Cawapres Prabowo, Gibran; Halusinasi dan Rudapaksa Politik

Minggu, 22/10/2023 20:28 WIB
Gibran Rakabuming Raka, Putra Joko Widodo (CNN)

Gibran Rakabuming Raka, Putra Joko Widodo (CNN)

Jakarta, law-justice.co - Deklarasi Cawapres Prabowo Subianto, Gibran Rakabuming Raka akhirnya resmi diumumkan, Minggu malam (22/10) di rumah Prabowo, Jl.Kertanegara Jakarta Selatan. Tarik ulur di kubu Koalisi Indonesia Maju (KIM) masih kuat terjadi, sehingga proses penentuan Gibran menjadi Cawapres sangat alot.

Infonya, PAN tetap ngotot agar Erick Thohir yang menjadi Cawapres. Disalip di tikungan melalui Rakernas Golkar. Karena Golkar mengancam akan keluar koalisi jika bukan Gibran cawapresnya.

Dalam kalkulasi Prabowo, hadirnya Erick Thohir lumayan meringankan cost politik Pilpres yang kemungkinan besar terjadi 2 putaran. Pilpres 2024 diperkirakan menghabiskan dana triliunan tiap Paslon.

Cash flow Prabowo untuk suksesi sudah menipis, kalau asset banyak. Itu cukup memusingkan matematika Hasim dan TW sebagai salah satu kasir Prabowo. Kalau Gibran jadi Cawapres hanya dapat elektabilitas, tapi tidak dengan kontribusi biaya suksesi. Gibran jadi cawapres gratis tanpa mahar.

Di sisi lain, kepala daerah yang akan maju menjadi capres atau cawapres harus menyertakan ijin dari Presiden sebagai syarat administrasi di KPU. Artinya Gibran harus mendapat ijin dari Jokowi.

Ini bukan perkara mudah karena hubungan keduanya antara bapak dan anak yang sekaligus tergabung dalam satu partai. Politik dalam keluarga menjadi rumor paling sensitif saat harus dihadapkan pada realita strategi suksesi.

Sebelum batas akhir pendaftaran KPU tanggal 25 Oktober, kegalauan kubu KIM terus terjadi. Gibran memang punya hak berkarir politik, kemana akan berlanjut, tergantung bisikan mentor politiknya. Yang pasti bukan Jokowi.

Gibran menjadi cawapres Prabowo sebatas dijadikan kelinci, teman Boby the cat. Entah itu disadari Gibran atau tidak, yang pasti "rudapaksa politik" ini urusan elektoral. Merebut Milenial dan Gen Z dengan penampakan Gibran kemungkinan akan anomali.

Pasal pengkhianatan kepada partai yang membesarkannya, akan jadi serangan empuk untuk menakar integritas seorang Gibran. Kalau benar Paslon Prabowo Gibran terpaksa harus terjadi, Jokowi masih punya satu kartu As.

Gibran diijinkan jadi cawapres Prabowo. Tapi telunjuk arah dukungan suara diarahkan ke Ganjar Mahfud. Negative campaigne lebih mudah dihembuskan. Penculik dan pengkhianat berkumpul dalam satu paket paslon semakin menambah compang-camping di KIM.

Jangan lupa, Millenial dan Gen-Z adalah mereka para pemilih rasional. Tidak selamanya bisa diatur oleh mesin politik. Suka-suka mereka saja mana yang paling logis dipilih.

Mereka bukan pemilih tradisional yang nurut apa kata kyai-nya. Bukan pula pemilih emosional yang asal bukan si anu, yang penting  harus si ini karena memelihara dendam dan sakit hati.

Jokowi tetap sedang bermain catur. Yang membedakan hanya kali ini lawan mainnya memakai jurus mabuk. Jadi bikin mabuk saja sekalian. Gitu kali ya? Yang jelas rakyat menunggu apa sikap PDIP terhadap kadernya yang memilih tidak mengikuti keputusan partai untuk mengusung Ganjar-Mahfud. Akankah Gibran dipecat PDIP dan berlabuh di Golkar?. (Dahono Prasetyo)

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar