 2021, saat itu Firli Ketua KPK dan Karyoto Deputi Penindakan. Kini Keduanya tengah berseteru, Karyoto sebagai Kapolda Metro Jaya telah menetapkam Firli sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi.(Tempo) 

Selain kasus korupsi Kemenhub dan Kementerian ESDM, nama Suryo diduga terlibat dalam kasus pengadaan sapi di Kementerian Pertanian. Firli Bahuri dalam jumpa pers sebelum menjadi tersangka pernah mengatakan kasus ini baru terdeteksi oleh KPK. Firli menyebut Karyoto yang mengetahui kasus ini sewaktu ia masih di komisi antirasuah, namun tak diproses lebih lanjut.

Upaya Firli untuk melawan Karyoto berlanjut ke ranah praperadilan. Firli menuding Karyoto otak di balik penetapannya sebagai tersangka kasus pemerasan. Hal ini tertuang dalam salinan permohonan pemeriksaan praperadilan Nomor Perkara 129/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL yang diperoleh Law-justice.

Dalam dokumen hukum itu, Firli menduga Syahrul, yang saat itu menjabat Mentan, membuat laporan atas pemerasan dirinya oleh Ketua KPK setelah “mendapat masukan dan petunjuk dari Karyoto”. Syahrul disebut ketakutan dijadikan tersangka oleh KPK, sehingga berusaha melemahkan KPK dengan membuat atau menyuruh seseorang membuat pengaduan masyarakat soal pemerasan itu.

Dokumen setebal 58 halaman itu, juga membantah adanya penyerahan sejumlah uang dari Syahrul kepada Firli melalu ajudannya bernama Kevin. Sebab, ajudan Firli itu disebut sedang sakit Covid saat adanya pertemuan antara Syahrul dan Firli di GOR Tangki. “Bahwa fakta adanya pemberian uang tersebut adalah suatu kebohongan nyata dan bermuatan fitnah,” petikan isi dokumen itu.

Materi gugatan lainnya menyoal pandangan bahwa alat bukti dari keterangan saksi dan surat atau pendapat ahli tak memadai. Ditambah, gugatan yang dilayangkan Firli juga mempertanyakan keabsahan surat perintah penyidikan. Pihak Firli menganggap surat perintah tersebut tidak sah karena terbit pada tanggal yang sama dengan laporan polisi model A tertanggal 9 Oktober 2023. Lantas, dipertanyakan kapan polisi melakukan penyelidikan.

Pihak Firli berpandangan laporan polisi model A adalah laporan kejadian yang dibuat jika petugas langsung mengetahui atau menangkap secara langsung peristiwa yang dilaporkan. Sehingga disimpulkan adanya keanehan dalam proses penyelidikan, penyidikan dan gelar perkara sebelum akhirnya penetapan tersangka.

Mendengar Firli menempuh jalur sidang praperadilan, Praswad tidak khawatir. Ia beranggapan penyidik akan tetap bisa mengusut kasus ini hingga tuntas. “Tidak ada masalah. KPK digugat prapreadilan ratusan kali, tapi bisa lanjut kasusnya. Selama prudent, lengkap alat buktinya, tidak ada yang perlu diragukan,” ujarnya.

Praswad juga menekankan Firli bisa diperkarakan jika terbukti benar masih memimpin dan memutus rapat gelar perkara kasus DJKA Kemenhub. Apa yang dilakukan Firli diduga melawan hukum lantaran masih aktif terlibat kegiatan KPK ketika menyandang status tersangka. Hal itu, katanya, bertabrakan dengan UU KPK.

“Saat pimpinan KPK menjadi tersangka, saat itu pula statusnya nonaktif. Artinya dia tidak bisa mengikuti proses gelar perkara, dia tidak bisa memutuskan kajian strategis. Secara aturan hukum, harusnya itu perbuatan melawan hukum. Karena tindakan dia di ruang gelar perkara itu sudah melanggar pasal 32 ayat 2 (UU KPK). Secara etik jelas (melanggar),” ucapnya.

Di tahun politik ini, kesetiaan penegak hukum terhadap negara benar-benar akan diuji. Apakah dia akan bekerja untuk merah putih ataukah akan sekedar menjalankan perintah oligarki. Fenomena corruptor fightback, terlepas dari kasus Firli ansic, layak menjadi perhatian dan kewaspadaan kita semua.

Di satu sisi, peranga antar sesama oligarki dengan menyalahgunkan instrumen penegakan hukum bakal menjadi pembusukan penegakan hukum dan politik nasional. namun, di sisi lain, ini pun merupakan peluang untuk membongkar borok-borok penguasa korup dan pengusaha hitam yang selama ini diam-diam telah menjadi garong yang membegal uang rakyat.

Peran serta masyarkat mesti aktif memonitor dan meastikan proses penegakan hukum berjalan di atas rel yang baik. Sementara itu, Joko Widodo selaku kepala negara harus bisa melepas semua kepentingan yang mengepungnya dan memimpin penegakan hukum ini. Dia harus ada di garis depan pemberantasan korupsi. Syaratnya, dia mesti bisa memastikan tidak terlibat dalam kegiatan korupsi dan keluarganya pun tak tercemar kasus korupsi.

Sebab, jika presiden sudah tercemar korupsi, maka harapan rakyat untuk bisa menuju Indonesia emas 2045 bisa dipastikan pupus. Korupsi akan semakin merajalela dan oligarki bakal semakinmenacapkan kukunya di bumi pertiwi. 

Kita wajib memastikan hat tersbeut tidak terjadi.

 

Rohman Wibowo

Ghivary Apriman 

 

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar